Isu Terdepak dari MUI, 3 Mantan Pengurus Ramai Dituding Sebagai 'Pengkritik Jokowi'

Isu Terdepak dari MUI, 3 Mantan Pengurus Ramai Dituding Sebagai 'Pengkritik Jokowi'
Lihat Foto
WJtoday, Jakarta - Musyawarah Nasional (Munas) X Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang digelar di Hotel Sultan, Jakarta, Kamis malam (26/11) memberikan pertanyaan besar di masyarakat. Hal itu terkait kepengurusan MUI yang dibentuk untuk periode 2020-2025.

Ada beberapa nama dan tokoh dari kepengurusan sebelumnya yang digadang-gadang akan dapat posisi baru, namun terdepak dari Kepengurusan MUI periode 2020-2025 tersebut.

Din Syamsuddin
Nama Din Syamsuddin tidak lagi masuk dalam struktur kepengurusan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Selain itu, muncul juga pemberitaan bahwa ulama yang mendukung aksi 212 dan ulama yang kritis tidak lagi masuk alias terdepak kepengurusan MUI.

Terkait hal itu, Din Syamsuddin angkat bicara. Menurut Din, adanya anggapan dirinya tidak masuk kepengurusan MUI karena bersikap kritis atau mendukung aksi 212, adalah penilaian yang keliru.

"Berita demikian keliru, mengandung insinuasi dan persepsi negatif. Tidak masuknya sejumlah tokoh ke dalam kepengurusan MUI tidaklah serta merta karena mereka kritis dan pendukung Gerakan 212. Kalau demikian, nanti bisa dipersepsikan yang masuk dalam kepengurusan MUI adalah ulama tidak kritis atau pro pemerintah," kata Din, kepada wartawan, Jumat, 27 November 2020.

Din menegaskan, tidak masuknya dalam kepengurusan MUI karena dia yang tak menginginkannya. Karena dia merasa sudah terlalu lama terlibat di MUI, yaitu 25 tahun. Yaitu sejak 1995 sebagai sekretaris, 2000 sebagai sekretaris umum, 2005-2010 sebagai wakil ketua umum, 2010-2014 sebagai wakil ketua umum, 2014-2015 sebagai ketua umum, saat itu KH. Maruf Amin sebagai wakil ketua umum, kemudian 2015-2020 sebagai ketua Dewan Pertimbangan.

"Saya pribadi tidak terlibat pada gerakan 212. Dan saya tidak masuk dalam kepengurusan baru adalah karena saya tidak bersedia. Sebelum Munas MUI, saya sudah sampaikan di dalam Rapat Pleno terakhir Dewan Pertimbangan MUI pada 18 November 2020 bahwa saya ingin berhenti dari keaktifan MUI," ujar Din.

Dalam kaitan ini, Din juga meminta maaf kepada segenap anggota Wantim MUI yang mendukung agar dirinya tetap memimpin Wantim MUI. Din juga menjelaskan alasannya tidak menghadiri Munas MUI dan mewakilkan kepada Wakil Ketua Wantim MUI Didin Hafiduddin untuk memberi sambutan dan menjadi formatur.

"Sebenarnya ada alasan, yaitu saya mendengar dan mengetahui ada pihak yang ingin menjadi ketua Wantim MUI, dan pengurus MUI. Saya berhusnuzhon mereka ingin berkhidmat di MUI, maka sebaiknya diberi kesempatan. Biarlah umat yang menilai dan Allah SWT yang mengganjari," ujar Din.

Bagi seorang pejuang, lanjut Din, khususnya pejuang Islam, perjuangan dan pengabdian untuk umat dan bangsa tidaklah terbatas dilakukan hanya dalam satu lingkaran organisasi seperti MUI. Tetapi bisa dilakukan pada berbagai lingkaran keaktifan.

"Jadi tidak masuk dalam kepengurusan suatu organisasi jangan dianggap sebagai masalah besar, begitu pula masuk dalam kepengurusan bukanlah hal istimewa," ujarnya.

Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat periode 2014-2020, Prof. M. Din Syamsuddin menjelaskan lebih lanjut terkait keputusannya.

Dia juga memutuskan untuk tidak menghadiri Munas X MUI dan mewakilkan kepada Wakil Ketua Wantim MUI Prof. KH. Didin Hafiduddin untuk memberi sambutan dan menjadi formatur.

"Sebenarnya ada alasan, yaitu saya mendengar dan mengetahui ada pihak yang ingin menjadi ketua Wantim MUI, dan pengurus MUI. Saya berhusnuzhon mereka ingin berkhidmat di MUI, maka sebaiknya diberi kesempatan. Biarlah umat yang menilai dan Allah SWT yang mengganjari," terangnya.

Pun, ia mengutip hadis Nabi Muhammad sallallahu ‘alaihi wa sallam terkait cara menentukan sosok yang menduduki sebuah jabatan. Sebagai wadah para ulama, MUI mestinya menentukan posisi jabatan sesuai dengan yang diajarkan Nabi.

"Walau ada Hadis Nabi 'jangan beri jabatan kepada yang menginginkannya', namun dalam suasana tidak normal serahkan saja jabatan itu kepada mereka (yang menginginkannya)," ujar Din.

Terakhir, Din meyebutkan, bagi seorang pejuang khususnya pejuang Islam, perjuangan dan pengabdian untuk umat dan bangsa tidaklah terbatas dapat dilakukan hanya dalam satu lingkaran organisasi seperti MUI, tapi bisa dilakukan pada berbagai lingkaran keaktifan.

"Jadi tidak masuk dalam kepengurusan suatu organisasi jangan dianggap sebagai masalah besar, begitu pula masuk dalam kepengurusan bukanlah hal istimewa," tutupnya.

Tengku Zulkarnain 
Tengku Zulkarnain tidak lagi jadi pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) periode 2020-2025. Tengku Zul legowo tak lagi jadi pengurus MUI.

"Kan harus ada regenerasi. Kalau saya merasa cukuplah, 10 tahun jadi wasekjen sudah cukup lama. Jadi saya pikir cukuplah, apalagi saya kan tidak dari organisasi besar awalnya, seperti MUI dan Muhammadiyah," kata Tengku Zul, Jumat (27/11/2020).

Tengku Zul mengatakan, selepas tidak jadi pengurus MUI, dirinya bisa lebih fokus pada kegiatan lain, seperti berdakwah hingga mengurus pesantrennya.

"Saya bisa konsentrasi ke yang lainlah, ngurus pesantren saya dan lain-lain, terus dakwah lagi dengan jemaah tablig, bisa keliling dunia. Ini kan suatu kegembiraan besar juga bagi saya," ujar Tengku Zulkarnain.

Lebih lanjut, terkait hasil fatwa yang dikeluarkan MUI dari hasil Munas X, Tengku Zul tidak mempermasalahkan hal itu. Dia yakin fatwa MUI tetap terjaga dari dulu.

Namun Tengku Zulkarnain meminta MUI tetap bersikap kritis terhadap kebijakan pemerintah yang dinilai tidak prorakyat.

"Kalau fatwa kan terjaga MUI dari dulu ya, kan ada 50-an orang yang duduk dalam memutuskan fatwa itu, jadi fatwa tetap terjaga dari dulu, apalagi tiga tahun sekali ada ijtima ulama fatwa. Kalau fatwa, insyaallah nggak masalah," tuturnya.

"Cuma kita berharap ke depan MUI tetap kritis terhadap kebijakan pemerintah yang dianggap tidak prorakyat, itu saja harapan saya," lanjut Tengku Zul.

Tengku Zulkarnain sebelumnya menjabat Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) MUI. Namun, pada struktur kepengurusan baru ini, namanya tidak ada, baik di jajaran dewan pertimbangan maupun dewan pimpinan MUI.

