Hasil Survei Kerap Meleset, Indo Parameter: Sama Saja Membohongi Publik

Hasil Survei Kerap Meleset, Indo Parameter: Sama Saja Membohongi Publik
Lihat Foto

WJtoday, Jakarta - Hasil survei terkait penanganan Covid-19 oleh pemerintah yang dilakukan beberapa lembaga terbukti banyak yang meleset. Dengan demikian, patut diduga riset yang dilakukan tak memiliki metodologi yang jelas, dan hanya berdasarkan teori ATS alias asal tuan senang.  

Direktur Eksekutif Indo Parameter, Tri Wibowo Santoso, mengungkapkan, melesetnya hasil riset LSI Denny JA yang menyebut kasus Covid-19 di Indonesia tuntas di Juni 2020 menjadi bukti nyata bahwa penelitian yang dilakukan tak memiliki metodologi, sehingga hasilnya absurd.   

"Buktinya angka penderita Covid-19 masih tinggi hingga sekarang ini. Bahkan, pemerintah terus memperpanjang pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM). Saya menduga hasil surveinya selama ini dicreate untuk menyenangkan hati si pemesan," ujar pria yang karib disapa Bowo ini, Sabtu (21/8/2021).

Selain riset LSI Denny JA, Bowo juga menyoroti hasil survei Charta Politika terkait kinerja menteri kabinet di masa pandemi Covid-19. Hasil survei yang dilakukan pada 6 hingga 12 Juli 2020 menyebut Juliari Batubara yang kala itu menjabat Menteri Sosial sebagai salah satu anak buah Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang berkinerja baik.

"Survei Charta Politika lebih lucu lagi. Hasil surveinya menyebut Juliari sebagai menteri terbaik. Tapi tak lama kemudian Juliari tersandung korupsi bansos. Jadi yang dimaksud Mas Yunarto ini terbaik buat siapa? Buat para cukong begitu?" sindir Bowo.

Hal yang tak kalah lucunya lagi, menurut Bowo, adalah sikap M Qodari sebagai Direktur Eksekutif Indo Barometer merangkap sebagai inisiator organisasi relawan pendukung pasangan Jokowi dan Prabowo (Jokpro).

Memang, diakui Bowo, tak ada yang salah bila ada petinggi lembaga survei merangkap sebagai relawan. Namun, secara etika hal itu tak bisa dibenarkan. Bowo kemudian mengibaratkan hal itu seperti wanita pemandu lagu atau lady escort (LC) di sebuah karaoke plus-plus.

"Ini kan seperti LC di karaoke plus-plus diminta menyanyikan lagu yang dipesan oleh seorang tamu berkantong tebal seraya digerayangi tubuhnya. Belum tentu tamu lainnya atau-pun LC itu nyaman dan suka. Tapi, uang kan bicara lain," sindirnya lagi.

Bowo melihat fenomena lembaga survei yang kerap meleset hasil risetnya itu sebagai kebohongan publik dan telah mencederai dunia intelektual. Bahkan, ironisnya meski kerap melakukan kesalahan dalam survei, seolah lembaga survei tersebut seolah tak punya rasa malu untuk tetap tampil di depan publik.

"Kalau di negara lain, lembaga survei yang melakukan kesalahan dalam riset konsekuensinya membubarkan diri dengan sendirinya. Nah, di Indonesia justru masih tetap tampil dan seolah sudah putus urat malunya," tutur Bowo.

Bowo menyarankan masyarakat untuk tak lagi mempercayai lembaga survei yang kerap meleset hasil survei yang dilakukannya. Atau setidaknya publik bisa menganggap hal itu sebagai dagelan politik yang mampu menaikan imun tubuh disaat pandemi Covid-19 sedang meningkat.

"Anggap aja survei abal-abal lembaga yang kerap meleset hasil surveinya itu sebagai lawakan yang bisa meningkatkan imun kita dikala pandemi Covid-19 lagi tinggi," tandas Bowo.***