10 Milyar Rupiah : Berapa % Untuk Pertanian?

10 Milyar Rupiah : Berapa % Untuk  Pertanian?
Lihat Foto

Wjtoday, Bandung - Akhirnya terkuak bahwa setiap anggota DPRD Jawa Barat memiliki "jatah" 10 Milyar Rupiah setiap tahun untuk dana aspirasi yang diwujudkan dalam bentuk Bantuan Gubernur. Artinya, kalau anggota DPRD Jawa Barat ada 100 orang, maka setiap tahun APBD Jawa Barat harus menyisihkan sebesar 1 Trilyun rupiah untuk dana aspirasi.

Info ini terungkap dalam Sidang lanjutan kasus dugaan  korupsi dana Banprov Jabar  dengan terdakwa Abdul Rozaq Muslim, yang baru-baru ini kembali digelar di Pengadilan Tipikor Bandung. Selain Abdul Rodjak, KPK juga telah menetapkan mantan Wakil Ketua DPRD Jabar 2014 - 2019 Ade Barkah dan Anggota DPRD Jabar 2014-2019 Siti Aisyah sebagai tersangka.

Seperti ditulis WJ Today, dalam sidang tersebut didengarkan kesaksian dari tiga mantan anggota DPRD Jabar yakni Surahman, Agus Weliyanto Santoso dan Ganiwati. Oleh Jaksa KPK, Feby Dwiyosupendy, ketiganya ditanya seputar dana aspirasi anggota  DPRD Jabar.

Pengakuan anggota DPRD periode 2014-2019 cukup menarik dan mengejutkan sekaligus membuat banyak pihak yang tercengang. Pasalnya mereka membuat pengakuan terbuka di persidangan. Ketiga mantan anggota dewan menyebut semua anggota DPRD Jabar mendapat jatah dana aspirasi pertahun sebesar Rp 10 miliar. Sebuah angka yang sangat fantastik di saat bangsa kita hidup dalam keprihatinan.

Dana aspirasi sendiri tidak diharamkan. Aturan perundang-undangan memungkinkan hal itu untuk dilakukan. Yang jadi soal adalah sekiranya ada penyimpangan dari aturan main yang ada. Contoh ada nya pengalihan peruntukan dari Daerah Pemilihan yang satu ke Daerah Pemilihan yang lain.

Lebih mengenaskan lagi, manakala diketahui bahwa dari dana yang dialihkan tersebut, rata rata anggota DPRD dijanjikan masing masing mendapat fee 5 persen dari nilai proyek. Dengan kata lain, bila kondisinya seperti yang direncanakan, maka setiap anggota Dewan akan memperoleh "penghasilan tambahan" sebesar 500 juta rupiah per tahunnya.

Dana aspirasi sendiri, mekanisme nya diusulkan oleh pemerintah kota dan kabupaten lewat anggota dewan, untuk kemudian diwujudkan dalam bentuk Bantuan Gubernur. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, dalam beberapa tahun belakangan ini, terekam adanya kejomplangan antar Kabupaten/Kota yang menerima Bantuan Gubernur ini.

Ada daerah yang mendapat Bangub diatas angka 500 Milyar namun ada juga yang di bawah 100 Milyar rupiah. Data ini memberi gambaran kepada kita bahwa dalam perjalanannya, dana aspirasi ini telah direkayasa sedemikian rupa, sehingga memberi keuntungan yang tidak wajar kepada pihak-pihak tertentu. Semoga KPK akan mampu membongkar nya secara transparan.

Dana aspirasi setiap anggota DPRD Jawa Barat yang 10 Milyar per tahun anggaran ini, sebagian besar dialokasikan untuk kegiatan yang bersifat fisik atau infrastruktur. Kita sendiri tidak tahu dengan pasti apakah ada dari dana tersebut yang dialokasikan untuk kegiatan Penyuluhan Pertanian misalnya ? Apakah pernah terekam adanya dana tersebut yang dialokasikan untuk perkuatan Ketahanan Pangan di suatu daerah ?

