Bikin Gaduh, MUI hingga Aktivis Kritisi Pernyataan Wagub Jabar soal Poligami Solusi HIV-AIDS

Bikin Gaduh, MUI hingga Aktivis Kritisi Pernyataan Wagub Jabar soal Poligami Solusi HIV-AIDS
Lihat Foto

WJtoday, Bandung - Pernyataan Wakil Gubernur Jawa Barat (Wagub Jabar) soal  poligami sebagai solusi untuk menekan angka HIV/AIDS menuai banyak kecaman

Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Barat mengkritisi pernyataan Wakil Gubernur Jawa Barat tersebut. 

Bahkan, MUI Jabar menegaskan, poligami bukanlah solusi dalam penanganan HIV/AIDS. Pernyataan Uu juga dinilai tak bijak di tengah situasi ekonomi yang belum pulih akibat pandemi COVID-19 dan pelemahan ekonomi global.

"Bukan solusi, bahkan untuk yang sudah menikah juga bukan solusi," tegas Sekretaris MUI Jabar, Rafani Achyar, Selasa (30/8/22).

Rafani menjelaskan, poligami bukanlah solusi karena berdasarkan informasi yang diperolehnya, penularan HIV/AIDS justru marak terjadi di kalangan anak muda yang belum menikah.

"Saya pernah dapat informasi kan yang paling banyak itu kan kalangan pemuda, remaja, mahasiswa, pelajar, jadi ya poligami itu bukan solusi menurut saya," tegasnya lagi.

"Kasus yang banyak menimbulkan HIV itu di kalangan anak remaja, mahasiswa dan pelajar, itu dari hubungan seks bebas. Jadi di mana logikanya? Jangankan poligami, menikah aja kan belum," lanjut Rafani.

Apalagi, kata Rafani, berpoligami tidaklah mudah karena salah satu syaratnya adalah kemampuan ekonomi. Oleh karenanya, Rafani menilai, pernyataan Uu tersebut tak bijak di tengah kondisi ekonomi yang porak poranda akibat pandemi COVID-19 dan situasi ekonomi global.

"Orang sekarang jangankan poligami, menghidupi satu keluarga saja repot. Coba sekarang kan krisis ekonomi dan keuangan secara global, inflasi sekarang sudah nyaris tidak terkendali, tiba-tiba ada anjuran poligami, dari mana itu? Kalau saya sih realistis saja," tandas Rafani.

Sementara itu Ketua PBNU Bidang Keagamaan KH Ahmad Fahrurrozi berpendapat bahwa usulan terkait poligami untuk mengentaskan HIV/AIDS tidak bisa dibenarkan. Menurutnya, problem HIV/AIDS tidak bisa disederhanakan dengan mengambil jalan pintas melalui poligami

"HIV/AIDS itu problematika lintas sektor, yakni ekonomi, politik, kesehatan, sosial dan budaya. Solusinya tidak bisa dikaitkan dengan poligami," kata pria yang akrab disapa Gus Fahrur dikutip dari situs resmi PBNU, NU Online, Selasa (30/8).

Gus Fahrur melihat penanganan kasus HIV/AIDS cukup luas. Artinya, tidak semata urusan rumah tangga, mengingat seks bebas masih merupakan faktor utama risiko penularan HIV/AIDS.

Selain itu, semakin banyak orang yang tidak menyadari bahwa dirinya terpapar virus yang menyerang kekebalan tubuh ini.

"Sejauh ini kan kelompok rentan terpapar HIV/AIDS umumnya maaf, penganut seks bebas," cetusnya.

IPPI (Perkumpulan Ikatan Perempuan Positif Indonesia) Angkat Bicara

 Para aktivis yang peduli terhadap pengidap HIV-AIDS dan penanggulangan penyakit menular angkat bicara terkait pernyataan Wakil Gubernur Jabar Uu Ruzhanul Ulum.

Mereka menilai pernyataan bahwa poligami solusi mengatasi penularan HIV-AIDS justru blunder dan berbahaya.

"Gap-nya (poligami solusi mengatasi kasus penularan HIV-AIDS) banyak banget dan agak blunder. Ngaco banget. Bahaya," kata Koordinator Nasional Ikatan Perempuan Positif Indonesia (IPPI) Ayu Oktariani kepada wartawan, Selasa (30/8/22).

Ayu Oktariani menyatakan, sebagai pengidap penyakit HIV, merasa terhina. Pernyataan Uu seakan memberi kesan pengidap HIV tak lagi punya kesempatan. Padahal, para pengidap HIV masih punya kesempatan menikah dengan orang yang tidak tertular.

"Aku merasa terhina sebagai seorang HIV. Kalau orang sudah positif tuh, mereka ada space yang harus dilalui. Jangan dihukum dia gak punya kesempatan," ujar Ayu Octariani.

Tidak ada yang dapat menjamin, tutur Ayu, pernikahan dapat mencegah penularan HIV. Alangkah lebih baik, pemerintah memperbaiki terlebih dahulu sistem penanggulangan HIV-AIDS. Misal, mendorong Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dapat memberi edukasi mengenai kesehatan reproduksi kepada pelajar.

"Daripada sibuk menyuruh orang menikah itu dan mendorong orang berpoligami, bukan cuma Jabar, Indonesia itu harusnya mendesak Kemendikbud menyediakan edukasi tentang kesehatan reproduksi. Itu darurat banget menurutku," tuturnya.

Ayu Octariani mengatakan, selama ini, negara seakan tutup mata terhadap pentingnya edukasi kesehatan reprodukai. Padahal, edukasi itu dapat jadi sarana bagi anak usia sekolah untuk dapat mengenali sekaligus melindungi tubuh sekaligus kesadaran tentang bahaya hubungan seks bebas.

"Daripada menyuruh anak muda menikah, mendingan kasih mereka pendidikan kesehatan reproduksi sejak di usia sekolah. Jika diberikan dengan tepat, mereka paham tentang tubuh dan bisa melindungi diri karena tahu risikonya," ucap Ayu Octariani.

Selain itu, pemeriksaan kesehatan terhadap pasangan yang hendak menikah pun menjadi penting untuk deteksi dini. Jikap nanti didapati ada salah satu pasangan yang terinfeksi, pernikahan dapat tetap dilangsungkan jika berada dalam kondisi baik dan paham soal cara pencegahan penularan HIV-AIDS.

Diketahui, 5.000 kasus infeksi telah ditemukan dari data yang dihitung sejak tahun 1991. Dari data tersebut, tercatat ada 400 orang dari kalangan mahasiswa yang terinfeksi. Sementara itu, angka infeksi HIV-AIDS paling tinggi di Kota Bandung menyasar pada karyawan swasta.***