Angka Kemiskinan Naik, Anggaran Rp 500 T Habis untuk Rapat dan Studi Banding

Angka Kemiskinan Naik, Anggaran Rp 500 T Habis untuk Rapat dan Studi Banding
Lihat Foto

WJtoday, Jakarta - Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) Abdullah Azwar Anas mengungkapkan anggaran kemiskinan yang tersebar di kementerian/lembaga (KL) hingga Rp500 triliun habis hanya untuk kegiatan rapat hingga studi banding.

Artinya, anggaran yang harusnya dipergunakan untuk menekan kemiskinan, tidak dilakukan sebagaimana mestinya.

"Programnya kemiskinan, tapi banyak terserap ke studi banding kemiskinan. Banyak rapat-rapat tentang kemiskinan. Ini saya ulangi lagi, menirukan Bapak Presiden, dan banyak program studi dan dokumentasi kemiskinan sehingga dampaknya kurang," kata Anas.

Pernyataan itu pun menerima respons dari berbagai pihak. Di antaranya datang dari anggota dewan dan lembaga swadaya masyarakat (LSM).

Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Fraksi PKB Marwan Dasopang mengatakan bahwa memang selama ini belanja sosial belum mencerminkan percepatan mengangkat status masyarakat miskin menjadi hidup lebih layak dan bisa melakukan aktivitas produktif untuk menutupi kebutuhan.

Marwan menilai dari puluhan juta masyarakat miskin yang setiap tahun mendapat bantuan sosial, pasti banyak di antara mereka yang mampu berkembang jika diberi bantuan permodalan yang cukup.

"Membicarakan orang miskin, menghabiskan anggaran besar, padahal si miskin itu butuh Rp20 juta saja, keluar dari kemiskinan. Dikasih saja modal yang betul-betul, yang tidak bisa diangkat, itulah yang baru kita santuni," katanya.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Misbah Hasan mengaku tak heran dengan pernyataan MenPANRB tersebut. Sebab, fenomena anggaran pemerintah triliunan rupiah habis untuk rapat dan studi banding merupakan persoalan klasik yang terjadi setiap tahun.

"Pak Azwar Anas pasti tahu persis persoalan ini karena beliau pernah menjadi Kepala Daerah," kata Misbah saat dihubungi.

Ia menjelaskan dalam struktur APBN maupun APBD, belanja negara dibagi menjadi tiga, yaitu belanja pegawai, belanja barang/jasa atau belanja habis pakai, dan belanja modal.

Jika dipersentasekan, ia melanjutkan, belanja pegawai dan belanja barang/jasa porsinya lebih besar di tiap KL. Biasanya, belanja itu 'bersembunyi' di balik nama program atau kegiatan yang seakan-akan untuk pengentasan kemiskinan.

"Banyak nama program atau nama kegiatan yang bagus-bagus dan seakan-akan berpihak kepada masyarakat miskin. Namun, ketika kita tracking lebih dalam ke rincian output hingga komponen, ujung-ujungnya untuk makan/minum dan perjalanan birokrasi," katanya.

Sebaliknya, lanjut Misbah, anggaran yang betul-betul menyasar masyarakat miskin dan kelompok-kelompok rentan justru sangat minim.

"Untuk itu, pemerintah harus jujur menyampaikan detail informasi anggaran penanggulangan kemiskinan, harus rinci informasinya, bukan gelondongan," tegasnya.

Naiknya angka kemiskinan

Badan Pusat Statistik (BPS) baru saja merilis angka kemiskinan September 2022 pada Senin, 16 Januari 2023. Persentase penduduk miskin pada September 2022 tercatat sebesar 9,57 persen (26,36 juta orang). Angka tersebut meningkat sebesar 0,03 persen poin atau sekitar 0,20 juta orang dibandingkan kondisi Maret 2022. Namun, jika dibandingkan dengan angka di September 2021, persentase penduduk miskin sebenarnya mengalami penurunan sebesar 0,14 persen poin atau berkurang 0,14 juta orang.

Jika kita lihat berdasarkan daerah, tingkat kemiskinan September 2022 baik di daerah perkotaan maupun di perdesaan, juga sama-sama mengalami peningkatan dibandingkan Maret 2022. Di daerah perkotaan, jumlah orang miskin bertambah 0,16 juta orang. Sementara itu, pada periode yang sama, di daerah perdesaan, jumlah orang miskin bertambah sekitar 0,04 juta orang.

Peningkatan angka kemiskinan tersebut tentu menarik perhatian. Pasalnya, sejak Maret 2021 hingga Maret 2022 lalu, angka kemiskinan sudah berhasil ditekan kembali pasca kenaikan akibat pandemi Covid-19. Tingkat kemiskinan yang sempat mencapai dua digit lagi yakni sebesar 10,19 persen pada September 2020, sudah berhasil menurun kembali sampai tingkat 9,54 persen pada Maret 2022.***