Diberi Sanksi Gegara Israel, Indonesia Harus Gugat Arbitrase FIFA ke CAS

Diberi Sanksi Gegara Israel, Indonesia Harus Gugat Arbitrase FIFA ke CAS
Lihat Foto

WJtoday, Bandung - FIFA telah resmi membatalkan Indonesia sebagai tuan rumah dalam situs resminya, Rabu (29/3/23) malam WIB. Keputusan ini sekaligus memupus mimpi Indonesia dan Timnas Indonesia U-20 berpartisipasi di pentas sekelas Piala Dunia.

Salah satu alasan Indonesia batal jadi tuan rumah Piala Dunia U-20 2023 adalah kehadiran timnas Israel di turnamen level junior di tingkat dunia tersebut.

Gerakan Boikot, Divestasi, dan Sanksi (BDS) Israel di Indonesia mengecam keputusan FIFA atas pembatalan Indonesia menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20, Rabu (29/3/2023), karena berisi pelanggaran hukum internasional.

“Gerakan BDS Israel di Indonesia mendorong PSSI untuk membawa persoalan ini kepada Court of Sport Arbitration (CAS),” demikian isi siaran pers seperti dikutip dari Hukumonline, Jum’at (2/4/2023).

BDS menilai FIFA sudah menutupi masalah hukum internasional yang sangat serius dengan keputusan kilat membatalkan Indonesia menjadi tuan rumah.

Mereka menyebutnya sebagai bentuk inkonsistensi dan standar ganda FIFA. Padahal, FIFA terikat komitmennya terhadap Statuta FIFA sendiri dan prinsip Hak Asasi Manusia yang tertuang di dalam FIFA Human Rights Policy tahun 2017. Tentu saja keputusan pembatalan tuan rumah itu sangat merugikan Indonesia.

BDS menyebut FIFA pernah dengan tegas membekukan keanggotaan Afrika Selatan selama puluhan tahun dengan alasan kebijakan apartheid negara tersebut.  Asosiasi sepak bola nasional Afrika Selatan saat itu menerapkan apartheid dalam menyelenggarakan liga nasional.

Tebaru, FIFA juga melakukan boikot atas Rusia dengan alasan politik. FIFA melarang partisipasi tim nasional dan klub sepak bola asal Rusia pada ajang kompetisi internasional.

FIFA terang-terangan menerapkan standar ganda. FIFA tidak ragu mengambil keputusan yang dipengaruhi oleh pertimbangan politik untuk Rusia dan Afrika Selatan. Namun, politik dan olah raga seakan tidak dapat bersentuhan menyangkut isu Palestina,” kata BDS.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Giri Ahmad Taufik mengatakan argumentasi BDS punya landasan hukum yang kuat. Giri menilai keputusan pembatalan dari FIFA menutupi isu pelanggaran hukum internasional dan pelanggaran Statuta FIFA sendiri.

FIFA sepertinya tidak mau Israel jadi pusat perhatian lebih lanjut, jadi dengan arogan segera membatalkan Indonesia sebagai tuan rumah tanpa mempertimbangkan kerugian materil kita,” kata Giri.

Alih-alih menguji secara netral respon penolakan partisipasi tim nasional Israel dari publik Indonesia, FIFA langsung membuat keputusan. Tidak ada dialog yang imbang apalagi negosiasi.

Padahal, ada tiga masalah serius yang harusnya FIFA pertimbangkan terkait sikap sebagian publik Indonesia menentang Israel ikut dalam Piala Dunia U-20.

Pertama, Federasi Sepakbola Israel telah melanggar ketentuan Statuta FIFA Pasal 72 ayat (2). Isinya menyatakan “anggota asosiasi dan klubnya dilarang untuk bermain di teritori negara lain tanpa adanya persetujuan dari asosiasi negara tuan rumah”.

Faktanya, ada6 klub sepak bola Israel (Kiryat Arba, Givat Zeev, Maale Adumim, Ariel, Oranit, and Tomer) yang beroperasi di Tepi Barat. Wilayah itu berdasarkan hukum internasional adalah wilayah Palestina yang diduduki oleh Israel

Federasi Sepakbola Palestina telah mengajukan keluhan terhadap FIFA di tahun 2015 untuk menghukum Federasi Sepakbola Israel atas pelanggaran terhadap Pasal 72 ayat (2) Statuta FIFA. FIFA memang membentuk Monitoring Committee Israel – Palestine, tapi pada tahun 2017 berkesimpulan tidak dapat memberikan sanksi kepada Israel.

Alasannya karena “kompleksitas, sensitivitas persoalan yang ada, dan menyerahkan isu ini kepada hukum internasional”.

Kesimpulan ini telah ditentang oleh berbagai lembaga Hak Asasi Manusia internasional. Pakar Hukum Internasional dan Anggota The Permanent Court of Arbitration, Andreas Zimmerman dari Universitas Postdam menilai sikap FIFA politis dan melanggar Statuta sendiri. 

Kedua, FIFA terang-terangan menerapkan standar ganda. Komisi independen PBB pada bulan September tahun 2022 menegaskan bahwa penjajahan Israel atas Palestina “tidak sah di mata hukum internasional”.

Organisasi HAM ternama dunia seperti Human Rights Watch dan Amnesty International juga sudah mendeklarasikan Israel sebagai negara pelaku Apartheid.

Mengapa FIFA tidak bersikap yang sama pada Israel seperti dulu membekukan keanggotaan Afrika Selatan dan Rusia? 

Ketiga, jika tim nasional Israel dianggap tetap layak ikut serta dalam Piala Dunia U-20, mereka harus dilarang mengibarkan bendera, menggunakan simbol negara, dan mengumandangkan lagu kebangsaan di ajang FIFA.

Membiarkan itu semua sama saja mendukung penjajahan pemerintah Israel terhadap Palestina. Namun, FIFA sama sekali tidak membicarakan tawaran itu.

Indonesia melalui PSSI punya legal standing untuk upaya hukum arbitrase. Harus dilakukan segera sebelum kedaluwarsa dalam 21 hari sejak keputusan FIFA dibuat.

PSSI sebagai anggota FIFA harus gugat ke CAS. Itu ada di Statuta FIFA soal prosedur penyelesaian sengketa. FIFA setidaknya harus ganti rugi dana yang sudah kita keluarkan,” kata Giri. ***

Sumber: Hukumonline.com