Fenomena Spirit Doll di Indonesia, Antara Tren dan Bahaya Terjerembap Halusinasi

Fenomena Spirit Doll di Indonesia, Antara Tren dan Bahaya Terjerembap Halusinasi
Lihat Foto

WJtoday, Jakarta - Spirit doll atau boneka arwah belakangan menjadi tren di kalangan selebritas, termasuk presenter dan desainer Ivan Gunawan yang mengadopsi dan merawat seperti anak sendiri.

Bukan hanya Ivan, beberapa selebriti lain seperti Ruben Onsu dan Lucinta Luna juga memiliki boneka arwah yang mereka rawat hingga mengajak bermain dan jalan-jalan.

Tak luput, para pesohor ini juga mengabadikan kebersamaan dengan boneka tersebut lewat media sosial atau sejumlah acara.

Menanggapi fenomena ini, Ketua Program Studi Terapan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Rose Mini Agoes Salim menyebut bahwa tak ada yang salah dengan memainkan dan merawat boneka arwah atau spirit doll yang menyerupai seperti seorang bayi. Namun, ini bisa menjadi bahaya ketika sudah terjerembab dalam ruang halusinasi.

Dalam ilmu medis sendiri, menurut Rose Mini, boneka serupa juga sering digunakan, tapi fungsinya untuk latihan.

"Misal orang-orang hamil belajar merawat bayi, memakaikan popok, belajar memandikan dengan boneka-boneka ini. Fungsinya jelas untuk belajar," kata Rose Mini melalui keterangannya, dikutip Selasa (4/1/2022).

Selain itu, Rose mengatakan memiliki boneka arwah atau bentuk lainnya bisa menjadi objek hiburan bagi seseorang. Sebab dengan boneka komunikasi yang terjadi hanya satu arah.

Boneka tidak akan komplain atau menangis ketika ditinggal dan kurang perhatian. Dia menegaskan boneka hanyalah benda mati yang pasif, cocok untuk hiburan ala kadarnya.

"Kan kalau pelihara kucing atau adopsi anak mungkin lebih ada tanggung jawab tersendiri ya. Bisa jadi orang-orang ini hanya butuh teman makanya memelihara sesuatu yang pasif," kata Rose Mini.

Penting bedakan realitas dan halusinasi

Menurut Rose Mini, bermain spirit doll atau boneka arwah sebenarnya tak berbeda dengan anak kecil yang bermain ragam bentuk boneka. Selama masih bisa membedakan realitas dan halusinasi ini tidak jadi masalah.

Oleh karena itu, dia menekankan penting untuk memastikan apakah orang yang bermain boneka arwah masih menganggap bonekanya sebagai benda mati atau justru telah dianggap sebagai sosok yang hidup dan memiliki perasaan selayaknya manusia.

"Kalau tidak bisa membedakan realitas dan imajiner sudah mulai bahaya. Memang ada imajinasi kalau campur baur maka harus ada sesuatu yang dilakukan [konsultasi dengan profesional]. Kalau [sekadar] main-main ya monggo saja," katanya.

Senada dengan Rose Mini, Psikolog dari Universitas Gadjah Mada Koentjoro mengatakan, ketika orang yang memelihara boneka arwah kemudian bersikap seolah boneka itu anaknya sendiri maka ini sudah tergolong masalah. Apalagi, jika sampai membentak atau memarahi orang yang menyebut boneka itu benda mati, 

Koentjoro menyebut, perilaku itu bisa dikaitkan dengan gangguan psikologis displacement, sikap atau gangguan dalam diri yang ditunjukkan dengan emosi dan disalurkan ke orang lain atau benda lain yang tidak akan melawan balik.

"Saat seseorang butuh kasih sayang, tapi tidak pernah dapat balasan setimpal dia mengarahkan ke hal lain, misal boneka, karena tahu boneka akan menurut saja ke mereka, tidak melawan. Nah ini perilaku displacement," katanya.

Meski demikian, Koentjoro mengatakan bisa jadi fenomena boneka arwah yang banyak ditampilkan para pesohor ini hanya semata gaya hidup. Mereka hanya butuh tempat untuk bermain-main atau menghibur diri dengan benda yang tak akan melakukan perlawanan.

"Jadi sama saja dengan anak kecil yang main boneka, tapi ya jadi berbahaya kalau mereka semakin terjerumus dalam halusinasinya," ujar Koentjoro.***