Ramai Komentar, Pemerintah Ikut Campur dalam Pembentukan Kepengurusan MUI 2020-2025

Ramai Komentar, Pemerintah Ikut Campur dalam Pembentukan Kepengurusan MUI 2020-2025
Lihat Foto
WJtoday, Jakarta - Majelis Ulama Indonesia (MUI) periode kepengurusan 2020-2025 resmi diumumkan, Rabu (26/11) malam. MUI telah menetapkan formasi baru kepengurusan untuk periode 2020-2025. Penetapan itu dilakukan setelah melalui rapat Musyawarah Nasional (Munas) ke X.

Posisi Ketua Umum MUI 2020-2025 saat ini dipegang oleh KH Miftachul Akhyar menggantikan KH Ma’ruf Amin. Kemudian, Ma’ruf Amin dipercaya untuk menempati posisi sebagai Ketua Dewan Pertimbangan MUI.

Atas perubahan jajaran dewan pimpinan dan dewan pertimbangan MUI, Anwar Abbas yang sekarang menjadi Wakil Ketua Umum MUI pun mengatakan bahwa pihaknya siap untuk mendampingi pemerintah dalam menjalankan tugasnya.

“MUI itu adalah mitra atau teman baik pemerintah. Teman yang baik itu kalau temannya berbuat baik ya di dukung, dan kalau berbuat salah ya diingat dan diluruskan,” ungkap dia, Jumat (27/11).

Apabila MUI sendiri tidak meluruskan pemerintah dalam menjalankan kebijakannya, maka itu bukanlah MUI itu sendiri. Maka dari itu, MUI akan mengawasi apa pelaksanaan birokrasi pemerintah.

“Kalau MUI tidak berani mengingatkan pemerintah bila pemerintah berbuat salah, maka berarti MUI bukanlah teman yang baik, tapi teman yang buruk dan MUI tidak mau seperti itu,” jelasnya.

Terkait dengan tidak ada nama Tengku Zulkarnain yang sebelumnya pernah menjadi Wasekjen MUI, ia enggan untuk menjawab.

Sebelumnya, Ma’ruf Amin yang memimpin rapat mengatakan bahwa penetapan pengurus baru MUI berjalan dengan lancar dan juga hasilnya sudah tetap atau tidak bisa dibatalkan.

“Suasananya sangat cair, tidak alot, sehingga Alhamdulillah pertemuaan hasilkan keputusan Dewan Pengurus Harian dan Dewan Pertimbangan. Hasilnya tidak boleh diganggu gugat,” kata dia.

Sejumlah nama baru muncul, wajah lama hilang seiring pengumuman Miftachul Akhyar sebagai Ketua Umum MUI periode 2020-2025.

Misalnya, nama Din Syamsuddin dan sejumlah ulama identik dikaitkan dengan Aksi 212 terdepak dari kepengurusan. Nama Din digeser Ma'ruf Amin. Wakil Presiden RI itu kini mengemban jabatan Ketua Dewan Pertimbangan MUI.

Dari susunan kepengurusan yang dibuka ke publik, selain nama Din yang hilang, raib juga nama mantan bendahara Yusuf Muhammad Martak, mantan wasekjen Tengku Zulkarnain, dan mantan sekretaris Wantim Bachtiar Nasir. Keempatnya dikenal sebagai tokoh yang keras mengkritik pemerintah. Din aktif di Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), dan tiga nama terakhir merupakan pentolan Aksi 212.

Ramai isu terdepaknya nama dan tokoh pengurus MUI sebelumnya sebagai campurtangan Pemerintah dalam upaya mengendalikan MUI. Sejumlah nama seperti Tengku Zulkarnain hingga Din Syamsuddin, yang lekat dengan PA 212, tidak masuk kepengurusan MUI 2020-2025.

DPR, Partai Politik hingga Pengamat mengomentari terbentuknya kepengurusan MUI 2020-2025.

