Ironi Bisnis Lobster: Nelayan Dieksploitasi, Pengusaha dan Politisi yang Makmur

Ironi Bisnis Lobster: Nelayan Dieksploitasi, Pengusaha dan Politisi yang Makmur
Lihat Foto
WJtoday, Bandung - Keterlibatan para politisi di balik perusahaan ekspor benih lobster dinilai sebagai ironi kebijakan publik yang seharusnya diarahkan untuk sebesar-besar kemakmuran nelayan, bukan untuk kemakmuran para pengusaha dan politisi. 

“Inilah ironi besar kebijakan publik KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan). Nelayan hanya menjadi korban eksploitasi, tetapi pengusaha dan politisi tetap menjadi aktor pertama penerima keuntungan kebijakan ini,” ungkap Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) Susan Herawati via keterangan tertulis, Senin (6/7/2020).

Untuk itu, Susan mendesak Menteri Edhy Prabowo untuk di-reshuffle dari kabinet karena terbukti tidak bekerja untuk kepentingan masyarakat, khususnya nelayan lobster.

Sebaliknya, sambung Susan, ia bekerja untuk para pengusaha dan politisi.

“Edhy Prabowo sudah tak pantas duduk di kursi Menteri KP karena tidak bekerja untuk kepentingan masyarakat, khususnya nelayan lobster. Ia harus direshuffle dan diganti oleh Menteri yang memiliki keberpihakan terhadap nelayan di seluruh Indonesia,” pungkasnya. 

KIARA lantas membeberkan daftar politisi yang terlibat di balik perusahaan izin ekspor benih lobster Kementerian Kelautan dan Perikanan, yakni:


Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti semakin terang-terangan mengeritik penerintah Jokowi, terutama terkait cantrang dan ekspor benih lobster. Terlebih, diduga kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan saat ini Edhy Prabowo itu menguntungan sejumlah politisi.

Susi dalam beberapa hari ke belakang memang kerap kali mengunggah tautan-tautan berita soal perkembangan terbaru soal kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan yang dipimpin oleh Edhy Prabowo. Itu semua pun langsung menimbulkan respons netizen bermacam-macam dari yang mendukung hingga menolak secara keras.

Salah satunya dengan retweer laporan dari Majalah Tempo Edisi Senin, 6 Juli 2020, soal jumlah perusahaan eksportir benur lobster terus bertambah semenjak Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo menerbitkan aturan yang memperbolehkan praktik tersebut beberapa waktu lalu. Saat ini, jumlahnya telah mencapai 30 perusahaan.

Perusahaan tersebut terdiri dari atas 25 perseroan terbatas (PT), 3 persekutuan komanditer (CV), dan 2 usaha dagang (UD). Sejumlah kader partai menjadi aktor di belakang perusahaan-perusahaan eksportir benur lobster tersebut. Di PT Royal Samudera Nusantara, misalnya, tercantum nama Ahmad Bahtiar Sebayang sebagai komisaris .

Kemudian ada tiga eksportir lain yang terafiliasi dengan Partai Gerindra. PT Bima Sakti Mutiara, misalnya, hampir semua sahamnya dimiliki PT Arsari Pratama. Komisaris Bima Sakti adalah Hashim Sujono Djojohadikusumo, adik Menteri Pertahanan Prabowo Subianto yang juga Ketua Umum Gerindra. Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, putri Hashim, duduk sebagai direktur utama.

Lalu juga, dalam daftar eksportir tersebut tarsemat nama Fahri Hamzah, bekas politikus PKS yang kini menjabat Wakil Ketua Umum Partai Gelora Indonesia, tercatat membandari modal PT Nusa Tenggara Budidaya yang bermarkas di Gedung Cyber, Kuningan Barat, Jakarta Selatan.

Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo menjamin penetapan eksportir benih lobster, termasuk yang berkaitan dengan politikus, telah melalui prosedur yang baku, tanpa keistimewaan.

Wakil Ketua DPR RI periode 2014-2019 Fahri Hamzah tengah disorot karena mulai bermain di bisnis lobster pasca-kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) membuka keran ekspor benur yang sempat dilarang era Menteri KKP Susi Pudjiastuti.

Fahri yang berasal dari Nusa Tenggara Barat (NTB), ikut menjadi pemodal di satu dari 30 perusahaan yang ditetapkan Menteri KKP Edhy Prabowo sebagai eksportir benih lobster tersebut, yakni PT Nusa Tenggara Budidaya.

Fahri pun tidak membantah perannya di bisnis ini, setelah pemilik akun @Konco_82 bertanya kepada wakil ketua umum Partai Gelora Indonesia itu pada Minggu (5/7/2020).

Akun tersebut juga menautkan artikel yang diterbitkan Majalah Tempo berjudul "Musim Kenduri Berburu Bayi" pada Sabtu (4/7).

"Halo @Fahrihamzah? Mulai berbisnis nih bro," tulis @Konco_82.

"Kuliah di FEUI lalu hampir 20 tahun kerja pemerintahan, sekarang bisnis boleh dong," jawab @Fahrihamzah dengan emoticon tertawa.

Politisi Partai Gelora itu pun melanjutkan penjelasannya lewat cuitan berikutnya.

"Tentang FH Kok Cawe-cawe bisnis: @fahrihamzah: Saya kan pensiunan (sejak 1/10/2020) jadi boleh bisnis sekarang. Kalau saya enggak boleh jadi pengusaha terus saya harus jadi apa? Hampir 20 tahun kerja pemerintahan gak korupsi. Masak gak boleh usaha?" jelas Fahri.

Dia kemudian menjelasakan tentang bisnisnya di NTB. Menurut FH -inisial Fahri Hamzah, sebagai putra daerah, dirinya tentu akan memilih tanah kelahirannya itu sebagai basis usaha.

Tujuannya, supaya ada efeknya terhadap pembangunan daerah itu.

"Dulu saya mendorong pembangunan pakai dana negara (APBN) sekarang saya dorong pembangunan pakai dana swasta apa salahnya?" cuit @Fahrihamzah sembari menuliskan tagar #FHvsTEMPO.

Begitu pula tentang mitra, Fahri yang saat menjadi wakil rakyat dikenal sebagai vokalis Senayan menjelaskan dirinya memerlukan kemitraan dengan para investor dalam dan luar negeri untuk bisnis.

Bahkan, seperti dilansir jpnn, Fahri mengaku juga sedang mengembangkan sektor-sektor lain di NTB. Mulai pertanian, kelautan, perkebunan, parawisata dan lainnya agar nilai tambah dan dampak sosialnya lebih massif.

"Bisnis Lobster. @fahrihamzah: saya bukan orang baru karena kami orang pesisir, saya dulu menghindari terjun langsung karena menjabat. Tidak etis saja. Tapi keluarga saya juga keluarga nelayan dan petambak udang dan ikan. Lobster bukan dunia baru. Saya paham peta," jelas Fahri. ***