Firli Bahuri Temui Lukas Enembe di Papua Dinilai sebagai 'Lelucon'

Firli Bahuri Temui Lukas Enembe di Papua Dinilai sebagai 'Lelucon'
Lihat Foto

WJtoday, Jakarta - Kedatangan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri ke rumah Gubernur Papua Lukas Enembe yang menjadi tersangka dugaan suap disebut Indonesia Corruption Watch (ICW) dinilai sebagai sebuah lelucon. 

Sebab, menurut ICW, Firli bukanlah penyidik KPK maupun dokter. Berdasarkan Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang KPK yang baru, status pimpinan KPK tidak lagi disebut sebagai penyidik sebagaimana UU KPK lama. Selain itu, Firli juga bukan dokter yang punya kemampuan mendeteksi kesehatan seseorang.

"Jadi, kehadiran dirinya di kediaman Lukas, terlebih sampai berjabat tangan semacam itu lebih semacam lelucon yang mengundang tawa di mata masyarakat," ujar peneliti ICW Kurnia Ramadhana, Jumat (4/11/2022).

ICW pun tidak habis pikir, apa alasan Firli Bahuri mendatangi Lukas Enembe di rumahnya. Bahkan, Firli juga sempat mengobrol dan bersalaman dengan Ketua DPD Partai Demokrat Papua itu.

"Hingga saat ini kami benar-benar tidak memahami apa urgensi seorang Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri datang menghadiri langsung pemeriksaan Lukas Enembe di kediamannya. Sebab, kegiatan itu cukup dihadiri oleh penyidik dan perwakilan dokter dari Ikatan Dokter Indonesia saja," jelas Kurnia.

Menurut ICW, ini adalah kedua kalinya Firli Bahuri bertemu dengan pihak yang tengah beperkara. Kurnia mengatakan bahwa Firli pernah bertemu dengan Tuan Guru Bajang pada Mei 2018, hingga membuatnya divonis melanggar etik berat.

Akibat peristiwa tersebut Ia kemudian terbukti melakukan pelanggaran etik berat. 

"Ini memperlihatkan sejak dulu hingga kini Firli tidak memiliki standar etika sebagai Pimpinan KPK," ujarnya.

Sementara itu, Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menilai tidak ada yang salah dengan momen keakraban yang ditunjukkan Ketua KPK Firli Bahuri saat mendampingi penyidik memeriksa Gubernur Papua Lukas Enembe, namun tindakan itu berpotensi melanggar aturan UU KPK.

“Undang-Undang KPK yang baru maupun lama Pasal 36 bahwa pimpinan KPK dilarang bertemu dengan orang-orang yang sedang diperiksa KPK dan bahkan itu ancaman hukumannya lima tahun,” kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman, Kamis (3/11/2022).

Menurut Boyamin, Pasal 36 tidak terlalu berlaku tetapi bisa jadi perdebatan karena Firli sebagai pimpinan KPK tidak boleh bertemu terperiksa, baik saksi ataupun tersangka karena tidak pernah ada sejarah pimpinan KPK menemui orang yang diperiksa di ruangan-ruangan di kantor antirasuah itu.

Pimpinan KPK, kata dia, hanya memantau dari laptop dan internet saja.

“Artinya bisa diduga melanggar Pasal 36 bahwa pimpinan KPK dilarang menemui terperiksa baik dalam saksi maupun tersangka. Apalagi (Lukas Enembe) ini tersangka,” ujarnya.

Melihat peristiwa itu, Boyamin berpendapat bahwa Firli Bahuri memahami ketentuan pasal-pasal di UU KPK lama yang menyebutkan bahwa pimpinan KPK adalah penyidik dan penuntut. Sedangkan dalam UU Revisi KPK Nomor 19 Tahun 2019 (UU Nomor 30 Tahun 2002) ketentuan itu tidak dihapus.

“Ini Pak Firli kapasitasnya bukan sebagai penyidik lagi, meskipun dia memang polisi, tetapi secara undang-undang dia bukan penuntut dan penyidik lagi. Jadi tidak ada urgensinya sebenarnya menemui Lukas Enembe,” katanya.

Boyamin mengartikan pertemuan Firli Bahuri dengan Lukas Enembe dalam rangka mendampingi penyidik dan tim kesehatan melakukan pemeriksaan sebagai kabar gembira bahwa Ketua KPK akan mengembalikan UU KPK yang lama dengan mengurus dan memperjuangkan pembatalan revisi UU KPK.

“Saya sangat gembira dengan adanya berita Pak Firli bertemu dengan Lukas Enembe hari ini karena ini artinya Pak Firli setuju kembali ke UU KPK yang lama berarti setuju UU KPK Nomor 19 Tahun 2019 dibatalkan,” katanya.

Menurut Boyamin, alasannya bahwa UU KPK lama yang mengatakan pimpinan KPK adalah penyidik dan penuntut.

“Artinya Pak Firli boleh datang ke tempatnya Lukas Enembe bersama penyidik dalam konteks sebagai penyidik, itu artinya harus kembali ke UU lama,” kata Boyamin.

