Kecam China dan Rusia, Menteri Pertahanan Jepang Tuding Telah Langgar Aturan Internasional

Kecam China dan Rusia, Menteri Pertahanan Jepang Tuding Telah Langgar Aturan Internasional
Lihat Foto

WJtoday, Jakarta - Menteri Pertahanan Jepang, Nobuo Kishi menegaskan bahwa Tokyo akan berada di garis depan ketika negara-negara berkemampuan nuklir tersebut mencoba mengubah norma internasional.

Hal itu dipastikan Jepang terkait manuver China dan Rusia yang telah mempertajam kekhawatiran keamanan di Asia Timur.

"Jepang dikelilingi oleh aktor yang memiliki, atau sedang mengembangkan, senjata nuklir, dan yang secara terbuka mengabaikan aturan," kata Kishi dalam pertemuan yang membahas isu keamanan Asia, Shangri-La Dialogue, yang diselenggarakan di Singapura.

Pada bulan Mei, China dan Rusia melakukan patroli udara bersama di perairan dekat Jepang dan Taiwan, yang pertama kalinya sejak invasi Rusia ke Ukraina.

"Operasi militer bersama antara dua kekuatan militer yang kuat ini tidak diragukan lagi akan meningkatkan kekhawatiran di antara negara-negara lain," ujar Kishi.

Selain itu, kata Kishi, keamanan dan stabilitas Selat Taiwan juga penting bagi keamanan Jepang, dan dunia yang lebih luas. Ia menyebut China sebagai "negara yang menjadi perhatian".

Invasi Rusia ke Ukraina, yang disebut Moskow sebagai "operasi militer khusus", telah membuat khawatir Tokyo, karena hal itu dapat membentuk kekuatan militer sebagai cara untuk menyelesaikan perselisihan internasional, dan mendorong China untuk mencoba dan menguasai Taiwan, yang terletak dekat dengan Jepang dan wilayah jalur maritim perdagangan yang menyokong perekonomiannya.

Dalam pidatonya, Kishi juga mengkritik Korea Utara, yang telah melakukan sedikitnya 18 uji coba rudal tahun ini, dengan mengatakan bahwa rezim itu tidak boleh dibiarkan mengancam Jepang, kawasan, dan komunitas internasional.

Menyampaikan poin yang sama, Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida secara tegas dalam pidatonya untuk Shangri-La Dialogue mengatakan negaranya akan menyerukan peningkatan belanja pertahanan dan mungkin mencari senjata serangan lanjutan. Dikatakannya, Asia Timur mungkin kelak menghadapi situasi yang sama seperti Ukraina saat ini.

Shangri-La Dialogue yang mempertemukan para pejabat tinggi militer, diplomat, dan produsen senjata dari seluruh dunia berlangsung selama tiga hari sejak Jumat (10/6). ***