Inilah yang menarik kita dalami lebih dalam lagi. Para anggota DPRD Jabar, rupanya lebih tertarik untuk membangun fisik ketimbang mengembangkan Sumber Daya Manusia.

Artinya, mereka lebih suka memberikan sapi secara fisik ketimbang penguatan Sumber Daya Manusia Peternakannya sendiri. Pertanyaannya ada berapa orang dari 100 anggota DPRD Jabar yang merelakan dana aspirasinya itu dialokasikan terhadap kegiatan seperti itu ?

Banyaknya temuan terkait Bantuan Sosial Sapi yang dirancang Pemerintah Pusat, lalu adanya kasus yang ditangani aparat penegak hukum (APH), terkait dana aspirasi anggota DPRD Jabar ini, membuat Bantuan Sapi menjadi semakin tidak menarik lagi. Modus operasi penyimpangan sudah semakin dikenali oleh APH. Dana aspirasi pun kini banyak diarahkan ke program infrastrukur.

Akibatnya wajar, jika Dinas PUPR atau Dinas PERKIM menjadi tempat penyimpanan Bantuan Gubernur diatas. Jadi tidak mengherankan bila KPK pun memberi bobot perhatian yang cukup tinggi terhadap Dinas-Dinas tersebut, untuk dijadikan pintu masuk penyalah-gunaan dana aspirasi ini. Itulah yang terjadi ketika KPK menjadikan Dinas PUPR Kabupaten Indramayu untuk dijadikan pintu masuk guna mendakwa beberapa anggota DPRD Jawa Barat

Sebetul nya tidak ada yang salah dengan dana aspirasi berbasis daerah pemilihan para anggota DPRD. Yang jadi soal adalah ada nya hasrat dari anggota DPRD yang ingin mengambil manfaat dari alokasi yang ditetapkan.

Apa pun alasannya, yang namanya fee dari uang rakyat bukanlah perbuatan anggota DPRD yang beradab. Hal ini sama saja dengan merampas hak nya masyarakat. Sebagai Wakil Rakyat, mesti nya mereka memberi yang terbaik bagi para konsituen nya. Sikap berkhianat kepada rakyat wajib hukum nya diganjar dengan bermukim di hotel pordeo.

Jawa Barat masih dikenali sebagai lumbung padi nasional. Sekitar 17 - 18 % produksi padi nasional disumbang oleh kerja keras dan jerih payah petani Jawa Barat. Alangkah indahnya, bila dana aspirasi anggota DPRD Jabar ini pun diarahkan pada upaya untuk menjaga dan mempertahankan Jawa Barat sebagi lumbung padi dari perlakuan oknum-oknum tertentu yang ingin melemahkan kekuatan pertanian di Jawa Barat.

Selain itu, rakyat Jawa Barat pun, tentu akan mengucapkan terima kasih, bahkan boleh jadi akan memberi tepuk tangan yang meriah, bila para anggota DPRDnya mampu mengalokasikan dana aspirasi untuk memperkokoh ketahanan pangan.

Sayang, hal ini tidak terjadi, karena menurut hitung-hitungan ekonomi, pembangunan pertanian dan ketahanan pangan, tidak akan memberi fee yang maksimal. Lain cerita bila diarahkan ke pembangunan fisik atau infrastruktur, maka jelas dan pasti jumlah fee yang bakal diterimanya.

Manusia memang makhluk ekonomi yang serakah. Bila kita tidak mampu mengendalikan diri, maka keserakahan itu akan selalu merongrong dalam kehidupan sehari-hari. Jabatan Wakil Rakyat adalah sebuah amanah yang wajib hukum nya dijalani dengan penuh kehormatan dan tanggungjawab. Wakil Rakyat bukan media untuk mencari rente.

Di sisi lain, penghargaan negara terhadap mereka tampak sudah cukup memadai untuk hidup layak. Andaikan mereka mampu meredam keserakahan dengan perilaku yang beradab, Insha Allah mereka tidak akan dijebloskan ke penjara oleh Aparat Penegak Hukum.***

(PENULIS : ENTANG SASTRAATMADJA KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT).