Intervensi Medis Lamban Sebabkan Angka Kematian Covid-19 Tinggi

Intervensi Medis Lamban Sebabkan Angka Kematian Covid-19 Tinggi
Lihat Foto

WJtoday, Jakarta - Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan, angka kematian di rumah sakit sangat tinggi dalam tiga bulan terakhir. Salah satu faktor penyebabnya adalah lambannya intervensi medis terhadap pasien Covid-19.

"Soal rumah sakit, khususnya angka kematian yang memang tinggi. Jadi Bapak Presiden (Joko Widodo) menyampaikan beberapa kali ke saya, angka kematian kita tinggi," kata Budi dalam keterangan pers daring update penanganan Covid-19, Senin (2/8/2021).

Berdasarkan analisa Kementerian Kesehatan (Kemenkes), 50% kematian ada di 20 kabupaten/kota di Indonesia. 20 kota itu ada di tiga provinsi yakni Jawa Barat (Karawang, Purwakarta), Jawa Tengah (Kota Semarang, Sragen, Sukoharjo, Wonogiri, Kota Surakarta, Banjarnegara, Kebumen, Klaten, Karanganyar) dan Jawa Timur (Bojonegoro, Bondowoso, Situbondo, Blitar, Jember, Kota Surabaya, Jombang, Trenggalek, dan Bangkalan).

"Kami lihat dan analisa, ada 20 kabupaten/kota yang menyumbang terbesar angka kematian," sebutnya.

Dari analisa Kemenkes selanjutnya, dalam bulan terakhir, laju kematian di rumah sakit sangat cepat jika dibandingkan dengan sebelumnya. Di mana kematian pasien rata-rata dalam 4,8 hari perawatan. Padahal sebelumnya, rerata kematian pasien Covid-19 terjadi saat delapan hari perawatan.

"Kemudian kami juga lihat, dulu kematian di IGD (instalasi gawat darurat) hampir tidak ada. Sedikit sekali. Kebanyakan dulu meninggal di ICU atau ruang isolasi. Tetapi dalam tiga bulan terakhir, kematian di IGD tinggi. Itu yang membuat mereka sebentar di rumah sakit sebelum wafat," jelas Budi.

Baca juga: Efikasi Vaksin Tak Sampai 100 Persen, Luhut: Herd Immunity Akan Sulit Dicapai

Berdasarkan analisa, kematian yang cepat ini terjadi karena sebagian besar saturasi pasien sangat rendah.

"Kelihatan sekali pasien yang masuk ke rumah sakit dalam kondisi saturasi di bawah 90% semakin besar. Padahal seharusnya ketika sudah di bawah 94%, harus sudah dikirim ke rumah sakit. Jadi kesimpulan kami, banyak pasien yang terlambat mendapat intervensi medis. Kami tanya ke banyak orang, ternyata mereka merasa malu mengakui kalau mereka sakit Covid. jadi mereka lebih baik diam dan minta dirawat keluarganya," papar Budi.

Ditambahkannya, Untuk menekan lonjakan kematian di rumah sakit,  pihaknya berkomitmen untuk memasifkan sosialisasi. Sementara di 20 kabupaten/kota yang tingkat kematiannya tinggi, Kemenkes bekerja sama dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) untuk mengoptimalkan penggunaan telemedicine. Nantinya, keluarga pasien akan berkonsultasi dengan dokter di daerah melalui telemedicine.

"Jadi kami lebih aktif dan agresif melakukan sosialisasi. Selama saturasi di atas 94%, insya Allah tinggal di rumah bisa sembuh. Asal hidup sehat, dapat makan yang sehat, matahari yang cukup, badan bisa sembuh. Tetapi kalau sudah di bawah 94%, harus dirujuk ke puskesmas atau isolasi ke pusat (wisma atlet/dan sebagainya) atau ke rumah sakit," tandasnya.  ***