Aktivis Akan Terus Kawal Kasus Irfan Suryanagara agar Tidak Berujung Vonis Ringan

Aktivis Akan Terus Kawal Kasus Irfan Suryanagara agar Tidak Berujung Vonis Ringan
Lihat Foto

WJtoday, Kab Bandung - Pengadilan Negeri (PN) Bale Bandung, Kabupaten Bandung kembali menggelar sidang lanjutan kasus dugaan penipuan penggelapan dengan terdakwa Irfan Suryanagara, mantan Ketua DPRD Jabar, Senin (2/1/2022). 

Persidangan diwarnai aksi unjuk rasa massa organisasi kemasyarakat (ormas). Mereka mendesak majelis hakim menjatuhkan hukuman setimpal kepada terdakwa. Aksi unjuk rasa tersebut terjadi sebelum persidangan digelar.

Sementara itu, aktivis sekaligus salah satu pendemo, Agus Satria menambahkan pihaknya akan mengawal kasus tersebut saat di persidangan. Hal ini dilakukan agar perkara itu tak diputus ringan seperti kasus Doni Salmanan.

"Tuntutan kami tetap berdasarkan pada keadilan terhadap korban. Jangan sampai kasusnya seperti Doni Salmanan yang divonis ringan, padahal tuntutannya berat," sebut Agus.

Sementara itu, pada persidangan kali ini, jaksa penuntut umum (JPU) menghadirkan saksi ahli hukum pidana dari Universitas Indonesia (UI) Floradianti. 

Di persidangan, ahli hukum pidana Floradianti memberi penjelasan terkait Pasal 372, Pasal 378 KUHP, dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).  

Untuk Pasal TPPU, Floradianti menyebut dapat diterapkan azas pembuktian terbalik atas kasus itu. Penyitaan aset atas hasil kejahatan dapat dilakukan dengan pembuktian tindak pidana asal terlebih dahulu.

Dalam persidangan yang dipimpin Dwi Sugianto, saksi ahli menyatakan unsur tindakan 372 dan 378 dalam kasus ini bisa dalam bentuk seseorang membuat kesepakatan dengan orang lain. 

Namun, kesepakatan itu buyar di tengah perjalanan karena adanya tindakan seseorang yang ingin menguasai sebagian atau seluruh aset dalam kesepakatan tersebut.

Saksi juga menjelaskan mengenai dugaan terjadinya TPPU dalam kasus ini, yaitu adanya penyamaran dengan menggabungkan antara dana hasil kejahatan dengan dana bukan hasil kejahatan.

“372 itu sifatnya ingin menguasai barang separuh atau sepenuhnya. Padahal barang itu milik orang lain tanpa adanya tindakan kejahatan berupa pembuatan nama palsu dan lainnya. Tetapi dalam 378 turut disertai tindakan kejahatan tadi. Itu perbedaannya,” terang Floradianti.

Saksi juga menjelaskan mengenai dapat dilakukannya asas pembuktian terbalik dalam kasus TPPU ini.

Saat saksi menjawab pertanyaan kuasa hukum terdakwa mengenai penyitaan aset, saksi menjelaskan bahwa penyitaan hasil kejahatan harus dilihat setelah terjadinya tindak pidana.

Menanggapi keterangan saksi ahli itu, kuasa hukum terdakwa Rendra T. Putra menuturkan, kesaksian dari saksi ahli ini memang normatif.

“Namun seperti terungkap dalam persidangan dari keterangan saksi ini, rasanya sulit untuk membuktikan terjadinya 372 dan 378. Kalau pun itu terjadi, tentu ini larinya perdata. Kan seperti itu disampaikan. Jadi ada kemungkinan kasus ini masuk ranah perdata juga,” ujar Rendra.  ***