Hantui Negara-negara Besar, Apa itu Resesi Seks dan Bagaimana di Indonesia?

Hantui Negara-negara Besar, Apa itu Resesi Seks dan Bagaimana di Indonesia?
Lihat Foto

WJtoday, Bandung - 'Resesi seks' hingga kini masih menghantui negara-negara besar dari China hingga Amerika Serikat. Apa itu 'resesi seks' yang masih 'menggerayangi' sejumlah negara maju?

Mengutip jurnal The Atlantic, istilah 'resesi seks' merujuk pada penurunan rata-rata jumlah aktivitas seksual yang dialami suatu negara sehingga mempengaruhi tingkat kelahiran yang rendah.

Dalam artikel yang dirilis pada 2018 tersebut, editor senior The Atlantic, Kate Julian, menuliskan tentang 'resesi seks' di AS.

Julian membeberkan kekhawatiran remaja dan dewasa di AS melakukan seks lebih sedikit ketimbang generasi sebelumnya.

Ia merujuk pada data Survei Perilaku Risiko Remaja yang dilakukan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) AS.

Berdasarkan survei itu, persentase murid SMP dan SMA yang melakukan hubungan seksual di negara itu berkurang dari 54 persen ke 40 persen sejak 1991 sampai 2017.

Insider juga melaporkan jumlah warga AS berusia 18 hingga 29 tahun yang tak melakukan seks sejak 2008 hingga 2018 meningkat dua kali lipat.

"Dengan kata lain, di jeda generasi, seks berubah dari sesuatu yang paling sering dilakukan anak SMP dan SMA, ke sesuatu yang paling jarang dilakukan [oleh generasi muda sekarang," tulis Julian.

Julian menjelaskan salah satu penyebab 'resesi seks' ini adalah beberapa orang tak merasa harus melakukan seks jika mereka tak menginginkannya.

Selain itu, dia juga mengakui kemungkinan beberapa orang lebih mengutamakan sekolah dan pekerjaan, ketimbang cinta dan seks.

"Masyarakat berusia 20-an tahun lebih banyak tak memiliki pasangan hidup. Melihat situasi ini, saya pikir akan lebih sedikit seks terjadi," kata Twenge.

Fenomena 'resesi seks' AS juga dialami China yang dalam satu dekade terakhir berubah menjadi negara maju.

Pada 2021, China mencatat rekor angka kelahiran menjadi yang terendah sejak 1949. Fenomena tersebut pun menjadikan beberapa ahli menganggap Negeri Tirai Bambu tengah menghadapi 'resesi seks'.

"Resesi seks" di China ramai jadi perbincangan usai sebuah laporan dengan judul The Challenges of Law Birth rate in China rilis di Wiley pekan lalu.

Bagaimana di Indonesia?
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengatakan, bahwa meski tak ada penurunan jumlah kelahiran dan populasi penduduk yang signifikan, resesi seks mungkin saja terjadi di Indonesia.

Alasannya, adalah tren gaya hidup masyarakat di zaman kiwari. Perubahan gaya hidup masyarakat membuat kemungkinan resesi seks tak bisa terhindarkan.

"Bisa, sangat bisa terjadi. Terutama trennya sekarang usia menikah anak muda itu makin meningkat, maksudnya mulai jarang yang memilih menikah muda di usia reproduksi," kata Hasto, saat dihubungi CNNIndonesia.com melalui telepon, Selasa (23/8).

Hasto memaparkan, jika merujuk data dari Badan Pusat Statistik Nasional (BPS) pada 2019, jumlah penduduk Indonesia mencapai 266,91 juta jiwa. Jumlah itu kemudian meningkat pada 2020 menjadi 270,20 juta jiwa.

Hasto memaparkan, jika merujuk data dari Badan Pusat Statistik Nasional (BPS) pada 2019, jumlah penduduk Indonesia mencapai 266,91 juta jiwa. Jumlah itu kemudian meningkat pada 2020 menjadi 270,20 juta jiwa.

"Angkanya kembali naik menjadi 272,68 juta jiwa pada pertengahan 2021," kata Hasto. Kemudian angka itu meningkat lagi di 2022 tepatnya pertengahan tahun ini menjadi 275,77 juta jiwa.

Meski demikian, kenaikan jumlah penduduk ini juga dibarengi dengan angka perceraian yang semakin tinggi.

Sejak 2015, angka perceraian terus meningkat. Tercatat, pada tahun itu sebanyak 350 ribu pasangan memutuskan untuk mengakhiri pernikahan mereka. Lalu, pada 2018 perceraian kembali meningkat menjadi 450 ribu.

"Kemudian pada 2021 angkanya nambah lagi jadi 580. Dengan tingginya orang bercerai, potensi resesi seks ini bisa terjadi," kata dia.

Berikut ini beberapa alasan Indonesia bisa menyusul China dan Jepang mengalami resesi seks, meski tanpa adanya penurunan jumlah kelahiran dan populasi penduduk.

1. Banyak anak muda memilih melajang
2. 2. Gaya hidup dan pola pikir
3. Perceraian
4. Masalah mental.  ***

(Sumber: CNNIndonesia.com)