Slamet Maarif 
Ketua Persaudaraan Alumni 212 (PA 212) Slamet Maarif menanggapi santai susunan kepengurusan baru Majelis Ulama Indonesia (MUI) periode 2020-2025. Seperti diketahui, sejumlah tokoh yang terafiliasi dengan PA 212 terdepak dari kepengurusan baru MUI.

Slamet mengatakan, pihaknya menghormati hasil Musyawarah Nasional (Munas) X MUI.

"Kami menghormati musyawarah yang telah dilakukan oleh MUI. Teriring doa semoga MUI tetap berjuang untuk umat, bukan untuk penguasa," kata Slamet, Jumat (27/11).

Seperti diketahui, sejumlah tokoh MUI yang terafiliasi dengan PA 212 terdepak dari kepengurusan baru MUI. Di antaranya yakni Bachtiar Nasir, Yusuf Martak, dan Tengku Zulkarnain.

Bachtiar Nasir sebelumnya sempat menjabat sebagai Wakil Sekretaris Dewan Pertimbangan MUI periode 2015-2020. Bachtiar dikenal sebagai ulama yang berseberangan dengan pemerintah.

Nama Bachtiar mulai dikenal publik saat kasus penodaan agama oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok pada 2016.

Sosok berikutnya yang terdepak yakni Tengku Zulkarnain. Ia sempat menjabat sebagai Wakil Sekjen MUI periode 2015-2020.

Zulkarnain acap kali lantang mengkritisi kebijakan pemerintah. Ia juga terkenal dekat dengan tokoh-tokoh Aksi 212, seperti Rizieq Shihab. Bahkan, ia salah satu tokoh yang pertama menemui Rizieq setelah Imam Besar Front Pembela Islam itu kembali ke tanah air.

Selain itu, ada pula nama Yusuf Muhammad Martak yang dikenal publik sebagai Ketua GNPF Ulama, gerakan penerus GNPF MUI Bachtiar Nasir. Martak tercatat sebagai Bendahara MUI 2015-2020, tapi saat ini namanya tidak tercantum dalam dewan pertimbangan ataupun dewan pimpinan MUI.

MUI telah menyelesaikan Musyawarah Nasional (Munas) X. Hasilnya, Ketua Umum MUI dijabat oleh Miftachul Akhyar. Kemudian Anwar Abbas, Marsudi Syuhud, dan Basri Barmanda menjabat Wakil Ketua Umum MUI.

Sementara itu, Ma'ruf Amin menjadi Ketua Dewan Pertimbangan MUI. Ma'ruf menyebutkan keputusan penetapan kepengurusan ini tidak dapat diganggu gugat.

"Suasananya sangat cair, tidak alot, sehingga alhamdulillah pertemuan hasilkan keputusan Dewan Pengurus Harian dan Dewan Pertimbangan. Hasilnya tidak boleh diganggu gugat," kata Ma'ruf Amin.

Selain menetapkan kepengurusan, MUI juga menetapkan sejumlah fatwa. Ada lima fatwa yang ditetapkan dalam Munas X MUI. Berikut lima fatwa hasil Munas X MUI:
1. Fatwa tentang Penggunaan Human Diploid Cell untuk Bahan Produksi Obat dan Vaksin
2. Fatwa tentang Pendaftaran Haji Saat Usia Dini
3. Fatwa tentang Pemakaian Masker bagi Orang yang Sedang Ihram
4. Fatwa tentang Pembayaran Setoran Awal Haji dengan Utang dan Pembiayaan
5. Fatwa tentang Penundaan Pendaftaran Haji bagi Yang Sudah Mampu

Munas X MUI berlangsung di Hotel Sultan, Jakarta, 25-27 November 2020. Munas digelar secara luring dan daring. Peserta luring adalah pengurus MUI pusat dan perwakilan daerah, sementara peserta daring adalah para pengurus daerah. Munas X MUI mengangkat tema 'Meluruskan Arah Bangsa dengan Wasathiyatul Islam, Pancasila, dan UUD NRI 1945, secara Murni, dan Konsekuen'. ***