Komisi VIII Ingatkan MUI Milik Umat
Ketua Komisi VIII Yandri Susanto mengingatkan MUI bukan milik segolongan orang atau milik pemerintah. Awalnya, Yandri mengucapkan selamat kepada Ketua Umum terpilih KH Miftachul Akhyar beserta para pengurus yang baru. Dia berharap kepengurusan MUI yang baru bisa lebih baik lagi.


"Persoalan kepengurusan tentu mekanisme yang ada di MUI sudah diatur sedemikian rupa melalui formatur. Kita berharap yang duduk di MUI sekarang benar-benar bisa menjalankan amanah dan menampung aspirasi umat dan fatwa-fatwanya memang benar-benar ditunggu umat," kata Yandri, Jumat (27/11/2020).

Yandri meyakini pemilihan kepengurusan di MUI hanya regenerasi. Namun dia mengingatkan tidak tepat jika pemilihan pengurus dilandaskan pada suka tidak suka atau pro dan tidak propemerintah.

"Persoalan siapa masuk dan tidak masuk, sekali lagi, itu kan ada mekanismenya, mungkin regenerasi, ada pergantian, ada yang baru, ada yang lama nggak masuk, itu biasa, Tapi kalau misalkan penyesuaian kepengurusan itu diidentikkan atau ditafsirkan karena persoalan suka-nggak suka atau pro-tidak pro dengan pemerintah, itu pasti menurut saya kurang tepat," ucapnya.

Lebih lanjut Yandri menyebut MUI bukanlah milik satu golongan atau milik pemerintah. Karena itu, tidak baik jika ada beberapa orang berada di gerbong oposisi yang akhirnya tidak terpilih.

"Kurang tepat kalau menyusun kepengurusan itu misal ada yang tidak masuk beberapa gerbong karena gerbong tertentu ditafsirkan sebagai kelompok antipemerintah atau oposisi, saya kira kurang bagus, karena MUI kan milik umat, bukan milik pemerintah, bukan milik sekelompok orang, bukan milik segolongan orang gitu," ujarnya.

Lebih jauh Wakil Ketua Umum PAN itu juga mengingatkan kembali alasan didirikannya MUI waktu dulu. Menurutnya, MUI didirikan sebagai penyejuk dan pemersatu umat.

"Maka sekali lagi, kalau itu yang jadi pertimbangan, tentu saya kurang setuju. Tapi kalau pertimbangan regenerasi, pertukaran kepengurusan yang lama dengan yang baru, itu hal yang biasa. Tapi, kalau diniatkan dan didasari suka-nggak suka atau penyingkiran kelompok tertentu, saya kira MUI bukan seperti itu semangat didirikannya waktu dulu. Jadi harus menjadi pemersatu umat, harus jadi penyejuk umat gitu," sebutnya.

Pengkritik Jokowi Tidak Jadi Pengurus MUI, Ini Kata DPR
Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ace Hasan Syadzily mengatakan, tidak masuknya orang-orang yang kritis tersebut lantaran MUI bukalah organisasi politik. Menurut Ace, MUI adalah wadah berkumpulnya banyak organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam di Indonesia. Sehingga tidak tepat jika ormas tersebut diisi oleh orang yang memiliki agenda politik.

“MUI itu tempat berhimpunnya ormas-ormas Islam yang tujuannya bukan untuk kepentingan politik, tetapi untuk kemashlahatan umat,” katanya, Jumat (27/11).


“Tentu kami berharap dengan kepengurusan yang baru ini, MUI menjadi wadah bagi para ulama, kiai, cendikiawan muslim, dan tokoh agama Islam untuk berkiprah sebagai khadimul ummah (pelayan umat) dalam bidang keagamaan,” lanjutnya.

MUI yang dipimpin oleh Miftahul Akhyar semoga tetap bisa memberikan masukan-masukan yang bagi terhadap pemerintahan Jokowi dan Ma’ruf Amin ini.

“MUI yang kini dipimpin oleh Romo Kiai Miftahul Akhyar, Rois Aam Syuriah PBNU, akan membawa MUI sebagai mitra yang konstruktif dan memberikan masukan-masukan berharga bagi pemerintah untuk kemajuan umat di Indonesia,” katanya.

PKS: Kesannya Tak Dirangkul
PKS menilai kepengurusan Majelis Ulama Indonesia (MUI) periode 2020-2025, semua pihak seharusnya dirangkul oleh MUI.

"Kesannya tidak dirangkul, Mestinya semua dirangkul dan disatukan. Termasuk perwakilan ulama PA 212," kata Elite PKS, Mardani Ali Sera, Jumat (27/11/2020).

Meski tidak dirangkul, Mardani menyebut Tengku Zul hingga Din Syamsuddin tetap seorang tokoh besar. Tak hanya itu, keduanya juga disebut memiliki banyak pengikut.

"Tengku Zul dan Pak Din tetap tokoh besar dengan banyak pengikut walau tidak masuk dalam Kepengurusan MUI yang baru," ucapnya.


Pengamat Politik
Pengamat politik Universitas Al-Azhar Indonesia Ujang Komarudin menilai dominasi dan kekuatan Ma'ruf Amin di MUI sangat kentara. Membuka dugaan kuat campur tangan pemerintah di payung besar para ulama tersebut.

"Bisa dikatakan ada semacam campur tangan karena Ma'ruf Amin kan wapres. Tentu pemerintah ingin majelis ulama dalam kendali. Sehingga kekritisannya akan hilang dan bisa dikendalikan," ujar Ujang, Jumat (27/11).

Seperti diketahui, kurang lebih dua tahun sejak Ma'ruf ikut dalam politik kekuasaan. Akhir 2018, ia mencalonkan diri sebagai wakil presiden bersama petahana Joko Widodo. Saat itu, ia sedang memegang jabatan sebagai Rais Aam PBNU dan Ketua Umum MUI. Jabatan di PBNU ia tinggalkan, tapi tidak dengan jabatan di MUI.

Ma'ruf, dalam Munas MUI tahun ini, memimpin Tim Formatur yang terdiri dadi 17 ulama. Tim ini berwenang menentukan siapa saja yang akan berada di pucuk pimpinan MUI, termasuk ketua umum MUI. Ujang berpendapat skenario ini mirip seperti yang terjadi di DPR RI. Kubu pemerintah merangkul sebanyak-banyaknya rekan koalisi dan menyingkirkan yang bernada sumbang.

Ujang mengatakan MUI sangat strategis bagi pemerintah. Sebab ormas ini mengumpulkan berbagai ormas Islam dalam satu wadah. Sementara pemerintah punya masalah dengan kelompok Islam kanan yang diorkestrasi Rizieq Shihab. Dengan menggandeng MUI, kata dia, posisi pemerintah tentu akan jadi lebih aman.

"Kalau MUI tidak dipegang, akan membahayakan. Buktinya dulu zamannya Pak Ma'ruf Amin pas demo Ahok, itu kan MUI menaikkan terus," ujarnya.

Terpisah, peneliti politik LIPI Siti Zuhro menilai ada upaya penyeragaman suara di MUI. Ia membandingkannya dengan cara pemerintah Orde Baru dalam merangkul kelompok-kelompok masyarakat.

Siti melihat ada upaya kubu pendukung pemerintah untuk menyamakan suara di kalangan masyarakat. Salah satunya di MUI. Siti menyebutnya sebagai state coorporatism.

"Ini harus keluar dari state coorporatism. Semua dikooptasi, semua kekuatan yang ada dikooptasi, itu Orde Baru. Ini Orde Reformasi yang tidak sepatutnya itu," ujar Siti, Jumat (27/11).

Ia berpendapat seharusnya kelompok-kelompok yang berbeda pandangan tidak didepak dari kepengurusan MUI. Ia menjelaskan MUI dibentuk untuk mewadahi berbagai ormas Islam.

Meski begitu, Siti menilai upaya menyingikirkan suara sumbang di MUI bukan kemenangan mutlak kubu pendukung pemerintah. Siti mengingatkan Indonesia tidak hanya ditentukan oleh elite.

