Kepatuhan Masyarakat Indonesia terhadap Prokes Alami Penurunan, 61,2 Persen Karena Jenuh

Kepatuhan Masyarakat Indonesia terhadap Prokes Alami Penurunan, 61,2 Persen Karena Jenuh
Lihat Foto

WJtoday, Jakarta - Hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) pada Februari 2022 menyatakan bahwa banyak masyarakat tidak lagi patuh menjalankan protokol kesehatan (prokes).

Alasan pertama adalah karena jenuh yaitu 61,2 persen. Kemudian merasa tidak nyaman yaitu sebesar 46 persen.

Kemudian merasa situasi sudah aman sebesar 32 persen. Selain itu mereka yang tidak taat prokes karena yakin tidak tertular sebanyak 24,2 persen.

Lalu tidak ada sanksi sebesar 22,7 persen. Dan berbagai alasan lainnya.

Menurut Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19, Prof. Wiku Adisasmito, hal ini sangatlah disayangkan.

Karena memakai masker, mencuci tangan dengan sabun dan menjaga jarak penting dilakukan. Selain itu merupakan hal yang paling mudah, murah, dan efektif jika dilakukan oleh setiap individu.

Tentunya demi menjaga kasus tetap rendah dan mempertahankan produktifitas ekonomi.

"Saya percaya, kita bisa menjunjung kewajiban tinggi bersama, ketimbang ego pribadi kita, tidak nyaman, jenuh dan merasa yakin tidak tertular," ungkap Wiku pada konferensi pers virtual, Kamis (17/3/2022).

Selain itu ia menyebutkan jika kesadaran masyarakat untuk dites menurun seiring dengan penyesuaian kebijakan baru. Wiku menyebutkan hal ini diakibatkan minimnya kesadaran masyarakat untuk dites.

Berdasarkan hasil sruvei BPS pada Februari 2022, alasan masyarakat melakukan tes Covid-19 karena program kantor yaitu 51 persen. Kemudian persyaratan perjalanan 38,1 persen dan program tracing 23,3 persen.

"Hanya 18,7 persen reponden melakukan tes karena tidak sehat. Penting untuk diingat. Tanpa testing, kita tidak akan bisa mengindetifkasi orang yang positif di antara oran lain," tegas Wiku.

Dengan kata lain, tanpa adanya kesadaran tinggi untk dites, bukan tidak mungkin orang positif bisa berbaur di sekita masyarakat. Lalu menulari banyak orang, termasuk pada kelompok rentan.

Selain itu, tidak mungkin juga jika kita menjadi salah satu sumber penularan tersebut. Untuk itu perlu dilakukan tes ketika merasa bergejala atau setelah beraktivitas berisiko penularan tinggi. Seperti perjalanan jarak jauh dan berada dalam kerumunan dengan interaksi yang intens.***