Laporan Dugaan Tindak Pidana Korupsi dan Tersingkirnya Orang Dekat Ridwan Kamil

Laporan Dugaan Tindak Pidana Korupsi dan Tersingkirnya Orang Dekat Ridwan Kamil
Lihat Foto
WJtoday, Bandung - Bagi kalangan terbatas, ada yang menarik saat Gubernur Jawa Barat mengumumkan dan melantik pejabat eselon 3 di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Jumat (27/11/2020).

Menariknya, saat dr.Siska Gerfianti, M.H.Kes  yang semula menempati jabatan Sekretaris Dinas Kesehatan dimutasi ke jabatan baru sebagai Sekretaris Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana.

Jamak diketahui Siska Gerfianti adalah orang kepercayaan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil. Sebelum ditarik dan diberikan jabatan Sekretaris Dinas Kesehatan Jawa Barat, Siska adalah pejabat di lingkungan Dinas Kesehatan Kota Bandung.

Saat Emil, panggilan akrab Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, terpilih jadi Gubernur Jabar. Siska termasuk rombongan bedol desa dari Kota Bandung yang ditarik Emil untuk membantu di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

Konon, karir Siska moncer karena memiliki hubungan istimewa dengan istri Kang Emil, Atalia Praratya. 

Saat bertugas di Dinas Kesehatan Kota Bandung sendiri, menurut ketua Gerakan Rakyat Anti Korupsi (Gerak) Jawa Barat Yoseph Suryanto, jejak langkah dan prestasi Siska tak banyak diketahui publik.

Namanya mulai muncul di kalangan terbatas, saat pindah ke Dinas Kesehatan Jawa Barat. Saat awal dimutasi, Siska belum memiliki jabatan. Menunggu sekitar 6 bulan, Siska kemudian diberi jabatan Sekretaris Dinas Kesehatan. 

Jabatan orang kedua di Dinas Kesehatan ini merupakan jabatan strategis. Seperti diketahui, Dinas Kesehatan adalah dinas kedua yang dari sisi anggaran dan jumlah karyawan hanya kalah di bawah Dinas Pendidikan.

Menurut Ketua Umum Aliansi Rakyat Menggugat (ARM)  Mujahid Furqon, selama menjabat Sekretaris Dinas Kesehatan, Siska dikenal memiliki keleluasaan luas untuk mengatur dinas yang sangat vital selama masa pandemi Covid-19 ini. 

" Dari hal teknis, keuangan sampai hubungan ke luar,  Doksis (dokter Siska ) yang mengatur. wewenangnya melebihi kepala dinas karena punya akses langsung ke gubernur," ucap Mujahid.

Selain jabatan resmi Sekretaris Dinkes, Siska juga terlihat aktif dibeberapa seperti Yayasan Jabar Bergerak, PKK dan juga Satgas Covid-19 Jawa Barat.

Karena wewenang yang luas serta kiprah dan kedekatan dengan Atalia, para pegiat anti korupsi dan LSM di Jawa Barat menyematkan panggilan akrab "Ratu Dinkes" kepada Siska.



Soal terlemparnya Siska, menurut Mujahid, tak lepas dari permasalahan yang membelit Siska. Dari mulai ketidaksukaan para pimpinan eselon 2 dan juga keterlibatan Siska dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi.

Aliansi Rakyat Menggugat (ARM) sendiri, menurut Mujahid, telah melaporkan dugaan tindak pidana korupsi Siska hingga 3 kali. Pertama, ke pihak Kejaksaan Tinggi Jawa Barat atas dugaan pengkondisian untuk memenangkan pihak ketiga yang sudah disepakati sebelum lelang pengadaan barang dilakukan. 

Yang kedua, masalah pembelian alat rapid dan swab test yang terlalu mahal. Ketiga, pembelian PCR Portable tanpa perencanaan matang dan dianggap harganya terlalu mahal. 

Hasil penelusuran yang dilakukan pihak ARM, jelas Mujahid,  pembelian PCR portabel tersebut nilai perunitnya  terlalu mahal, yakni berkisar antara Rp1,1 Milyar. Padahal harga alat tersebut di pasaran hanya sekitar Rp800 juta, hingga Rp900 juta.

Pemerintah Provinsi Jawa Barat sendiri melaksanakan pengadaan alat Test Covid-19 yang bernama PCR Portable sebanyak 29 unit dan telah dibagikan kepada pemerintah kota dan kabupaten se-Jawa Barat sebanyak 27 unit, dan 2 unit lagi akan dipergunakan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat di Laboratorium Kesehatan Pemprov Jabar.

Namun dalam perjalanan waktu, ternyata alat tersebut masih belum bisa dipergunakan, dikarenakan masih belum adanya reagen dan kelengkapan mini lab untuk mengoperasikan alat tersebut.

Sontak saja, hal ini mengundang reaksi dari berbagai kalangan terutama dari para aktivis pegiat anti korupsi di Jawa Barat. 

Karena selain PCR Portable tersebut belum bisa dioperasikan, juga diduga ada permainan harga yang dilakukan oleh oknum pejabat di Jawa Barat, terkait masalah harga pembelian alat PCR Portable tersebut.

Belakangan, Aliansi Rakyat Menggugat (ARM), salah satu lembaga yang gencar menyorot segala kejanggalan itu, bereaksi keras atas rumor tersebut.

ARM mendukung pun kerap mendesak Polda Jabar agar segera mengungkap adanya dugaan tindak pidana korupsi atas pengadaan alat tersebut.

"Apa yang kami laporkan soal PCR Portable, sebagian kini terbukti. Selain tidak bisa dimanfaatkan, alat ini sekarang mangkrak tak bisa digunakan karena perencanaan yang kurang matang. Tinggal aparat hukum nanti yang membuktikan ada tidaknya kerugian negara," ungkap Mujahid.


