Dana Aspirasi dan Ketahanan Pangan

Dana Aspirasi dan Ketahanan Pangan
Lihat Foto

WJtoday, Bandung - Pengakuan beberapa anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi  Jawa Barat (Jabar) periode 2014-2019 yang menyebutkan setiap anggota mendapatkan "jatah" 10 Milyar rupiah per tahun dari APBD Provinsi, betul-betul membuka lembaran baru bagi kiprah wakil rakyat di Tatar Sunda. 

Ini adalah pengakuan terbuka yang disampaikan wakil rakyat periode lalu, ketika mereka diberi kehormatan menjadi saksi kasus koropsi dugaan dana Bantuan Provinsi Jabar.

Masalahnya akan menjadi semakin menggelikan, manakala diketahui pula ada nya "kongkalikong" di antara mereka dalam mengelola dana aspirasi tersebut. Persekongkolan sesama wakil rakyat dalam menyuarakan aspirasi rakyat, tentu tidak akan menjadi soal. Tapi kalau persekongkolan ini, justru mengkhianati rakyat, maks wajar jika ujung-ujung nya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun lantas turun tangan.

Menurut temuan KPK dalam teknis pelaksanaannya, terbukti ada yang mengatur perpindahan dana aspirasi hak nya anggota DPRD Jabar ini, dari satu Daerah Pemilihan ke Daerah Pemilihan lain dengan iming-iming "imbalan" tertentu. Akibatnya wajar bila ditemukan ada Kabupaten yang memperoleh Dana Bantuan Provinsi (Banprov) dengan jumlah di atas 400 Milyar rupiah, namun ada juga yang dibawah angka 100 Milyar rupiah.

Dari kasus yang digelar dalam Sidang Dugaan Korupsi Dana Bantuan Provinsi Jabar di Pengadilan Tipikor Bandung, terungkap imbalan itu berupa fee sebesar 5 % dari jatah setiap anggota DPRD. Angka 5 % ini merupakan komitmen antara para anggota Dewan dengan yang dipercaya menjadi koordinatornya. 

Hanya dengan modal kepercayaan, maka bila semua berjalan lancar, uang yang seharus nya diberikan secara utuh kepada para konsituennya, rupanya secara diam-diam ada juga yang masuk ke koceknya anggota yang terhormat. Kejadian ini sungguh memalukan. wakil rakyat yang seharusnya membela kepentingan rakyat, malah merampas hak rakyatnya sendiri.

Andai pengakuan mantan Anggota DPRD Jabar  tersebut benar adanya, maka ini sebuah angka yang cukup fantastik, dimana setiap wakil rakyat di Jabar memperoleh "penghasilan tambahan" sebesar 500 juta rupiah per tahun, di luar penghasilan resmi sebagaimana yang diatur oleh perundang-undangan yang ada. Artinya, jika setiap tahun dapat 500 juta, maka selama 1 periode masa jabatan, diri nya akan mendapatkan penghasilan ekstra sebesar 2,5 Milyar rupiah.

Terus-terang, dana aspirasi berbasis daerah pemilihan, sah-sah saja untuk dilakukan. Sebagai lembaga legislatif yang salah satu fungsinya menyusun anggaran bersama Pemerintah, DPRD memiliki hak untuk menentukan berapa jumlah yang pantas diterima oleh setiap anggota DPRD guna menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai Wakil Rakyat. 

Hanya, masalahnya tentu akan menjadi lain, manakala dalam tataran pelaksanaannya terpotret ada upaya-upaya untuk memanfaatkan kesempatan di atas kesempitan. 

Dana aspirasi berbasis daerah pemilihan akan berujung dengan lahirnya Bantuan Provinsi. Usulan kegiatannya diteken oleh Bupati/Walikota yang ditujukan kepada Gubernur. Sebelumnya tentu ada komunikasi yang intens antara anggota Dewan dengan Kabupaten/Kota yang jadi Daerah Pemilihannya. Setiap anggota DPRD Jabar punya jatah 10 Milyar per tahun. Andaikan pengaturan nya ditempuh dengan benar, mesti ya tidak perlu aparat penegak hukum turun tangan.