"Naif menurut saya memaksakan organisasi lembaga tertentu dengan penyeragaman seperti ini. Demokrasi kita partisipatoris, bukan lagi perwakilan. Masyarakat tidak lagi diwakili oleh sejumlah kalangan," tutur Siti.


Berikut ini daftar nama dari kepengurusan MUI periode 2020-2025. 

Susunan pengurus MUI periode 2020-2025:
1. Dewan pertimbangan
- Ketua Dewan Pertimbangan: Prof. Dr. KH Ma'ruf Amin;
- Wakil Ketua: Prof. Syafiq A Mughni;
- Wakil Ketua: KH Zainut Tauhid Sa'adi;
- Wakil Ketua: Prof. Dr. Hamdan Zulfa;
- Wakil Ketua: Prof. Dr. Didin Hafiduddin;
- Wakil Ketua: KH Anwar Iskandar;
- Wakil Ketua: Habib Zen Umar bin Smith;
- Wakil Ketua: Prof. Dr. H. Jimmly Asshiddiqy;
- Wakil Ketua: KH Sadli Karim;
- Wakil Ketua: KH Masdar Farid Masudi;
- Wakil Ketua: KH Abun Bunyamin;
- Wakil Ketua: Dr. H. Ahmad Heryawan Lc, M.SI;
- Wakil Ketua: Prof. Dr. H Masykuri Abdillah;
- Wakil Ketua: KH. Muhyidin Djunaidi, MA;
- Sekretaris: Prof. Dr. Dadang Kahmad;
- Wakil Sekretaris: KH. Zulfa Mustofa;
- Wakil Sekretaris: Prof. Mukhtar Latif;
- Wakil Sekretaris: Prof. Maman Abdurrahman;

2. Dewan Pimpinan MUI
- Ketua Umum: KH. Miftachul Akhyar;
- Wakil Ketua Umum: Dr. Anwar Abbas, MM, M.Pd;
- Wakil Ketua Umum: KH. Marsyudi Syuhud;
- Wakil Ketua Umum: Drs. H Basri Barmanda, MBA;
- Ketua: KH Masduki Baidlowi;
- Ketua: Dr. H Yusnar Yusuf Rangkuti;
- Ketua: Prof. Dr. H Noor Achmad;
- Ketua: KH Abdullah Jaidi;
- Ketua: KH Afifuddin Muhajir;
- Ketua: Dr. KH. Sodikun;
- Ketua: Dr. H Lukman Hakim;
- Ketua: Drs. KH Sholahuddin Alaiyubi;
- Ketua: Prof. Amany Lubis;
- Ketua: KH. Khalil Nafis;
- Ketua: Prof. Dr. Jeje Zainuddin;
- Ketua: Dr. Asrorun Niam Sholeh;
- Ketua: Dr. Sudarnoto;
- Ketua: Prof. Utang;
- Sekretaris Jenderal: Dr. Amirsyah Tambunan;
- Wasekjen: Dr. Fahrur Rozi;
- Wasekjen: Abdul Ghani;
- Wasekjen: Habib Ali Hasan Bahar;
- Wasekjen: Rofiqul Umam Ahmad;
- Wasekjen: Azrul Tanjung;
- Wasekjen: Asrori S Karul;
- Wasekjen: Ikhsan Abdullah;
- Wasekjen: Arif Fakhrudin;
- Wasekjen: M Ziyad;
- Wasekjen: Isfah Abdul Azis;
- Wasekjen: Dr. Badriyah Fayumi;
- Wasekjen: Dr. H. Pasni Rusli;
- Wasekjen: Dr. Abdul Ghofar Rozin;
- Wasekjen: Prof. Dr. Valina Singka;
- Bendahara Umum: Misbahul Ulum;
- Bendahara: Dr. H Eman Suryaman;
- Bendahara: Dr. Rahmat Hidayat;
- Bendahara: Trisna Ningsih Juliani;
- Bendahara: Jojo Sutisna;
- Bendahara: Erni Yuliana.***