Untuk itu, Boyamin akan meminta Firli Bahuri memperjuangkan pembatalan revisi UU KPK untuk mengesahkan tindakannya hari ini (Kamis) bertemu Lukas Enembe sebagai tim dari rombongan penyidik.

Anggota DPR Nilai Tak Ada Pelanggaran Firli Bahuri Pimpin Tim Penyidik KPK Periksa Lukas Enembe

Sementara itu, Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani menilai tidak ada yang salah terkait aktivitas Ketua KPK Firli Bahuri saat mendampingi penyidik memeriksa Gubernur Papua Lukas Enembe. Penilaian Arsul itu merujuk ketentuan di Pasal 36, Undang-Undang KPK.

"Pasal 36 tersebut kalau pertemuan bersifat pribadi atau tidak ada kaitannya dengan tugas dan kerja penegakan hukum, namun Firli kan datang ke sana dalam konteks kerja penegakan hukum karena dia bersama dengan tim penyidik KPK," kata Arsul kepada wartawan, Jumat (4/11/2022).

Arsul berujar tidak ada hal yang dilanggar secara hukum terkait dengan kegiatan pimpinan lembaga penegak hukum untuk memimpin tim penyidik datang ke tempat seorang tersangka.

"Apalagi ini kan terkait seorang tersangka yang mengklaim dirinya sakit dan sampai mendatangkan dokter segala dari luar negeri," kata Arsul.

Arsul kembali menekankan ketentuan Pasal 36. Ia meminta agar aturan itu dilihat secara proporsional dalam memandang aktivitas Firli saat bertemu Lukas.

"Jadi saya kira kita harus melihat Pasal 36 itu dalam konteks proporsionalitas bertemunya dengan seorang yang sudah jadi tersangka," kata Firli.

KPK Telah Periksa Lukas Enembe di Rumahnya

Ketua KPK Firli Bahuri bersama tim penyidik dan tim Ikatan Dokter Indonesia (IDI) telah melakukan pemeriksaan kesehatan Gubernur Papua Lukas Enembe pada Kamis (3/11). Pemeriksaan digelar di kediaman Lukas di Koya Tengah, Kecamatan Muara Tami, Kota Jayapura, Papua.

Pemeriksaan berlangsung 1,5 jam untuk meminta keterangan berkaitan dengan perkara , sekaligus mengecek kondisi kesehatan Lukas Enembe.

Firli mengatakan saat proses pemeriksaan kesehatan dibantu oleh 4 orang dokter dari IDI Pusat dan IDI daerah. Pada khir pemeriksaan, juga dilakukan penandatanganan berkas berita acara (BAP) dan administrasi lainnya oleh pihak KPK dan Lukas.

“Terkait dengan pertanyaan penyidik, ini bukan tentang jumlah pertanyaannya, namun bagaimana Saudara LE dapat kooperatif mengikuti pemeriksaan dan memberikan keterangannya kepada kami," ujar Firli dalam keterangan tertulisnya, Kamis (3/11) malam.

KPK mengapresiasi lancarnya proses pemeriksaan tersebut berkat dukungan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkompimda) Papua. KPK, Firli menambahkan, akan mengevaluasi keterangan Lukas kepada penyidik KPK dan diagnosis tim IDI.

“Langkah selanjutnya tentu kita akan melihat kembali hasil pemeriksaan kita, baik itu dari tim penyidik, termasuk juga dari tim kedokteran yang kita bawa tadi. Tapi yang paling penting adalah kita tetap memprioritaskan penegakan hukum berjalan dengan memperhatikan kondisi kesehatan tersangka,” ujar Firli.

Firli menegaskan kehadiran KPK di Papua sesuai dengan amanat Pasal 113 KUHAP, sesuai UU Nomor 8 Tahun 1981. Pasal tersebut menyatakan, "Jika seorang tersangka atau saksi yang dipanggil memberi alasan yang patut dan wajar bahwa ia tidak dapat datang kepada penyidik yang melakukan pemeriksaan, penyidik itu datang ke tempat kediamannya”.

"Kunjungan KPK dan IDI ke Papua yang disertai Pimpinan KPK merupakan bentuk pelaksanaan tugas pokok dan fungsi KPK dengan tetap memperhatikan ketentuan undang-undang yang berlaku," Firli menandaskan.

Sebelumnya, KPK memastikan tak akan melakukan upaya jemput paksa terhadap Gubernur Papua Lukas Enembe dalam kunjungannya ke Papua bersama tim dokter dari IDI.

Kasus Lukas Enambe

KPK telah menetapkan Lukas Enembe sebagai tersangka dugaan suap dan gratifikasi. Namun, Ketua DPD Partai Demokrat Papua itu belum ditahan.

KPK juga belum merinci kasus dan pihak-pihak yang diduga terlibat. Perincian baru akan diungkap ketika upaya paksa penahanan dilakukan.

Lukas Enembe juga telah dicegah ke luar negeri oleh Ditjen Imigrasi hingga 7 Maret 2023. Pencegahan ini dilakukan atas permintaan KPK.***