Kenaikan Harga Kedelai Impor Lagu Lama Terulang Kembali

Kenaikan Harga Kedelai Impor Lagu Lama Terulang Kembali
Lihat Foto
Westjavatoday.com - Harga kedelai impor dari Amerika di penghujung tahun 2020 mengalami kenaikan. Salah satu pasalnya karena Tiongkok menambah volume impor nya dua kali lipat. 

Dampak yang ditimbulkan, para perajin tahu dan tempe lagi-lagi melakukan mogok berproduksi selama 3 hari. Mulai tgl 1 - 3 Januari 2021.

Fenomena naiknya harga kedelai impor dari Amerika yang kemudian dilanjut dengan aksi mogok produksi para perajin tahu dan tempe, memang bukan yang pertama terjadi di negeri ini. 

Beberapa tahun lalu, suasana seperti ini juga sempat terjadi. Masalahnya adalah mengapa hal yang sama selalu terjadi?

Kedelai merupakan komoditas yang tumbuh dengan baik di negara sub tropis. Di negara tropis seperti Indonesia, kedelai tumbuh wajar dan hasilnya tidak besar-besar seperti kedelai Amerika. 

Disinilah letak persoalan. Para perajin tahu dan tempe menyukai kedelai yang bijinya besar-besar. Mereka tidak suka terhadap kedelai yang bijinya kecil seperti yang dihasilkan di dalam negeri.

Dihadapkan pada kondisi semacam ini, timbul pertanyaan apakah tidak ada teknologi pangan yang mampu menyelesaikan masalah iklim dalam budidaya kedelai ini?

Lalu, bagaimana dengan hasil-hasil penelitian yang selama ini khusus memilih kedelai sebagai obyek penelitian?  Apakah Badan Litbang Pertanian sudah memiliki kesimpulan, mengapa produksi kedelai di dalam negeri kecil-kecil sehingga kurang diminati oleh perajin tahu dan tempe?

Seabreg pertanyaan semacam itu, rupanya penting untuk dijawab. Kita tidak boleh membiarkan pertanyaan-pertanyaan itu menumpuk menjadi persoalan yang tidak tertuntaskan. 

Soal ketidak-mampuan kita memproduksi kedelai dengan biji besar, jelas harus kita akui. Biji kedelai kita hasilnya memang kecil-kecil. Kedelai yang kecil-kecil ini rupanya kurang diminati oleh perajin tahu dan tempe.

Sangat berbeda jika dibandingkan dengan kedelai impor dari Amerika. Beberapa kalangan menyebut, hal ini dikarenakan kedelai sangat ditentukan oleh kondisi iklim dimana tanaman itu tumbuh. 

Hal ini identik dengan tanaman kurma, yang tumbuh baik di negara-negara Arab, namun tidak tumbuh dan berbuah dengan baik di negara kita. Perbedaan iklim ditengarai menjadi faktor pembeda.

Lalu pertanyaan bergeser, apa tidak ada teknologi yang mampu merubah kedelai yang kecil-kecil ini menjadi kedelai yang besar-besar? Apakah para pakar di Perguruan Tinggi atau para peneliti di Lembaga-Lembaga Penelitian, tidak ada yang dapat menghasilkan terobosan cerdas di bidang perkedelean ini?

Apakah tidak ada kebijakan yang inovatif sehingga masalahnya tidak terulang lagi? Beberapa tahun lalu, kita juga dihebohkan oleh mogok berproduksi  perajin tahu dan tempe. Kenapa hal yang serupa terus-terusan terjadi di negeri ini?

Mogoknya perajin tahu dan tempe, mestinya tidak perlu terjadi, sekiranya kita memiliki Grand Desain tentang Perkedelaian ini. Hal ini penting dicermati, karena kalau saja para perajin tahu dan tempe mogok berproduksi, maka dampak yang ditimbulkannya bisa kemana-mana. Yang jelas, para pencinta tahu dan tempe, pasti bakalan sedih dan merana.

Bila sampai sekarang kita belum mampu memproduksi kedelai seperti kedelai dari Amerika, sebaiknya mulai dipikirkan bagaimana solusi  agar proses produksi perajin tahu dan tempe menjadi tidak terganggu dan tetap berjalan kancar, dikarenakan ada sesuatu hal yang tidak terpikirkan dengan cerdas. 

Kini sudah saatnya kita meninggalkan pendekatan "pemadam kebakaran", namun seirama dengan perkembangan jaman, kita diharapkan mampu mengembangkan pendekatan "deteksi dini". 

Artinya, kita tidak boleh membiarkan suatu kejadian yang berulang, yang disebabkan oleh masalah yang sama. Namun kita dituntut untuk menghentikan masalahnya sebelum kejadian itu tercipta. Inilah penting nya sebuah "early warning" dalam merumuskan kebijakan yang berhubungan dengan kepentingan publik.

Bayangkan, bila dalam menjaga hal- hal yang tidak diinginkan dengan kedele ini, maka keseriusan kita untuk merumuskan pendekatan deteksi dini, boleh jadi akan menjadi solusi cerdas di masa depan. Ya, kenapa tidak! ***


Penulis : ENTANG SASTRAATMADJA
(KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT).