Tim PPATK Ungkap Aliran Dana Kasus Jiwasraya Capai Rp100 Triliun

Tim PPATK Ungkap Aliran Dana Kasus Jiwasraya Capai Rp100 Triliun
Lihat Foto
WJtoday, Jakarta - Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Dian Ediana Rae dalam Rapat Dengar Pendapat di Komisi III DPR menyatakan aliran dana terkait PT Asuransi Jiwasraya (Persero) mencapai Rp100 triliun sejak Januari 2008 hingga Agustus 2020.

Hal ini diungkapkan Dian dalam rapat dengar pendapat pada Kamis (3/9) terkait pengungkapan aliran dana dan traksaksi yang mencurigakan terkait Kasus Jiwasraya.

Menurut Dian, aliran dana ini meliputi transaksi baik melalui saham, reksa dana dan pihak lain yang terhitung sejak tahun 2008 sampai dengan Agustus 2020.

"Hasil analisis kami untuk tidak menimbulkan persepsi salah, bahwa total aliran dana yang kami maksud dari Januari 2008 sampai dengan Agustus 2020 sebesar Rp 100 triliun. Uang keluar masuk Jiwasraya dengan MI (manajer investasi) atau pihak lain," kata Dian.

PPATK saat ini terus melakukan penelusuran dengan prinsip mengikuti aliran uang (follow the money) secara de facto mengalir ke mana saja. PPATK melibatkan 53 bank dan 49 lembaga keuangan non bank untuk menelusuri aliran transaksi. Hasil akhinya, informasi dari PPATK akan ditindaklanjuti oleh penegak hukum.

"Kompliasi kasus ini cukup besar, semua aliran dana sekecil apapun harus kita ikuti. Ini memakan waktu lumayan signifikan, pemilihan 53 bank, 49 non bank.

Berdasarkan penelusuran PPATK, kerugian yang terjadi di kasus Jiwasraya tak hanya disebabkan oleh kondisi pasar, melainkan ada modus fraud yang dilakukan untuk menguntungkan pihak tertentu dan melibatkan oknum yang terlibat, mulai dari perusahaan sekuritas, manajemen investasi dan diinstruksikan oleh pihak-pihak yang terafiliasi dengan emiten tertentu.

"Instruksi dilakukan pihak-pihak terafiliasi emiten yang sudah dikendalikan arranger, HH (Heru Hidayat), JHT (Joko Hartono Tirto), dan MM (Moudy Mangkei). Keputusan MI dilakukan secara tidak independen. Kami mengindikasikan terdapat fraud dalam pengelolaan Asuransi Jiwasraya," ujarnya lagi.

Sementara itu, Anggota Komisi III dari Fraksi PDIP, Arteria Dahla meminta penegak hukum untuk mengusut perihal dugaan pihak-pihak lain yang ikut terlibat dalam kasus mega korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero).

Menurut Arteria, kasus Jiwasraya yang suah merugikan negara Rp16,8 triliun ini, diduga melibatkan pelaku lainnya selain 6 terdakwa yang sudah ditetapkan Kejagung.

Untuk itu, secara khusus ia meminta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan Kejaksaan Agung juga menelusuri nama lain.

Tak hanya itu, Komisi III DPR juga mendesak agar aparat melakukan penelurusan terkait pejabat lainnya di lingkungan Otoritas Jasa Keuangan.

"Benny Tjokro hanya pengusaha golongan ekonomi lemah. Di belakangnya ada yang hebat, saya tidak menuduh orang, saya menyatakan tolong ini bapak telaah, ujung-ujungnya ada namanya Bapak Rosan. Ini baru satu perkara," kata Arteria Dahlan, dalam Rapat Dengar Pendapat di Komisi III DPR bersama PPATK dan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejagung.

"Tugas PPATK mengecek yang seperti ini, yang kakap-kakap," urai Dahlan.

Sementara itu, dalam penjelasannya di Kompleks Parlemen, Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Ali Mukartono menjelaskan, usulan dari DPR terkait nama-nama maupun perusahaan lain yang diduga ikut terlibat akan menjadi bahan masukan Kejagung untuk melakukan penelahaan lebih lanjut.

"Nanti kalau ada perkembangan siapapun masih terbuka," jelas Ali Mukartono.

Sebagai informasi, Kejagung telah menetapkan 6 orang terdakwa kasus Jiwasraya. Keenam terdakwa tersebut antara lain Benny Tjokrosaputro, Dirut PT Hanson International Tbk/MYRX). Heru Hidayat, Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Tbk/TRAM), Hary Prasetyo yang merupakan Direktur Keuangan Jiwasraya periode Januari 2013-2018, dan Hendrisman Rahim yang juga Direktur Utama Jiwasraya periode 2008-2018.

Lainnya yakni Syahmirwan, mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya dan satu lagi Direktur PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto. Pada Jumat (26/6/2020), tambah lagi tersangka yakni 13 perusahaan manajer investasi dan 1 petinggi Otoritas Jasa Keuangan (OJK).***