Abdullah Hammoud, Wali Kota Muslim Pertama di AS

Abdullah Hammoud, Wali Kota Muslim Pertama di AS
Lihat Foto

WJtoday, Amerika Serikat - Masih hangat pembicaraan soal Michelle Wu, perempuan keturunan Asia yang terpilih jadi Walikota di Boston, kini, lebih seru lagi. Publik Amerika Serikat (AS) dan juga dunia dibuat terkesima dengan terpilihnya seorang imigran Muslim Arab, dari Lebanon, Abdullah Hammoud menjadi  walikota di kota berpenduduk sekitar 100 ribu jiwa Dearborn, Michigan.

Ya, Abdullah Hammoud adalah seorang muslim Arab. Bapaknya datang ke AS dari Libanon untuk mengubah nasib. Mereka tinggal di kota Michigan dan bekerja sebagai sopir truk. Ibunya adalah ibu rumah tangga biasa, yang berbisnis kecil-kecilan untuk membiayai kehidupan keluarga mereka. 

Di tahun 1990 lahirlah Abdullah Hammoud yang merupakan anak kedua dari lima bersaudara.

Setelah menyelesaikan pendidikan di tiga University di Michigan, Hammoud meraih tiga gelar dalam bidang biologi, dan dua gelar magister di bidang kesehatan masyarakat dan administrasi bisnis. 

Dengan dua gelar Master, tentu bukan sekedar gelar-gelaran apalagi kuliah-kuliahan, Hammoud memang cerdas. Dan selepas itu suami dari Fatima Beydoun ini memilih berkecimpung di dunia politik dengan masuk partai Democratic.

Ia sudah dikenal publik Michigan. Sebelum maju ke pemilihan wali kota, Abdullah Hammoud sudah tiga periode menjabat sebagai Dewan Perwakilan Daerah di Michigan.

Kota Dearborn sendiri merupakan kota berpenduduk 100 ribu jiwa dan menjadi salah satu kota yang memiliki populasi warga Arab-Amerika terbesar di negara itu.

Sekalipun Amerika Serikat dikenal sebagai negara pelopor demokrasi, namun keberhasilan Abdullah Hammoud muncul sebagai Walikota Muslim pertama yang terpilih di Amerika Serikat cukup menghentakkan.

Tidak bisa kita kesampingkan, bahwa sentimen rasialis terhadap orang-orang asal Afrika, Asia dan terlebih bagi mereka yang muslim masih terjadi disana, baik itu dalam perilaku sebagian warga Amerika Serikat maupun dalam kebijakan yang diambil oleh pemerintah, sebagaimana yang bisa kita lihat dari kebijakan yang diterapkan oleh mantan presiden Donald Trump.

Stigma negatif terkait radikalisme agama yang dikembangkan oleh pihak-pihak tertentu yang mendeskreditkan dunia Islam, sedikit tidaknya menjadikan warga Amerika Serikat lebih selektif dan berhati-hati, sebab bagaimanapun warga Amerika tidak akan pernah berkompromi dengan radikalisme, terorisme dan isu-isu intoleran lainnya.

Munculnya Abdullah Hammoud dalam panggung politik lokal Michigan dengan terpilih sebagai dewan perwakilan daerah dan akhirnya terpilih menjadi Walikota Dearborn adalah semacam menjawab semua tudingan miring yang selama ini distigmakan kepada Islam.

Melawan stigmatisasi bukanlah perkara mudah dan cepat, selalu saja ada riak-riak. Tidak bisa dipungkiri, Amerika Serikat sendiri yang merupakan kiblatnya demokrasi masih butuh waktu lama hingga Abdullah Hammoud bisa terpilih menjadi Walikota Muslim pertama di Amerika Serikat.

Bagaimana dengan negeri kita Indonesia.? Sebenarnya meski dipandang "kacau" dalam penerapan demokrasi, kita jauh lebih maju dari Amerika Serikat, dimana sudah sejak lama orang-orang yang berasal dari kaum minoritas tidak lagi dianggap sebagai minoritas dalam panggung politik di daerah maupun di pusat. Namun disadari akhir-akhir ini tensi politik kita cenderung "dipanasi" oleh isu sempit yang sebenarnya telah lama tidak kita persoalkan.

Isu-isu minoritas memang masih selalu ada dalam perjalanan panjang bangsa ini menuju demokrasi, tetapi pada akhirnya semua mata akan tetap terbuka pada siapa yang benar-benar dan sungguh-sungguh datang membawa kebaikan. Seperti yang terjadi di Amerika Serikat, kemenangan yang diperoleh Michelle Wu dan Abdullah Hammoud yang terpilih sebagai Walikota dalam proses pemilihan yang betul-betul "luber" adalah contoh kecil bagaimana sebuah kebenaran akan mendapat tempat di hati masyarakat pemilih.***