Indonesia Terdampak Parah Resesi Ekonomi Dunia Jika Pemerintah Tidak Antisipasi

Indonesia Terdampak Parah Resesi Ekonomi Dunia Jika Pemerintah Tidak Antisipasi
Lihat Foto

WJtoday, Jakarta - Anggota Komisi XI DPR RI Anis Byarwati menilai Indonesia akan terdampak parah resesi ekonomi jika pemerintah tidak antisipasi dengan baik. Hal itu berdasarkan data Indonesia masuk 15 negara Asia terdampak resesi ekonomi global.

Sri Lanka menjadi negara urutan pertama negara yang memiliki kemungkinan mengalami resesi hingga 85 persen. 

“Sedangkan Indonesia berada di peringkat ke-14, menurut data Bloomberg, dengan probability krisis sebesar 3 persen,” jelas Anis dalam keterangan tertulis, dikutip Sabtu (29/10/2022).

Anis turut mengingatkan tidak tertutup kemungkinan risiko resesi tersebut akan terus meningkat ke depan. 

Mengingat kombinasi tingginya tingkat inflasi dan suku bunga menyebabkan terjadinya perlambatan ekonomi (stagflasi). Sehingga, terdapat efek rambatan kepada ekonomi domestik.

“Bahkan, BI sudah merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang sebelumnya mencapai 4,7-5,5 persen menjadi turun ke 4,6 hingga ke 5,2 persen,” ujar politisi PKS tersebut. 

Dia menyebut dengan proyeksi resesi yang akan melanda Amerika dan merembet pada negara lain akibat kenaikan suku bunga secara agresif untuk menekan inflasi, mata uang rupiah akan kewalahan.

“Cadangan devisa Indonesia terus tergerus. September tahun lalu mencapai 146,9 miliar USD dan September 2022 hanya 130,8 miliar USD. Artinya, BI susah payah menjaga volatilitas nilai tukar rupiah agar stabil,” ungkap Anis.

Karena itu, ia mendesak pemerintah mengendalikan laju inflasi dengan menjaga daya beli dan konsumsi masyarakat. Selain itu, dari sisi fiskal, pemerintah perlu menjaga efektivitas dan efisiensi belanja negara untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.

“Caranya dengan prioritas belanja yang berkualitas dan menunda proyek ambisius seperti pembangunan ibu kota baru di saat resesi ekonomi global,” serunya. 

Di sisi lain ia mengkhawatirkan jika pemerintah terus mengejar proyek-proyek mercusuar yang komponen impornya tinggi dan tidak berdampak pada daya beli masyarakat, Indonesia akan terdampak parah akibat resesi ekonomi global. 

“Perlu diingat pula total utang pemerintah kembali naik per 30 September 2022. Menurut catatan terakhir sebesar Rp7.420 triliun, total utang naik sekitar 2,54 persen bila dibandingkan bulan sebelumnya sebesar Rp 7.236,61 triliun." paparnya.

"Jadi, pemerintah harus menjaga rasio utang yang terkendali dan memprioritaskan kebutuhan yang mendesak,” tutup Anis.

Waspadai Risiko Resesi Ekonomi Global
Pemerintah mewaspadai risiko resesi ekonomi global pada tahun depan. Adapun tantangan yang perlu diwaspadai pada tahun depan antara lain ancaman akibat perubahan iklim, ketegangan geopolitik yang terus berlangsung, sehingga menyebabkan disrupsi pasokan global yang memicu lonjakan inflasi.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan lonjakan inflasi secara global memicu bank sentral di banyak negara mengetatkan kebijakan moneternya dengan menaikkan suku bunga secara agresif, terutama negara maju. Hal ini juga akan  menambah ketidakpastian khususnya di negara berkembang.

“Jadi ketidakpastiannya banyak, makanya disebutkan di tengah risiko bagaimana kita tetap mencapai ekonomi yang tetap kuat dan bertahan, padahal pola risikonya jadi lebih sulit diprediksi,” ujarnya saat webinar Strategi Capai Ekonomi Kuat & Berkelanjutan di Tengah Risiko, Jumat (28/10).

Menurutnya, APBN 2023 akan tetap berperan sebagai shock absorber dan diharapkan tetap mampu merespons gejolak global sehingga stabilitas ekonomi di dalam negeri dapat terjaga. 

Sri Mulyani menyebut APBN yang salah dalam tata kelolanya tidak hanya akan merugikan ekonomi, tetapi juga berpotensi memicu krisis politik, seperti yang saat ini terjadi di Sri lanka dan Inggris.

“Tantangan-tantangan masyarakat dan ekonomi yang continuously di bawah tekanan dan shock ini bukan kaleng-kaleng, istilahnya shock-nya sangat besar, yang memang kemudian jika APBN sendiri tidak tahan, APBN-nya jebol duluan,” sebutnya.

Kendati demikian, Sri Mulyani optimistis perekonomian Indonesia pada kuartal III 2022 akan tumbuh lebih tinggi dari kuartal II 2022 sebesar 5,4 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya.

"Kuartal ketiga ini kami harapkan momentum pemulihan ekonomi masih akan kuat," ucap Sri Mulyani.

Hantu Krisis yang Berbeda
Ekonomi dunia tengah dilanda kekhawatiran akan terjangan badai resesi di tahun 2023. Kondisi ini sedikit banyak membuat masyarakat RI was-was perekonomian tanah air akan terpengaruhi.

Staf Khusus Wapres 2007-2014 dan Dosen Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin mengatakan, krisis yang melanda dunia saat ini berbeda dengan krisis yang bisa diidentifikasi dari kejadian di masa lalu. 

Karena itulah, penanganannya pun membutuhkan waktu tidak sebentar.

"Krisis yang sekarang berbeda ada Pandemi Covid, Perang Ukraina-Rusia, Kekeringan di China terburuk selama 60 tahun terakhir, apakah krisis Lembaga keuangan di dunia juga akan berbenturan," kata Wijayanto, di Universitas Paramadina, dikutip dalam keterangannya, Jumat (28/10).

Dengan pertumbuhan ekonomi yang rendah seperti sekarang, perusahaan akan mengerem ekspansinya bahkan membuat efisiensi sehingga mencari pekerjaan menjadi lebih sulit dan menantang. Kendati demikian, justru menurutnya krisis merupakan sebuah kesempatan.

Ia mengambil permisalan seperti seseorang yang mau berpindah lantai dengan lift. Saat mau memasuki lift, kita akan mengantre. Jika di lift tersebut ada yang kentut, maka semua orang di dalamnya akan bubar.

"Namun jika kita bisa tahan, pakai masker misalnya makan kita bisa survive di lift itu. Ketika krisis ada juga yang memutuskan naik tangga saja, ternyata lebih cepat lebih sehat, namun jika tidak ada krisis, maka kita tidak akan mengetahui cara lain untuk berpindah ke atas," jelasnya.

Menurutnya, yang dibutuhkan oleh para pebisnis dalam bertahan dalam kondisi penuh ketidakpastian seperti sekarang ini ialah mindset baru, attitude, skill baru, serta model bisnis baru.

Di sisi lain, untuk para pencari kerja dan lulusan baru, ia mengatakan, di luar pengetahuan, juga diperlukan improvisasi dengan soft skill dan life skill sebagai pelengkapnya.  ***