Geger 'Virus Zombie' Ditemukan di Permafrost Siberia-Rusia

Geger 'Virus Zombie' Ditemukan di Permafrost Siberia-Rusia
Lihat Foto

WJtoday, Jakarta - Belakangan ini geger penemuan 'virus zombie' yang ditemukan para peneliti di Permafrost, Siberia, Rusia. Permafrost adalah lapisan tanah beku yang berada di bawah suhu 0 derajat celcius selama beberapa tahun.

Dalam studi yang dipublikasikan di BioRxiv, para peneliti telah 'menghidupkan kembali' dan mengelompokkan 13 patogen berusia lebih dari 48.500 tahun yang diberi nama 'virus zombie. 
Mendengar namanya, banyak orang awam yang bertanya-tanya apakah artinya virus ini jika menginfeksi manusia bisa mengubahnya menjadi zombie seperti di film-film?

Terkait hal tersebut, Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman menjelaskan virus zombie hanya istilah nama karena virus ini bisa hidup di dalam bekuan es selama ribuan atau bahkan ratusan ribu tahun.

Ia juga menjelaskan, penamaan patogen virus, bakteri, maupun jamur memiliki standar penamaan secara internasional seperti halnya SARS-CoV-2, penyebab pandemi COVID-19.

"Jadi virus zombie ini virusnya real, tapi istilahnya terlalu membuat orang jadi berasosiasinya ke arah menakutkan walaupun belum tentu. Jadi penamaan patogen dalam halnya bakteri atau virus, itu tidak seperti itu penamaannya," ucapnya.

"Jadi tidak menamainya nama tempat, lokasi, atau nama orang yang menemukan, apalagi nama yang menyeramkan," sambungnya lagi.

Meskipun demikian yang seharusnya menjadi perhatian, kata Dicky, bukan soal nama virusnya, melainkan sifat virus yang ternyata bisa hidup kembali usai lama mati.

"Yang mengkhawatirkan sebetulnya dari temuan ini bahwa secara teoritis yang akan ada bukan hanya virus, bisa saja bakteri atau jamur yang hidup di era puluhan ribu, bahkan ratusan ribu tahun yang lalu dalam kondisi dormant (hidup kembali) dan berpotensi menginfeksi manusia," sambungnya lagi.

Secara teori potensi menginfeksi manusia bisa terjadi, meski tak besar kemungkinannya dan tak sebesar penyebaran virus dari hewan liar. Namun begitu, peluangnya akan tetap ada untuk menginfeksi manusia.

"Namun berpotensi bukan tidak mungkin bisa terjadi meskipun kecil, tapi catatannya meskipun kecil tapi tetap berdampak. Bahkan satu jenis virus seperti Corona Virus atau SARS CoV 2 yang sekarang menjadi pandemi kan juga cuma satu," imbuh Dicky.

"Jadi, meskipun kecil cuma satu, dua, tiga, atau satu sekalipun, tapi kalau dia mematikan, cepat menginfeksi, atau cepat menular membuat orang parah, itu kan tandanya serius," tuturnya lagi.

Selain itu, Profesor di Departemen Geografi dan Lingkungan di University of Hawai'i, Camilo Mora mengatakan para ilmuwan menyebut penemuan 'virus zombie' ini hanya puncak gunung es, yang artinya masih ada lebih banyak virus di bawahnya yang belum terungkap.

Bukan hanya 'virus zombie', sebuah studi menemukan ada 375 penyakit menular yang bisa berdampak pada manusia. Namun, setengah di antaranya sangat dipengaruhi oleh perubahan iklim.

"Lebih dari 58 persen (218 penyakit) dapat dipengaruhi oleh perubahan iklim," kata profesor di Departemen Geografi dan Lingkungan di University of Hawai'i, Camilo Mora, dikutip dari laman , Selasa (6/12/2022).

Tim dari Camilo Mora meneliti bahwa gelombang panas, banjir, kekeringan, hingga bahaya iklim lainnya bisa memperburuk penyakit. Misalnya, suhu yang lebih hangat dan hujan lebat bisa membuat beberapa patogen seperti, virus West Nile dan Vibrio, berkembang biak serta bereproduksi lebih cepat.

Perubahan kondisi iklim juga bisa memungkinkan nyamuk, kelelawar, dan hewan lainnya membawa patogen berpindah ke tempat yang lebih dekat dengan manusia. Bahkan kekeringan serta cuaca ekstrem bisa menyebabkan manusia kekurangan gizi dan mengurangi kemampuannya untuk menangkal penyakit.

