Omnibus Law : Mimpi Besar Jokowi Namun Tidak Disukai Publik

Omnibus Law : Mimpi Besar Jokowi Namun Tidak Disukai Publik
Lihat Foto
WJtoday, Jakarta - Ketika Joko Widodo terpilih kembali sebagai Presiden Indonesia tahun lalu, mimpinya adalah mengubah negara ini menjadi negara yang memiliki pendapatan per kapita tahunan sebesar Rp320 juta dan produk domestik bruto sebesar US$7 triliun pada 2045.
 
Menjanjikan reformasi ekonomi tambahan selama pidato pelantikannya pada 20 Oktober, Jokowi berbicara tentang Indonesia yang akan keluar dari jebakan pendapatan menengah dan menjadi salah satu dari lima ekonomi dunia teratas dengan tingkat kemiskinan mendekati nol.

Dia kemudian memperkenalkan konsep “omnibus law”, undang-undang tunggal yang bertujuan untuk menangani undang-undang bermasalah yang diketahui menghalangi investasi asing di beberapa sektor.

“Mari berlayar, helm saya terpasang. Bersama-sama kita bergerak menuju Indonesia maju!” adalah seruannya.

Tak sampai setahun kemudian, omnibus law tersebut disahkan di DPR pada Senin (5/10). Mengingat membosankannya harus merevisi lebih dari 70 undang-undang yang ada dan lebih dari 1.200 klausul, itu adalah prestasi besar, tulis The Straits Times.

Tapi dengan sangat cepat, protes jalanan pecah di seluruh negeri dan masih berlangsung.

Sepintas lalu, akan sulit untuk menentang undang-undang yang disebut-sebut sebagai penangkal banyak kesengsaraan investasi di Indonesia, 

Pada intinya, undang-undang baru ini akan merampingkan birokrasi, menghapus peraturan yang tumpang tindih dan sering kali bertentangan, dan memicu ekonomi yang lemah yang terguncang akibat dampak pandemi virus corona yang menghancurkan.
 
Investor asing sudah lama mengeluhkan rendahnya produktivitas tenaga kerja Indonesia. Antara lain, masalah pesangon membuat karyawan tetap sangat sulit diberhentikan. Akibatnya, banyak yang menolak perekrutan baru dan menggunakan kontrak bergulir untuk melakukan outsourcing pekerjaan.

Namun, omnibus law muncul pada saat masyarakat Indonesia menderita kesulitan ekonomi karena pemotongan pendapatan dan kehilangan pekerjaan.

“Meskipun akan bermanfaat bagi bisnis dan investor, ini akan memberi umpan bagi protes,” terang Made Supriatma, rekan tamu ISEAS-Yusof Ishak Institute.

“Melihat apa yang terjadi di jalanan Jakarta dan kota-kota besar lainnya, saya khawatir ini akan lepas kendali. Kami sedang berada di tengah pandemi dan masyarakat lebih marah dari biasanya,” tambahnya.

Omnibus law, yang mencakup antara lain penciptaan lapangan kerja, perpajakan, dan investasi, mendapat respons beragam sejak awal.

Tidaklah mengherankan jika pemerintah mana pun akan menghadapi perlawanan dalam upaya membuat perubahan yang akan berdampak buruk bagi sebagian besar penduduk.

Oleh karena diperkirakan akan mendapat perlawanan,seharusnya perlawanan dan kemarahan bisa diminimalisir seandainya ada transparansi yang lebih besar.

Namun menurut berbagai kalangan,masyarakat malah tidak diajak berkonsultasi dan peraturan baru menghapus perlindungan bagi lingkungan dan pekerja, tambah mereka.

Timboel Siregar, Koordinator BPJS Watch, mengatakan, undang-undang omnibus law akan memungkinkan perusahaan untuk mempekerjakan karyawan tanpa batas waktu melalui pengaturan kontrak, menghapus batas waktu dua tahun yang sebelumnya diperlukan untuk karyawan baru.

Ia juga mempersoalkan penetapan upah minimum hanya untuk tingkat provinsi.

“Biaya hidup di Jakarta berbeda dengan biaya hidup di desa provinsi. Perusahaan dapat mengeksploitasi hukum dan membayar semua orang dengan cara yang sama dan itu tidak adil,” katanya 
 
Asep Komarudin, juru kampanye hutan senior Greenpeace Indonesia, mengatakan, undang-undang omnibus law telah membatalkan klausul pertanggungjawaban ketat yang penting, yang memberikan dasar hukum untuk menuntut perusahaan karena menyebabkan kerusakan lingkungan.

“Sanksi administratif saja lemah dan tidak memberikan pencegahan. Ini berarti kebakaran hutan dan kabut asap akan terus terjadi,” tuturnya.

Made mengatakan bahwa Jokowi perlu berjalan hati-hati. Meskipun dia telah menerima dukungan mayoritas di Parlemen, undang-undang baru tersebut sangat tidak disukai publik.

“Bagaimana dia bereaksi terhadap protes ketika protes menjadi lebih besar dan tidak terkendali, akan menentukan kekuatannya dan keseluruhan kepresidenannya,” tambahnya.

Wabah COVID-19 telah menggagalkan banyak rencana ekonomi dan proyek infrastruktur Jokowi.

Omnibus law dapat menjadi berkah bagi warisan abadi Jokowi ketika dia meninggalkan jabatannya pada 2024. Itu juga bisa menjadi bencana, jika ia tergesa-gesa untuk melakukan reformasi yang diinginkannya dan menyebabkan reaksi publik yang besar.***