Kasus Gagal Ginjal Akut: Jangan Tunggu Jatuh Korban Lalu Lakukan Penelitian

Kasus Gagal Ginjal Akut: Jangan Tunggu Jatuh Korban Lalu Lakukan Penelitian
Lihat Foto

WJtoday, Bandung - Kementerian Kesehatan dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) telah menerima laporan peningkatan kasus Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal pada anak sejak akhir Agustus 2022 lalu. 

Merujuk pada data Kementerian Kesehatan RI, hingga 18 Oktober 2022 terdapat 206 kasus yang berasal dari 20 provinsi dengan angka kematian sebanyak 99 anak. 

Ketua DPR RI Puan Maharani meminta Pemerintah melakukan evaluasi secara menyeluruh terkait lemahnya deteksi dini terhadap gangguan ginjal akut pada anak. 

Hal ini lantaran maraknya kasus gagal ginjal akut akibat obat sirup yang mengandung bahan kimia adalah Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) yang mendera lebih dari 200 anak Indonesia.

"Dengan adanya kasus gagal ginjal akut pada anak, Indonesia harus melakukan transformasi sektor Kesehatan. Adanya kasus-kasus yang ditemukan di negara lain semestinya menjadi pemicu untuk dilakukannya deteksi dini di Indonesia." kata Puan dalam keterangan persnya yang diterima, Jumat (21/10).

"Bukan justru menunggu jatuhnya korban jiwa, baru bergerak melakukan penelitian,” tambahnya menegaskan.

Pemerintah sebelumnya sudah menginstruksikan pelarangan sementara penjualan dan penggunaan obat anak dalam bentuk cair yakni Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) yang merupakan bahan kimia pelarut. 

Bahan ini digunakan sebagai pengganti propilen glikol yang digunakan pabrik farmasi sebagai pelarut dalam obat-obatan umum seperti paracetamol.

Dari pengumuman yang disampaikan BPOM, ada 5 obat sirup anak yang tercemar etilen glikol (EG) sehingga harus ditarik peredarannya karena kandungan EG-nya melebihi ambang batas aman. Puan pun meminta pengawasan terhadap produksi obat semakin diperketat. 

“Apabila ada kelalaian dari pihak produsen obat, harus diusut tuntas sesuai dengan aturan yang berlaku,” ujarnya.

Dia juga mendorong pemerintah daerah untuk bergerak cepat melakukan deteksi dini dan siaga dalam melayani pasien anak dengan gagal ginjal akut. Apalagi, sejumlah daerah belum memiliki layanan cuci darah untuk anak atau hemodialisa yang terbatas.

Seluruh pemerintah daerah, baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, diminta melengkapi seluruh layanan kesehatan dengan fasilitas dan alat kesehatan yang memadai untuk penanganan kasus gagal ginjal akut anak. 

“Buktikan bahwa pemerintah pusat dan daerah betul-betul peduli pada persoalan kesehatan masyarakat dan kualitas hidup rakyat,” tutupnya.

Jangan Gegabah Menggunakan Obat

Kemenkes bersama BPOM, Ahli Epidemiologi, IDAI, Farmakolog dan Puslabfor Polri tengah melakukan pemeriksaan laboratorium untuk memastikan penyebab pasti dan faktor risiko yang menyebabkan gangguan ginjal akut di Indonesia. 

Untuk meningkatkan kewaspadaan dan dalam rangka pencegahan, Kemenkes telah meminta tenaga kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan untuk tidak meresepkan obat-obatan dalam bentuk cair/sirup. 

Hal yang sama juga ditujukan kepada seluruh apotek agar tidak menjual obat bebas dan/atau bebas terbatas dalam bentuk cair/sirup sampai hasil penelusuran dan penelitian tuntas.

Anggota Komisi IX DPR RI Rahmad Handoyo mengimbau kepada masyarakat agar berkonsultasi dengan dokter apabila melihat adanya gejala-gejala Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal pada anak dan tidak sembarang menggunakan obat. 

Beberapa gejala yang timbul antara lain: demam, gangguan pencernaan seperti muntah dan diare, gangguan pernapasan seperti batuk dan pilek.

“Waspada perlu tapi kalau anak sakit enggak usah cemas berlebihan, tapi upayakan sesegera mungkin membawa anak ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat agar mendapatkan penanganan,” kata Rahmad dalam keterangan resmi, dikutip Sabtu,  (20/10/2022).

Selain itu, masyarakat harus diberi edukasi terkait cara mengatasi beberapa seperti batuk dan demam pada anak tanpa harus menggunakan obat cair. 

Masalahnya, menurut Rahmad selama ini masyarakat bahkan para tenaga medis sudah sangat terbiasa dengan obat sirup. 

Ditambahkannya, informasi mengenai beberapa jenis obat yang biasa digunakan sebagai alternatif penggunaan obat sirup harus disampaikan ke masyarakat, seperti: kapsul, tablet, racikan, injeksi hingga suppositoria yang biasa diberikan melalui anus. 

Hal ini harus dijadikan perhatian terlebih sebelumnya, obat batuk dan penurun panas berbentuk cair dan sirup anak bisa didapatkan dengan mudah tanpa resep.

“Selama ini kan obat sirup atau cair digunakan para orang tua mana kala anaknya sakit. Apalagi, obat cair itu diperjualbelikan secara bebas." sebut Rahmad.

"Nah, ini harus jadi perhatian, bagaimana solusinya menurunkan panas pada anak tanpa obat cair. Masyarakat harus diedukasi tentang hal ini,” tambah Legislator Dapil Jawa Tengah V tersebut.  

Rahmad juga menekankan, hal penting lainnya yang harus dihindari  adalah kesimpangsiuran informasi menyangkut penyakit gagal ginjal akut pada anak. Ia pun mengatakan munculnya penyakit gagal ginjal akut ini memang ujian berat yang harus dihadapi.  

Apalagi, katanya, sampai saat ini, belum diketahui apa sebenarnya pemicu munculnya penyakit yang kebanyakan menyerang anak balita ini.

“Jangan sampai akibat informasi yang simpang siur menimbulkan kepanikan serta rasa takut pada masyarakat. Untuk itu kita dorong orang tua aktif mengikuti siaran informasi dari Pemerintah tentang kasus ini." tuturnya.

“Kita berharap tentunya dalam waktu tak lama lagi, pemerintah yang bekerja sama dengan negara lain saat ini tengah melakukan penelitian dan investigasi  secara epidemiologi, bisa mengetahui penyebab munculnya penyakit ini, sehingga bisa ditemukan obat penawarnya serta langkah preventifnya,” imbuh Rahmad.

Pertimbangkan Penetapan KLB

Kementerian Kesehatan dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) telah menerima laporan peningkatan kasus Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal pada anak sejak akhir Agustus 2022 lalu. 

Merujuk pada data Kementerian Kesehatan RI, hingga 18 Oktober 2022 terdapat 206 kasus yang berasal dari 20 provinsi dengan angka kematian sebanyak 99 anak. 

Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher meminta pemerintah untuk mempertimbangkan penetapan KLB (Kejadian Luar Biasa) pada kasus gangguan ginjal akut pada anak. 

Mengingat banyaknya kasus yang bermunculan sejak beberapa bulan terakhir. Berdasarkan data Kemenkes RI, gangguan ginjal akut pada anak per 18 Oktober 2022 sudah mencapai 206 kasus di mana 99 orang telah dinyatakan meninggal.

"Ada dugaan kuat bahwa data riil kasus gangguan ginjal akut pada anak-anak itu lebih banyak lagi. Ini semacam puncak gunung es. Apalagi dengan sistem surveilans kesehatan Indonesia yang masih harus diperbaiki di sana-sini," ucap Netty dalam keterangan tertulis yang diterima, Jumat (21/10).

Politisi dari F-PKS ini mengatakan penetapan kondisi KLB untuk kasus gangguan ginjal akut pada anak harus menunggu hasil kerja tim yang dibentuk oleh pemerintah untuk menyelidiki kasus tersebut. 

"Saya mendorong agar tim bekerja sigap dan ekstra agar hasilnya segera ada. Baik itu menyangkut penyebab, gejala, upaya penanganan dan lain sebagainya. Sampai saat ini kita masih belum dapat mengungkap banyak terkait kasus gangguan ginjal misterius ini," ujarnya.

Menurut Netty, penyelidikan harus dipercepat untuk menghindari semakin banyak korban yang berjatuhan. 

"Pemerintah harus memberi dukungan maksimal agar tim dapat bekerja menunaikan tugasnya dengan cepat. Ini perkara prioritas yang harus diselesaikan," tegasnya. 

Netty juga meminta pemerintah memastikan kesiapan faskes dan ketersediaan alat dan obat yang dibutuhkan dalam menangani kasus ini.

"Cek apakah faskes dan RS mana saja yang siap menangani jika ada anak bergejala yang datang berobat. Bagaimana dengan ketersediaan alat dan obat penunjang," ujar Netty. 

Ia menambahkan, edukasi dan informasi pada masyarakat juga harus terus digalakkan agar tahu langkah apa yg harus diambil jika menghadapi kasus tersebut.   ***