Mora menegaskan bahwa perubahan iklim sangat berpengaruh luas dan sangat serius untuk manusia. Untuk mencegahnya, ia menyarankan agar manusia bisa mengurangi polusi karbon.

"Ini adalah sesuatu yang pada titik tertentu dapat membuat kita kewalahan sebagai spesies yang harus dihadapi," pungkasnya.


Fakta 'Kebangkitan' Virus Zombie Berusia 48 Ribu Tahun, Efek dan Penampakannya

Berikut beberapa fakta yang perlu diketahui soal 'virus zombie':

1. Alasan 'Virus Zombie' Dihidupkan Lagi
Dikutip dari Japan Post, para ilmuwan sudah memperingatkan sejak lama bahwa pencairan permafrost akibat atmosfer akan memperburuk perubahan iklim dengan membebaskan gas rumah kaca yang sebelumnya terperangkap seperti metana. Tetapi, efeknya pada patogen yang tidak aktif kurang dipahami dengan baik.

Maka dari itu, para ilmuwan menghidupkan kembali virus untuk mempelajari potensi keganasan yang bisa saja muncul di masa mendatang akibat pemanasan global. Dalam studinya, mereka menetapkan bahwa virus-virus yang telah diekstraksi dari permukaan dingin Siberia yang mencair berbeda dari semua virus yang ada yang diketahui dalam hal genomnya.

2. Nama 'Virus Zombie'
Pandoravirus yedoma adalah 'virus zombie' tertua yang bisa menginfeksi organisme lain yang telah diidentifikasi. Pada fase awal proses isolasi, virus dapat terlihat di bawah mikroskop cahaya.

"Permafrost kuno kemungkinan akan melepaskan virus yang tidak diketahui ini saat dicairkan," tulis peneliti yang dikutip dari Japan Post.

"Berapa lama virus ini dapat tetap menular setelah terpapar kondisi luar ruangan, dan seberapa besar kemungkinan mereka akan bertemu dan menginfeksi inang yang sesuai dalam interval tersebut, masih belum dapat diperkirakan," lanjutnya.

3. Seperti Apa Bentuk 'Virus Zombie'?
Pada biorxiv, penampakkan 'virus zombie' ditunjukkan melalui enam gambar. Berikut penjelasannya:

Pada gambar A, adalah partikel ovoid besar dengan panjang 1.000 nm (nanometer) dari Pandora Viruses dengan ostiole apeksnya yang khas (kepala panah putih).

Gambar B merupakan campuran partikel Pandoravirus dan partikel icosahedral Megavirus, menunjukkan 'stargate' (struktur seperti bintang laut putih memahkotai puncak, panah putih).

Gambar C merupakan partikel memanjang dari Cedratvirus (panjang 1.500 nm), yang memperlihatkan dua struktur seperti gabus apeks (panah putih).

Gambar D merupakan partikel memanjang dari Pithovirus (panjang 1.900 nm) menunjukkan struktur seperti gabus apeks tunggal (panah putih).

Gambar E merupakan partikel ikosahedral 'berbulu' besar (berdiameter 770 nm) dari Megavirus, dengan 'stargate' (panah putih) yang menonjol. Terakhir gambar F merupakan partikel icosahedral yang lebih kecil (berdiameter 200 nm) tipikal dari Asfarvirus/Pacmanvirus.

4. Bakal Seganas Apa 'Virus Zombie'?
Para ilmuwan menemukan bahwa semua 'virus zombie' berpotensi menular dan dapat memicu masalah kesehatan. Diyakini, di masa mendatang pandemi COVID-19 akan menjadi hal yang umum karena akan disusul virus yang dilepaskan oleh pencairan permafrost.

"Oleh karena itu, wajar untuk memikirkan risiko partikel virus purba tetap menular dan kembali ke sirkulasi dengan mencairnya lapisan permafrost kuno," tulis ilmuwan, dikutip dari Outlook India.

Selain itu, kemunculan 'virus zombie' diibaratkan seperti lingkaran setan. Pasalnya, bahan organik yang dilepaskan oleh pencairan es terurai menjadi karbon dioksida dan metana, sehingga memicu efek rumah kaca.

Semakin tinggi efek rumah kaca, maka suhu semakin memanas dan pencairan bisa terjadi lebih cepat.

Bahkan para ilmuwan menyebut bahwa penemuan virus baru-baru ini hanyalah puncak gunung es. Artinya, ada lebih banyak virus yang berada di bawahnya yang belum ditemukan dan membutuhkan studi serta penelitian lebih lanjut.***