Artinya, kalau Juragan Adang terpilih jadi anggota DPRD Jabar dari Daerah Pemilihan Kota Bandung dan Kota Cimahi, maka dana aspirasi yang 10 Milyar rupiah itu pun harus diperuntukan bagi konsituen yang ada di 2 Kota tersebut. Dana itu tentu akan dipakai untuk berkomunikasi dengan pemilihnya saat reses berlangsung. Atau bisa juga digunakan sekiranya ada diantara konsituennya yang meminta bantuan kepada Juragan Adang itu sendiri.

Pertanyaannya, mengapa hal yang demikian sederhana ini sampai mengundang KPK untuk mendakwa beberapa anggota DPRD Jabar? Jawabnya jelas, pasti ada yang salah. KPK tidak mungkin akan datang ujug-ujug bila tidak ada pemicunya. KPK tentu sudah mengendus ada praktek-praktek korupsi dalam kegiatan Dana Bantuan Provinsi Jabar ini.

Sidang Dugaan Korupsi Dana Banprov Jabar yang digelar di Pengadilan Topikor Bandung sekarang ini, mudah-mudahan akan mampu mengembalikan marwah wakil rakyat ke rel yang semestinya. 

Sosok wakil rakyatsebagai pendekar reformasi, sebagai pembela kebenaran dan keadilan, diharapkan akan tumbuh kembali seiring dengan perjalanan waktu yang terus bergulir. 

Citra buruk wakil rakyat karena kelakuan segelintir orang anggota DPRD Jabar, diharapkan akan terhapus dengan munculnya para wakil rakyat yang mampu memelihara dan menjaga kehormatan yang diembannya. 

Mereka inilah yang jadi tumpuan kita bersama. wakil rakyat jangan sampai menjadi perampas haknya rakyat. Apalagi bila sampai mengkhianati nurani rakyat. Tapi, wakil rakyat harus benar-benar mencintai rakyatnya sendiri.

Hal lain yang cukup menarik untuk dijadikan bahan bahasan adalah mengapa para anggota DPRD Jabar lebih menyukai program atau kegiatan yang bersifat fisik dan infrastruktur? Akibatnya, Batuan Provinsi Jabar ini pun hanya bertumpuk di beberapa Satuan Kerja Pemerintah Daerah yang memiliki tugas dan fungsi pembangunan fisik dan infrastruktur seperti Dinas PUPR, Dinas PERKIM, Dinas Lingkungan Hidup dan lain sebagainya.

Di balik semua nya itu, jarang sekali ada program Banprov Jabar yang menyentuh soal Ketahanan Pangan. Para anggota Dewan rupanya tidak tertarik untuk memilih program yang berkaitan dengan investasi masa depan. 

Mereka lebih suka mencari program yang "quick yealding". Kegiatan yang cepat menghasilkan fee. Jelas dan terukur. Padahal, kalau saja dana Banprov Jabar ini banyak yang dialokasikan untuk ketahanan pangan, maka kita tidak perlu risau lagi bila krisis pangan terjadi.

Kita sendiri tidak tahu persis apakah anggota DPRD Jabar  periode 2019-2024, masih memiliki "jatah" dana aspirasi dengan jumlah yang sama 10 Milyar rupiah per tahun? Atau malah lebih besar lagi.

Jika ada bagaimana kalau program atau kegiatannya lebih banyak yang diarahkan untuk perkuatan dan pengokohan ketahanan pangan di Jabar? Ya, mesti nya bisa. Terlebih-lebih mereka tahu persis bahwa Jabar adalah Provinsi Agraris.  ***

*Entang Sastraatmadja (Ketua Harian DPD HKTI Jawa Barat)