Alasan Mengapa Hanya Presiden Jokowi yang Bisa Selamatkan Pegawai Tak Lulus TWK

Alasan Mengapa Hanya Presiden Jokowi yang Bisa Selamatkan Pegawai Tak Lulus TWK
Lihat Foto

WJtoday, Jakarta - Novel Baswedan dan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak lulus tes wawasan kebangsaan (TWK) tinggal menghitung hari akan dipecat dari lembaga anti rasuah itu. Batas waktunya hingga 1 November 2021. 

Tapi semua bisa berubah bila Presiden Joko Widodo atau Jokowi turun tangan. Apa Jokowi mau?

Menurut praktisi hukum, Febri Diansyah, Sabtu (25/9/2021), ada lima alasan kenapa Presiden seharusnya mengangkat 56 pegawai KPK yang disingkirkan pimpinan menggunakan alasan tes wawasan kebangsaan atau TWK.

"Alasan 1, presiden adalah Kepala Negara. Sebagai Kepala Negara Kesatuan Republik Indonesia, ia adalah pemimpin tertinggi dalam penyelenggaraan negara ini. Apalagi terkait pemberantasan korupsi. Karena kita tahu, korupsi adalah virus paling jahat yang menggerogoti negara," beber Febri Diansyah.

Febri melanjutkan, alasan kedua, Presiden bersama DPR yang merevisi UU KPK sehingga menempatkan KPK dalam rumpun eksekutif (Pasal 1 angka 3 UU 19 tahun 2019).

"Bahkan, Presiden juga yang mengirim surat ke DPR dan menugaskan Menkumham dan Menpan RB untuk membahas revisi UU KPK," jelas dia.

Alasan ketiga, tambah Febri, presiden yang menandatangani Peraturan Pemerintah No.17 Tahun 2020 tentang Manajemen PNS.

"Presiden disebut sebagai pemegang kekuasaan tertinggi pembinaan PNS, sehingga berwenang, mengangkat& memberhentikan PNS. Kekuasaan yang ada di KPK hanya delegasi dari Presiden," tutur dia.

Alasan keempat, menurut Febri, janji politik saat menjadi calon Presiden baik periode 1 dan 2 dan pernyataan politik sebagai Presiden untuk memperkuat KPK dan Pemberantasan Korupsi.

"Inilah saat terbaik menyelamatkan KPK dari persekongkolan menyingkirkan para pegawai KPK menggunakan TWK yang bermasalah," beber dia.

Dan alasan kelima, dua lembaga negara yakni Ombudsman RI (ORI) dan Komnas HAM menemukan masalah serius dalam pelaksanaan TWK.

"ORI menemukan malaadministrasi dan Komnas HAM bilang ada 11 pelanggaran HAM dalam pelaksanaan TWK. Bahkan, para pegawai dihambat mengetahui info TWK yang membuat mereka disingkirkan," tegas Febri.

Febri mengungkapkan, apa yang dia sampaikan bukan berarti memaksa presiden, sekalipun penyelamatan KPK adalah tanggung jawabnya.

"Kita juga memang tidak bisa mendikte Presiden. Hanya, sebagai warga negara, kita berhak sampaikan harapan. Harapan agar Presiden bertindak sebagai Presiden," ujar dia.

"Pak Presiden yang kami hormati, kondisi KPK berada pada situasi paling kelam. Berbuatlah sesuatu, niscaya ini akan jadi cerita untuk generasi nanti. Bahwa pernah ada sebuah negeri yang dipimpin oleh seorang Presiden yang ….," urai Febri tanpa melanjutkan ucapannya.***

Baca Juga : Jokowi Tak Bisa Lepas Tangan dari Persoalan TWK KPK