Siska juga digugat perdata 
Selain menghadapi masalah laporan dugaan Tindak Pidana Korupsi, Siska pun kini menghadapi Gugatan Perdata dari PT Aria Puspa Nusantara (APN),  salah satu rekanan yang merasa dirugikan dalam proses pengadaan barang.

Menurut Kuasa Hukum PT Aria Nusantara Nusatara (APN) Fiadel Giawa SH, Siska digugat dalam kapasitasnya sebagai Pejabat Pembuat Komitmen. 

" Kerugian yang dialami PT APN akibat ulah sewenang wenang Siska sekitar Rp.5 Miliar," 

Jumlah itu , jelas Fidel, diambil dari jumlah keuntungan yang dimungkinkan menurut Kepres sebesar 15 persen dari nilai pengerjaan. 15 Persen itu jatuhnya sekitar Rp4,21 miliar. Ditambah biaya biaya operasional sekitar Rp25 juta selama mempersiapkan dan lobby lobby upaya mengadakan barang. Dan biaya konsultasi hukum selama pendampingan ketika mengajukan somasi sekitar Rp.250 juta. Serta ditambah biaya gugatan sekitar Rp. 500 juta.
 
" Gugatan sudah kita daftarkan secara online ke Pengadilan Negeri Bandung dan sudah terdaftar dengan no perkara 511/pdt.4/2020. Kini tinggal menunggu waktu sidang," ujar Fidelis, saat dihubungi via telepon Senin (30/11/2020)

Alasan gugatan itu sendiri dilayangkan selain kliennya mengalami kerugian materi, menurut Fidel, karena banyaknya fakta fakta diluar ketentuan peraturan. 

" Dia (Siska) menjegal surat pesanan dengan tidak menanda tangani. Pesanan sudah dinegosiasikan, cuma gak ditandatangan sampai batas waktu," ungkapnya.

Gugatan Perdata yang dilayangkan PT Aria Puspa Nusantara (APN) dengan tergugat 1 dr.Siska Gerfianti

Sebelum melakukan gugatan perdata, kuasa hukum PT Aria Puspa Nusantara (APN) telah melayangkan somasi atau surat teguran pertama yang ditujukan pada Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil, Rabu (19/8/2020).

Dalam salinan surat somasi, disebutkan APN ditunjuk sebagai salah satu rekanan Dinkes Jabar untuk pengadaan barang berupa Reagent Ekstrasi dan Real Time PCR Kit untuk pengetesan virus corona.

Kontrak kerja dilakukan  melalui proses pemeriksaan dokumen kelengkapan dan penawaran, dan diteken pada 29 Juni 2020 oleh Direktur Utama Pamriadi dengan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dari pihak Dinkes Jabar yang diwakili Siska Gefrianti. Adapun nilai kontrak disebutkan lebih dari Rp28 miliar.
 
Pada tanggal 3 Juli 2020 APN melakukan kontak dengan asisten Siska yang bernama Endi untuk meminta surat pesanan, namun dikatakan surat belum ditandatangani Siska selaku PPK. Sementara itu diketahui dari Endi surat pesanan dari Dinkes Jabar tersebut bernomor: 443/4420/116/PP, tertanggal 29 Juni 2020.

Pada 6 Juli 2020, APN melakukan pemesanan barang sesuai spesifikasi ke importir PT ARISOO co dan pihak yang dipesan tersebut meminta lampiran surat pesanan sebagai bukti bahwa APN betul-betul rekanan yang ditunjuk oleh Dinkes Jabar. Ketentuannya surat tersebut selambat-lambatnya harus diterima pada 11 Juli 2020.

APN menyebutkan pihaknya intens dari tanggal 3 hingga 11 Juli melakukan komunikasi dengan Dinkes Jabar untuk memperoleh surat pesanan sesuai kontrak tertanggal 29 Juni itu, namun selalu nihil. Malah APN merasa dirugikan ketika pihak importir membatalkan pesanan yang sudah dilakukan, karena tidak mampu memenuhi persyaratan.

Tanggal 13 Juli 2020 APN baru menerima surat pesanan dari Dinkes Jabar yang dimaksud. Hari itu adalah tenggat waktu penyerahan atau pengiriman barang yang harus dilakukan APN ke Dinkes Jabar.

Besoknya pada 14 Juli 2020, APN menghadiri rapat di Dinkes Jabar untuk memberikan klarifikasi soal keterlambatan pengiriman barang, dan APN menjelaskan penyebabnya soal surat pesanan tersebut, serta meminta addendum perpanjangan waktu pelaksanaan kewajiban. Pihak PPK pun menyatakan akan memberikan keputusan melalui surat resmi.

Kemudian pada 15 Juli APN menerima surat peringatan dari Dinkes Jabar untuk segera memenuhi kewajibannya dalam waktu satu hari setelah surat diterima. Meski mencoba melakukan pemesanan, APN menyebutkan pihhak importir hanya sanggup melakukan pengiriman pesanan dalam 10 hari.

Ditambahkan, pada hari yang sama APN melakukan klarifikasi dengan PPK dari Dinkes Jabar, namun terjadi silang pendapat, tidak ditemukan kata sepakat.

Pada 22 Juli APN menerima surat pemutusan kontrak kerja dari Dinkes Jabar dengan alasan pihaknya cidera janji  dalam memenuhi kewajiban sesuai waktu yang ditetapkan.

Kuasa hukum APN menyebutkan alasan tersebut mengada-ngada dan tidak ada itikad baik dari PPK Dinkes Jabar.***