UU Cipta Kerja : Muhammadiyah Minta Ditunda,Presiden Bisa Saja Merevisi

UU Cipta Kerja : Muhammadiyah Minta Ditunda,Presiden Bisa Saja Merevisi
Lihat Foto
WJtoday, Jakarta - Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir mengapresiasi sikap Presiden Joko Widodo dan keterbukaan berdialog dengan berbagai elemen masyarakat terkait dengan Omnibus Law UU Cipta Kerja. 

Dalam dialog itu, PP Muhammadiyah menyampaikan catatan dan masukan tertulis yang diserahkan langsung kepada Presiden. 

“Untuk menciptakan situasi yang tenang dan kemungkinan perbaikan, PP Muhammadiyah mengusulkan agar Presiden dapat menunda pelaksanaan UU Cipta Kerja sesuai peraturan yang berlaku. Di Indonesia terdapat beberapa UU yang ditunda pelaksanaannya karena berbagai alasan, misalnya kesiapan, penolakan dari masyarakat, dan lain-lain,” kata Haedar Nashir seperti diungkapkan Sekum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti. 

Terhadap masukan itu, Presiden menyatakan akan mengkaji dengan saksama. Dalam pertemuan tersebut, Presiden menjelaskan secara panjang lebar terkait dengan latar belakang, materi, dan peran strategis dalam peningkatan ekonomi di Indonesia. 

Presiden juga menegaskan sikap dan pandangan terkait dengan banyaknya kritik dari masyarakat. Terhadap kritik itu, Presiden menegaskan posisinya yang tidak akan menerbitkan perppu, tetapi membuka diri terhadap masukan dari berbagai pihak, termasuk mungkin merevisi materi Omnibus Law UU Cipta Kerja yang bermasalah. 

Presiden mengakui komunikasi politik antara pemerintah dan masyarakat terkait dengan UU Cipta Kerja memang kurang dan perlu diperbaiki. 

Dalam pertemuan itu juga dihadiri Sutrisno Raharjo (Ketua Majelis Hukum dan HAM), Pratikno (Mensesneg), dan Airlangga Hartarto (Menko Perekonomian). 

Di sisi lain, Chief Economist & Investment Strategist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia Katarina Setiawan melihat sejauh ini respons pasar cukup positif terlihat dari nilai tukar rupiah yang menguat. 

“Dalam pandangan kami, UU Cipta Kerja ini berpotensi menimbulkan sentimen positif bagi dunia usaha,” kata Katarina,” ujarnya. 

“Tujuan utama dari UU ini untuk meningkatkan iklim usaha di Indonesia sehingga dapat menarik investasi ke dalam negeri, terutama di tengah tren relokasi pabrik dari Tiongkok ke negara Asia lain.” 

Menurut Katarina, undang-undang ini harus diikuti dengan peraturan lanjutan dan eksekusi yang efektif.***