Vaksin Merah Putih Akan Diproduksi Awal 2021

Vaksin Merah Putih Akan Diproduksi Awal 2021
Lihat Foto
WJtoday, Jakarta,- Berbagai negara berupaya meng­amankan vaksin untuk mengatasi wabah covid-19 yang berkepanjang­an, termasuk Indonesia. 

Selain mendapatkan vaksin dari luar negeri, Menteri Riset dan Teknologi Bambang Brodjonegoro memastikan bibit vaksin Merah Putih untuk covid-19 bakal mulai diproduksi pada awal 2021. 

“Targetnya jelas dari segi waktu bibit vaksin itu sudah harus diberikan kepada BUMN Biofarma atau perusahaan manufaktur lainnya tahun depan,” ungkapnya saat menyerahkan surat keputusan Pelaksana Harian Tim Nasional Percepatan Pengembangan Vaksin Merah-Putih kepada LIPI dan UI di Cibinong, Jawa Barat, Kamis (03/12/2020). 

Ia mengatakan anggaran yang disiapkan untuk pengembangan vaksin Merah Putih pada 2021 sebesar Rp300 miliar. 

Meski diburu waktu, Menristek mengaku pihaknya tetap menekankan aspek keamanan dan efektivitas vaksin agar ketika masuk industri setiap tahapan uji klinis tidak menjadi hambatan. 

Selain LIPI dan UI, kata Menristek, riset vaksin juga dilakukan Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, UGM, ITB, dan Unair. Dari strain virus asli Indonesia, keenamnya meneliti dengan pendekatan berbeda. 

“Alasannya karena memang cukup banyak platform yang saat ini berkembang dalam pengembangan vaksin,” ujar Meristek. 

Pendekatan yang dipakai dalam pengembangan vaksin mulai dari penggunaan protein recombinan, inactivated virus, hingga DNA mRNA. 

Menurut Bambang, Eijkman yang lebih dulu memulai riset, namun paling lambat menyerahkan bibit vaksinnya ke Biofarma pada Februari atau Maret 2021. Adapun, UI dan Unair yang menggunakan metode DNA mRNA diperkirakan lebih cepat selesai, dibanding platform lain. 

“Metode itu populer digunakan saat ini dan paling canggih, secara waktu bisa paling cepat dari pada platform lainnya,” kata Bambang. 

Vaksin yang dikembangkan UI kini sudah diuji coba ke hewan. Meski belum semuanya, tapi respons yang diperoleh sangat positif dan sudah mulai pembicaraan dengan industri. 

Kepala LIPI Laksana Tri Handoko mengatakan pengembangan vaksin membutuhkan waktu panjang, mulai dari uji pra klinis bibit vaksin, uji ke hewan, uji klinis I sampai III untuk mengetahui khasiat dan keamanannya. 

Setelah itu pun, lanjut Laksana, tetap diperlukan monitoring vaksin 5-10 tahun untuk mengamati efek sampingnya. 

Menurut Lia Gustina, relawan di Rumah Sakit Darurat Covid-19 (RSDC) Wisma Atlet, Kemayoran, Jakarta Pusat, di saat vaksin belum ada, upaya memutus rantai penularan covid-19 yang terbaik ialah dengan tidak keluar rumah kalau tidak perlu. 

“Ini sudah terbukti di Thailand, sudah 5 bulan tidak ada penularan antar penduduk. Kasus covid-19 itu hanya berasal dari pendatang. Pendatang yang masuk Thailand di screening dan apabila positif, dikarantina dua minggu,” katanya dalam diskusi yang diselenggarakan Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN). ***