Koordinator PPKM Darurat: Penurunan Mobilitas di Jabar 9 Persen

Koordinator PPKM Darurat: Penurunan Mobilitas di Jabar 9 Persen
Lihat Foto

WJtoday, Jakarta - MENTERI Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi selaku Koordinator PPKM Darurat Jawa-Bali terus memantau penurunan mobilitas warga sebagai upaya untuk bisa menekan laju penularan Covid-19 di Indonesia.

Berdasarkan data yang dihimpun terkait aktivitas warga pada 11-12 Juli 2021, mobilitas warga di wilayah Jawa dan Bali terus mengalami penurunan. Meski demikian, terdapat beberapa wilayah yang justru mengalami peningkatan, seperti di wilayah pantura (pantai utara) Provinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah.

"Saya berharap beberapa hari ke depan, banyak wilayah-wilayah yang kuningnya (penurunan mobilitas dari 20 hingga 30 persen) bertambah," kata Luhut dalam keterangan tertulis yang dikeluarkan di Jakarta, Selasa (13/7/2021).

Wilayah DKI Jakarta mengalami penurunan mobilitas secara keseluruhan sebesar 21,3 persen. Sementara itu, wilayah Jawa Barat mengalami penurunan mobilitas sebesar 9,0 persen. Sedangkan, penurunan mobilitas di wilayah Banten sebesar 18,1 persen.

Untuk menurunkan lonjakan kasus harian, pemerintah berupaya untuk menurunkan mobilitas masyarakat dengan terus melakukan evaluasi dan penyekatan di beberapa titik di wilayah Jawa dan Bali.

Penurunan mobilitas dipantau melalui tiga indikator, yakni Facebook Mobility, Google Traffic, dan Night Light dari NASA. Berdasarkan analisis historis dibutuhkan penurunan mobilitas sebesar 30 hingga 50 persen untuk bisa menekan penyebaran Covid-19.

Selain memantau mobilitas masyarakat, Luhut juga terus memantau kesiapan rumah sakit untuk bisa menangani kenaikan kasus Covid-19. Pemerintah terus mendorong peningkatan kapasitas rumah sakit melalui konversi tempat tidur di rumah sakit serta penambahan rumah sakit lapangan atau rumah sakit darurat.

Baca juga: Hingga Hari Kesembilan PPKM Darurat, Mobilitas Warga Jabar Turun 15,4 Persen

Konversi tempat tidur di seluruh Jawa-Bali akan ditingkatkan menjadi 40 persen hingga 50 persen untuk perawatan intensif dan ICU dari keseluruhan total tempat tidur di rumah sakit. Pengecualian diterapkan untuk DKI Jakarta karena kapasitasnya sudah tidak mencukupi. Sementara penambahan rumah sakit lapangan atau rumah sakit darurat akan dibantu oleh TNI.

"Saya minta bantuan dari TNI, BNPB, dan Kemenkes untuk terus mencari tempat yang akan dijadikan rumah sakit lapangan dan darurat. Demi membantu pasien yang masih mengantre," ungkap Luhut.

Dalam menentukan rumah sakit lapangan atau darurat, pemerintah berupaya untuk mendapatkan tempat dengan kapasitas daya tampung yang besar. Hal itu dilakukan agar tenaga kesehatan tidak terserap banyak untuk pemecahan beberapa wilayah.

Pemerintah juga berencana untuk menambah tenaga kesehatan, baik untuk perawat dan dokter untuk mempersiapkan skenario terburuk.

Untuk menarik minat relawan dokter dari dokter pasca magang, diperlukan penyediaan fasilitas istirahat yang layak, memperoleh BPJS kesehatan, mendapatkan jaminan kecelakaan kerja, dan alokasi biaya komunikasi.

"Kita akan tambah perawat dan dokter yang baru lulus dan akan di-training terlebih dahulu selama tiga hari," sebut Luhut.  ***