Komnas HAM Ungkap Kerangkeng Bupati Langkat Telan Korban Nyawa

Komnas HAM Ungkap Kerangkeng Bupati Langkat Telan Korban Nyawa
Lihat Foto

WJtoday, Jakarta - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengungkapkan hasil pemeriksaan terhadap beberapa saksi dan korban terkait kekerasan dalam kerangkeng Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin Angin. 

Bahkan  dia mengutarakan, kekerasan dalam kerangkeng tersebut menelan banyak korban nyawa. 

“Bahkan, ada juga saya temukan dengan informasi yang solid. Ada tindak kekerasan yang sampai menghilangkan nyawa, dan korban yang menghilangkan nyawa ini lebih dari satu." ujar Komisioner Komnas HAM Choirul Anam dalam keterangan pers virtual, Minggu (30/1/2022).

"Kami sudah mendalaminya. Informasi yang kami dapatkan dari beberapa pihak, dan itu lebih dari dua yang mengatakan bahwa memang kematian tersebut ditimbulkan karena tindak kekerasan,” tambahnya menegaskan.

Kerangkeng serupa tahanan di rumah Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin Angin, kata dia, memang dikenal sebagai tempat rehabilitas. 

Tempat tersebut dihuni bukan hanya orang dengan kasus narkoba. BNN Kabupaten Langkat pernah melakukan pengecekan pada 2016 dan meminta Terbit Rencana Perangin Angin mengurus izinnya. 

Baca juga: Minta Sel Kerangkeng di Langkat Diusut, Ketua DPR: Jangan Ada Perbudakan di Indonesia

Namun, izin kerangkeng tersebut belum diurus, sehingga disebut tempat illegal. Kondisi kerangkeng itu saat ini juga sangat parah.

Komnas HAM menemukan bagaimana kondisi jenazah, alat dan metode pelaku melakukan kekerasan, hingga pola kekerasan di dalam kerangkeng tersebut. Komnas HAM mengungkapkan, beberapa istilah yang digunakan dalam konteks kekerasan.

“Mos, gas, atau dua setengah kancing,” sebut Anam.

Sebelumnya, LBH Masyarakat (LBHM) menduga kerangkeng yang berada rumah eks-Bupati Langkat, Terbit Rencana Perangin-angin bukanlah sebuah tempat rehabilitasi ilegal. Penyebutan tempat rehabilitasi ilegal dipandang sebagai sebuah dalih dari Terbit.

“Publik patut menduga jika alibi fasilitas rehabilitasi ini hanya jadi alasan untuk menutupi dugaan perbudakan yang terjadi,” ujar staf penanganan kasus LBHM Aisya Humaida dalam keterangan tertulis, Rabu (26/1). 

Dia menekankan, penempatan manusia ke dalam kerangkeng jelas telah merampas kemerdekaan seseorang untuk bergerak. Pasalnya, rehabilitasi hanya bisa dilakukan oleh otoritas berwenang dan dengan dasar putusan pengadilan.  ***