Gula Pasir di Kota Bandung Kian Langka

Gula Pasir di Kota Bandung Kian Langka
Lihat Foto

WJtoday, Bandung - Belum selesai permasalahan minyak goreng yang sulit didapat, warga Kota Bandung kini mulai mengeluhkan sulit mendapatkan gula pasir.

Dari pantauan, sejumlah minimarket di Kota Bandung tak memiliki stok gula pasir. Sedangkan beberapa minimarket dan ritel yang masih memiliki stok, melakukan pembatasan penjualan gula.

Rudi, salah seorang karyawan minimarket mengungkapkan bahwa dalam beberapa waktu terakhir stok gula pasir berkurang.

Menurutnya, sempat dilakukan pembatasan bagi pembeli maksimal 1 kilogram per pembelian. Hal tersebut guna membagi stok agar bisa dijual merata kepada konsumen lain.

"Jadi, emang beberapa hari kebelakang selain minyak goreng, gula pasir juga cukup terbatas stoknya. Sampai kita batasin juga sih biar konsumen gak borong sekaligus," ujar Rudi, Kamis (24/2/2022).

Selain itu, salah satu pedagang jus buah yang enggan disebutkan namanya, mengaku cukup kesulitan dalam mendapatkan gula pasir untuk kebutuhan berjualan sehari-hari.

"Udah 2 hari sulit dapat gula putih, kalaupun ada dibatas 1 kilogram. Kebutuhan saya padahal sehari bisa 5 kilo," ujarnya.

Bahkan, dia mengaku terpaksa membeli gula pasir dengan harga cukup tinggi demi memenuhi kebutuhan tersebut.

"Terpaksa beli aja meski mahal, kalau ga jualan kan saya lebih repot ga ada penghasilan," katanya.

Indonesia Jadi Pengimpor Gula Terbesar di Dunia, Kalahkan China dan Amerika

Indonesia menjadi negara importir gula terbesar di dunia, mencapai 4,3 juta ton per tahun pada 2020. Volume ini jauh di atas negara importir terbesar kedua yakni China sebesar 3,4 juta ton dan Amerika Serikat sebanyak 2,9 juta ton.

Ketua Umum Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (PERHEPI), Bustanul Arifin, mengatakan permintaan impor gula Indonesia terus meningkat disebabkan kebutuhan yang juga terus naik.

“Masalahnya demand (kebutuhan) di dalam negeri tumbuh terus, terutama industri makanan minuman. Inilah yang menaikkan permintaan impor gula,” ujar Bustanul pada acara Gambir Trade Talk 2022, Rabu (23/2).

Di sisi lain, sebetulnya produksi gula di dalam negeri juga mencatat kenaikan. Bustanul mengatakan pada 2021, produksi gula nasional mencapai 2,36 juta ton atau naik 10,9 persen. Tak hanya produksinya, area lahan tebu pada 2021 juga meningkat menjadi 443,501 hektar. Kendati naik, menurutnya itu tak akan cukup untuk penuhi kebutuhan gula nasional.

“Statistik gula ada kenakan sedikit. Apresiasi lah. Areal naik, dugaan saya naik sampai 2,4 persen kenaikan dibanding 2020. Not bad lah,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Bustanul menjelaskan permasalahan produksi gula di Indonesia tak lepas dari permasalahan yang menurutnya sebetulnya sangat mendasar.

“Masalahnya struktural, kita tahu, bahwa di hulu itu usaha tani tebu tak efisien, produktivitas rendah, persaingan lahan dengan tanaman pangan lain, kita sebenarnya tahu semua tentang itu,” jelasnya.

“Hilir juga kita sudah tahu, di Jawa terutama, pabriknya sudah tua, proses produksinya tidak efisien, teknologi ketinggalan zaman,” lanjut Bustanul.

Dalam paparannya, produksi gula nasional terlalu terkonsentrasi di Jawa. Sekitar 60 persen pabrik gula ada di pulau ini dan berkontribusi sebesar 55 persen terhadap produksi nasional. Produksinya berasal dari 39 persen dari pabrik gula BUMN dan 16 persen pabrik gula swasta.

Dengan kondisi impor tersebut, Bustanul menyarankan agar pemerintah merencanakan kepastian kebutuhan impor, termasuk kebutuhan gula rafinasi. Selain itu juga menurutnya perlu ada integrasi antara kebijakan pemerintah dengan kebijakan industri gula berbasis tebu.

“Kalau tidak terintegrasi trade policy-nya dengan industrial policy gula berbasis tebu tidak akan dapat. Kalau bahasa saya hulu-hilir, terus distribusi perdagangan dan visi di pasar globalnya seperti apa,” ujarnya.***