Alasan Mengapa Mochtar Kusumaatmadja Perlu Diganjar Pahlawan Nasional

Alasan Mengapa Mochtar Kusumaatmadja Perlu Diganjar Pahlawan Nasional
Lihat Foto

WJtoday, Jakarta - Indonesia tidak akan menikmati kedaulatan dan potensi kelautannya, bila pemikiran mengenai wawasan nusantara tidak diperkenalkan Prof. Mochtar Kusumaatmadja. 

"Sebelum Deklarasi Djuanda yang banyak berisi pemikiran Prof. Mochtar, luas perairan kita hanya 3 mile dari gari pantai terluar," ujar Guru Besar Ilmu Sejarah Universitas Diponegoro (Undip) Singgih Tri Sulistiyono melalui keterangannya, Rabu (29/12/2021).

Menurut Singgih usai Konferensi Meja Bundar (1949), Belanda ingin tetap mempertahankan Irian Barat sebagai jajahannya dan ingin tetap menancapkan pengaruh ekonomi dan politiknya di Indonesia. Mereka dengan leluasa memasuki perairan di antara pulau-pulau wilayah Indonesia. Hal itu bisa dilakukan karena perairan tersebut dianggap perairan internasional, sementara wilayah Indonesia hanya daratan dan perairan sejauh 3 mil dari ujung terluar daratan. 

Kala itu, menurut Singgih, Mochtar Kusumaatmadja berpikir bahwa lautan di dalam wilayah kepulauan merupakan satu kesatuan sebagai tanah air. Atas pemikirannya itu, ia menolak batas-batas kedaulatan Republik Indonesia yang diklaim Belanda. 

Hingga tahun 1950-an, Indonesia masih menggunakan Ordonansi Belanda 1939. Aturan itu menegaskan, bahwa luas wilayah laut territorial Indonesia hanya 3 mil. Mochtar Kusumaatmadja membuat, luas perairan Indonesia menjadi 12 mil. Kini luas Indonesia menjadi 1,919 juta km², yang merupakan hasil perjuangan Prof. Mochtar Kusumaatmadja untuk menyatukan daratan dan perairan Nusantara.  

Mochtar Kusumaatmadja membuat garis dasar lurus pada peta, yang ditarik dari satu titik terluar ke titik terluar lain dari wilayah darat atau pulau yang dikuasai oleh Indonesia.  Ini sering disebut sebagai metode point to point, sehingga seluruh kepulauan Indonesia diikat oleh sabuk straight baseline. Hasilnya wilayah perairan dan daratan (pulau) merupakan satu kesatuan, yang disebut sebagai kepulauan Indonesia yang mencakup darat dan lautnya. Sehingga cita-cita mengenai tanah air terwujud berkat ide cerdas Mochtar Kusumaatmadja.

Wawasan Nusantara yang diperkenalkan Mochtar dideklarasikan sebagai Deklarasi Djuanda merujuk nama Perdana Menteri Indonesia saat itu. Setelah melalui perjuangan yang panjang akhirnya pada 1982 konsep Wawasan Nusantara yang dianggap sepadan dengan konsep Archipelagic State menjadi bagian integral dari United Nations Conventions on the Law of the Sea (UNCLOS).  

Singgih yang juga Ketua DPP LDII itu, mengatakan, dengan pemikiran Mochtar tersebut kedaulatan Indonesia tidak tercerai berai. Bahkan ia menyebut, Mochtar memberi sumbangsih perjalanan sejarah bangsa. 

Secara lebih mendalam, Singgih menjelaskan bahwa sejak 1 Agustus 1957, Mochtar ditugaskan oleh Perdana Menteri Djuanda untuk bergabung ke dalam Panitia Interdepartemental yang bertugas menyusun RUU wilayah perairan Indonesia dan lingkungan maritim untuk mengganti Ordonansi 1939 (’Territoriale Zee en Maritieme Kringen Ordonantie’)  yang mengatur wilayah perairan Hindia Belanda yang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman.

“Langkah sistematis Mochtar, yakni melakukan tinjauan kritis terhadap Ordonansi 1939 yang masih terus berlaku selama masa kemerdekaan karena memang pemerintah Republik Indonesia belum melakukan perubahan ataupun penggantian,” terangnya. 

Kedua, Mochtar mencari rujukan yurispudensi yang bisa dijadikan sebagai preseden untuk menciptakan produk hukum sebagai basis untuk mengklain wilayah darat dan laut Indonesia sebagai satu kesatuan yang utuh. 

“Ia memperoleh rujukan dari penyelesaian kasus The Anglo-Norwegian Fisheries case 1949 di mana Pemerintah Norwegia mengukur laut teritorialnya dengan menarik garis pangkal lurus (straight baseline) dari titik-titik terluar daratan pada waktu air surut lalu ditambah 4 mil laut. Mochtar menerapkan metode yang sama untuk wilayah Indonesia dengan membentangkan laut teritorial seluas 12 mil laut,” jelas Singgih. 

Pada akhirnya pemikiran dan draf Mochtar inilah yang kemudian diumumkan oleh pemerintah kepada seluruh dunia pada 13 Desember 1957 melalui “Pengumuman Pemerintah mengenai Perairan Negara Republik Indonesia”. Itu pula yang terkenal dengan sebutan Deklarasi Djuanda.***