James Cameron Sebut Suku Bajo Indonesia Jadi Salah Satu Inspirasi Film 'Avatar: The Way of Water'

James Cameron Sebut Suku Bajo Indonesia Jadi Salah Satu Inspirasi Film 'Avatar: The Way of Water'
Lihat Foto

WJtoday, Jakarta - Sutradara Avatar: The Way of Water, James Cameron, menyebut Indonesia adalah salah satu inspirasinya ketika menciptakan film tersebut. Terutama, adegan di bawah laut yang diperankan oleh para avatar dalam sekuel Avatar

"Untuk mengambil budaya asli di planet ini dan menggambarkannya melalui sudut pandang Pandora, kami melakukan banyak riset tentang budaya asli yang sangat erat kaitannya dengan lautan," kata Cameron dikutip dari kanal YouTube National Geographic, Jumat (23/12/2022).

"Ada suku di Indonesia yang tinggal di rumah panggung, hidup di atas rakit, dan sebagainya. Kami mencari hal-hal seperti itu," lanjutnya. 
Meski Cameron tak menjelaskan secara detail, suku yang dimaksud erat kemungkinannya dengan suku Bajo yang ada di Indonesia. Kemiripan ditampakkan lewat suku Metkayina, klan laut N'avi yang ditampilkan dalam Avatar: The Way of Water. 

Selain itu, Cameron juga menyebut bahwa dunia laut Pandora mempunyai banyak persamaan dengan lautan yang ada di Bumi. 

"Ada persamaan yang sangat besar antara Pandora dan planet kita. Kesamaan yang paling jelas adalah terumbu karang, terutama di Pasifik Tengah dan Barat," ucap Cameron. 

Menurut Cameron, ada banyak hal yang mesti dicontoh dari suku laut dalam film Avatar:The Way of Water. 

"Budaya N'avi tidak ingin menebang pohon melihatnya menjadi bahan bangunan kayu. Mereka ingin berintegrasi dengan sangat alami, serta bersimbiosis ke dalam lingkungan mereka sehingga kami harus tampil dengan arsitektur mereka," tutur Cameron. 

Dalam Avatar 2, diceritakan Jake Sully (Sam Worthington) dan Neytiri (Zoe Saldana) beserta anak-anaknya harus meninggalkan suku Omaticaya. 

Mereka dikejar oleh Quaritch (Stephen Lang) yang ingin balas dendam kepada Jake.  

Jake dan Neytiri beserta anak-anaknya akhirnya pergi ke pesisir laut Pandora. Mereka harus hidup dan beradaptasi dengan lingkungan baru di laut bersama dengan Suku Metkayina.


Mengenal Suku Bajo di Indonesia

Disney dan '<a href='https://www.westjavatoday.com/tag/avatar'>Avatar</a>' Luncurkan Kampanye 'Keep Our Oceans Amazing'

Saat ini Suku Bajo tengah menjadi trending dalam pencarian Google. Bukan tanpa sebab hal ini karena suku yang berasal dari Pulau Sulawesi, Indonesia tersebut menjadi inspirasi film Avatar 2: The Way of Water.

Suku Bajo memiliki karakteristik kemaritiman cukup kental. Saat ini mereka tersebar di beberapa wilayah perairan Sulawesi, Kalimantan Timur, Maluku, Nusa Tenggara, hingga ke pantai timur Sabah (Malaysia) dan Kepulauan Sulu (Filipina)

Suku Bajo terkenal dengan ciri khasnya yang nomaden sehingga suku ini biasa dikenal dengan "sea gypsy".

Saat ini banyak dari Suku Bajau yang sudah menetap. Mereka membangun rumah di atas laut yang kemudian dibuatkan jalan ke pemukiman mereka.

Sejumlah fakta terkait Suku Bajo:

1. Kuat Menyelam hingga ke Dasar Laut tanpa Bantuan Alat

Orang Bajo di kehidupan nyata dikenal kuat berenang dan menyelam dalam waktu panjang tanpa bantuan alat oksigen dan perlengkapan menyelam untuk mencari gurita atau ikan.

Penelitian Melissa Ilardo dkk menemukan para pengembara laut ini memiliki limpa yang telah mengalami adaptasi genetik dan fisiologis lewat seleksi alam. Ini membuat mereka memiliki penampungan oksigen yang lebih maksimal untuk menyelam, seperti dikutip dari Physiological and Genetic Adaptations to Diving in Sea Nomads.

Dalam film Avatar 2, orang Metkayina pun tahan menyelam di kedalaman laut dalam waktu lama. Tsireya, anak dari suku Metkayina, mengajarkan Lo'ak, anak Jake dan Neytiri untuk tahan menyelam lebih lama dengan cara melambatkan denyut jantung.

2. Nomaden atau Pengembara Laut

Suku Bajo, atau suku Bajau, atau suku Sama-Bajau, merupakan suku pengembara laut terbesar yang tersisa di pulau-pulau Asia Tenggara, terutama di kawasan pantai Indonesia, Malaysia, dan Filipina.

Kini, orang Bajo dapat ditemui antara lain di Kendari (Sulawesi Tenggara), Kotabaru (Kalimantan Selatan), dan Derawan (Kalimantan Timur). 

Karena memiliki kekuatan perdagangan di masa lalu, orang Bajo hidup nomaden di lautan, umumnya di atas rumah perahu, sambil menangkap ikan dan berdagang. 

Di antara pelayaran mereka, orang Bajo terkadang menetap dan menikah dengan orang lokal. Kebiasaan ini disebut kreolisasi maritim, yakni proses orang Bajo mempertahankan budaya sambil berasimilasi dengan budaya setempat. 

3. Rumah Panggung di Atas Laut

Orang suku Bajo mendirikan rumah di sekitar pantai dan laut. Rumah suku Bajo di Kepulauan Togean, Sulawesi Tengah, berdiri di tepian pantau atau di atas perairan laut dangkal yang dipasangi tiang pancang agar terhindar dari gelombang pasang.

Dinding rumah suku Bajo berbahan dasar kayu, sementara atapnya terbuat dari rumbia, seperti dikutip dari laman Peta Budaya Kemdikbud.***