Selain Kapolda dan Kapolres, Menko Polhukam Mahfud MD Juga Perlu Dievaluasi

Selain Kapolda dan Kapolres, Menko Polhukam Mahfud MD Juga Perlu Dievaluasi
Lihat Foto
WJtoday, Jakarta - Desakan agar Presiden Joko Widodo mencopot Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mulai bermunculan. Desakan muncul seiring dengan adanya pencopotan terhadap dua kapolda karena membiarkan kerumunan massa di serangkaian acara kepulangan Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab ke Indonesia.

Selain pencopotan Kapolda Metro Jaya Irjen Nana Sudjana, Kapolda Jawa Barat Irjen Rudy Sufahriadi, pencopotan lainnya terjadi di kepolisian tingkat Kapolres, terdapat dua Kapolres yang terpaksa dicopot, yakni Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Heru Novianto, dan Kapolres Bogor AKBP Roland Ronaldy yang sontak mengagetkan publik.

Keempatnya dicopot karena membiarkan terjadinya pelanggaran protokol kesehatan Covid-19 terkait acara di Petamburan Jakarta dan Puncak Bogor yang diadakan dan dihadiri Imam Besar FPI, Habib M. Rizieq Shihab.

Pakar politik dan hukum dari  Universitas Nasional Jakarta, Saiful Anam menilai Mahfud layak dipecat lantaran menjadi orang pertama yang memberi lampu hijau Habib Rizieq menghadirkan kerumunan massa.

Dalam hal ini, Mahfud sempat mempersilakan para pendukung Habib Rizieq untuk menjemput ke Bandara Soekarno-Hatta pada 10 November lalu. Buntutnya, kerumunan massa terjadi dan sejumlah keberangkatan pesawat menjadi tertunda.

"Ini kan dadakan. Padahal Menkopolhukam sudah memberi lampu hijau, mestinya kalau kapolda salah, maka yang harus tanggung jawab kapolri, bahkan Menkopolhukam," ujarnya, Selasa (17/11).

Selain itu, Saiful Anam menilai, Presiden Joko Widodo sudah layak mengevaluasi Mahfud MD karena kerap berseberangan dengan visinya.

"Menkopolhukam Mahfud MD juga harus dievaluasi oleh Jokowi karena statementnya yang sering berseberangan dengan langkah yang diinginkan oleh Presiden Jokowi," pungkasnya.

Aktivis Perhimpunan Masyarakat Madani (Prima), Sya'roni mengatakan, pencopotan tersebut menunjukkan sikap tegas pemerintah.

"Mungkin baru kali ini terjadi. Dan diharapkan sikap tegas tersebut konsisten dijalankan," ujar Sya'roni, Selasa (17/11).

Menurut Sya'roni, sebelum pembiaran terhadap acara di Petamburan dan Puncak termasuk sebelumnya juga di Bandara Soetta, polisi sejatinya sudah menunjukkan sikap tegas terhadap acara-acara yang digelar Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI).

"Tak terhitung acara KAMI yang dibubarkan aparat meskipun acara tersebut dihadiri mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo. Namun banyak juga acara yang menghadirkan massa banyak tapi tidak dibubarkan. Misal pengiringan kandidat pilkada ke KPU daerah," tuturnya.

Setelah pencopotan para petinggi polisi, lanjut Sya'roni, diharapkan pemerintah bersikap tegas terhadap semua kerumunan massa. Pemerintah juga harus menjelaskan batas-batas kerumunan yang dilarang.

"Standar ganda, yakni melarang yang satu dan membiarkan yang lainnya hanya akan membingungkan publik," ucapnya.

Adapun Menko Polhukam Mahfud MD, sebaiknya meminta maaf kepada seluruh rakyat karena telah mempersilakan pendukung HRS menjemput Sang Habib ke bandara, sehingga menimbulkan kerumunan massa.

Kerumunan massa berlanjut pada acara di Petamburan dan Puncak. Dan kemudian berujung dengan pencopotan Kapolda Metro Jaya Irjen Nana Sudjana, dan Kapolda Jabar Irjen Rudy Sufahriadi.

"Apakah Mahfud layak dicopot? Itu tergantung Presiden. Dicopot tidaknya seorang menteri merupakan hak prerogatif Presiden," tutup Sya'roni.***