Twitter Hapus Cuitan Kontroversi Mahathir Soal Serangan Teror Prancis

Twitter Hapus Cuitan Kontroversi Mahathir Soal Serangan Teror Prancis
Lihat Foto
WJtoday.com - Mantan Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Mohamad menulis tweet Muslim memiliki hak ‘untuk membunuh jutaan orang Prancis’ terkait ucapan Presiden Prancis Emmanuel Macron yang menghina Islam. 

Twitter pun akhirnya menghapus postingannya.

Kritikan Mahathir itu ditujukan setelah dibunuhnya seorang guru di Prancis yang membawa kartun Nabi Muhammad di kelas sebagai bahan ajaran. Insiden itu menuai kecaman dari Macron yang berujung pada dorongan memboikot barang-barang Prancis.

Cuitan Mahathir sendiri muncul beberapa jam setelah serangan teror di Baliska Notre-Dame di Nice, Prancis yang membuat tiga orang tewas dan lainnya terluka pada Kamis pagi (29/10) waktu setempat.

Tulisan Mahathir memicu kemarahan yang meluas dan mendorong Twitter untuk menghapus postingannya.


Tiga orang terbunuh di sebuah gereja di kota Prancis selatan, dengan penyerang menggorok leher setidaknya satu dari mereka. Prancis mengatakan ini sebagai tindakan terorisme terbaru yang mengguncang negara itu.

Mahathir menulis serangkaian tweet merujuk pada pemenggalan kepala guru bahasa Prancis Samuel Paty di Paris baru-baru ini. Mahathir mengatakan dia tidak menyetujui serangan itu tetapi kebebasan berekspresi tidak termasuk ‘menghina orang lain’.

"Terlepas dari agama yang dianut, orang yang marah membunuh," kata pria berusia 95 tahun yang blak-blakan itu, seperti dikutip dari AFP, Jumat 30 Oktober 2020.

"Prancis dalam perjalanan sejarahnya telah membunuh jutaan orang. Banyak di antaranya adalah Muslim. Muslim memiliki hak untuk marah dan membunuh jutaan orang Prancis untuk pembantaian di masa lalu,” tegas Mahathir.

Tapi dia menambahkan bahwa "pada umumnya Muslim belum menerapkan hukum ‘nyawa dibayar nyawa. Muslim tidak. Prancis pun tidak seharusnya."

Mahathir, yang menjabat sebagai perdana menteri Malaysia dua kali selama total 24 tahun, mengatakan bahwa Presiden Prancis Emmanuel Macron ‘tidak menunjukkan bahwa dia beradab’, menambahkan bahwa dia ‘sangat primitif’.

"Orang Prancis harus mengajari orang-orangnya untuk menghargai perasaan orang lain. Karena Anda telah menyalahkan semua Muslim dan agama Islam atas apa yang dilakukan oleh satu orang yang marah, maka Muslim berhak menghukum orang Prancis,” tegas Mahathir.

"Boikot tidak dapat menjadi kompensasi kesalahan yang dilakukan oleh Prancis selama ini,” imbuh Mahathir yang tidak merujuk langsung ke serangan Nice.

Komentarnya memicu kecaman luas, dengan pengguna media sosial menyebut mereka ‘keterlaluan’ dan ‘tercela’.

Twitter awalnya menandai tweetnya tentang membunuh ‘jutaan orang Prancis’ sebagai ‘memuliakan kekerasan’, tetapi tidak menghapusnya. Namun, tak lama kemudian, tweet tersebut dihapus seluruhnya.

Menteri Urusan Digital Prancis, Cédric O mengatakan dia telah berbicara dengan pejabat Twitter untuk segera menangguhkan akun resmi Mahathir.

"Jika tidak, Twitter akan menjadi kaki tangan pembunuhan," ujarnya.

Pemenggalan Samuel Paty mendorong Macron menjanjikan tindakan keras terhadap ekstremisme Islam. Macron bahkan menyebutkan Islam sebagai ‘agama yang dalam krisis’. 

Namun langkah tersebut telah mengobarkan ketegangan, dengan protes terhadap Prancis meletus di beberapa negara Muslim.***