Learning loss Bisa Diminimalisir Jika PJJ Dilaksanakan Secara Terstandar

Learning loss Bisa Diminimalisir Jika PJJ Dilaksanakan Secara Terstandar
Lihat Foto

WJtoday, Jakarta  - Lapor Covid-19 menerima 167 aduan terkait pelanggaran kegiatan belajar tatap muka di sekolah. Pelanggaran mulai dari tidak memadainya sarana dan prasarana, dan penyimpangan perizinan orang tua. Laporan tersebut terkumpul sejak Januari 2021 hingga September 2021.

"Pada September kami menerima 22 laporan terkait tidak memadai sarana prasarana pendukung untuk memitigasi Covid dan penyelenggaraan protokol warga sekolah. Dan penyimpangan sekolah terkait perizinan yang seharusnya dengan persetujuan orangtua tanpa paksaan," ujar Relawan Data LaporCovid-19 Natasha Devanand Dhanwani dalam konferensi daring, Minggu (3/10/2021).

Pembelajaran Tatap Muka bersumber dari Surat Keputusan Bersama 4 Menteri yang terbit 30 Maret 2021. Dan pelaksanaan PTM Terbatas sendiri mulai sejak 30 Agustus 2021 untuk wilayah PPKM Level 1-3.

Sarana prasarana bukan satu-satunya persoalan dalam PTM, Lapor Covid-19 mencatat kebijakan 4 menteri tidak diimbangi optimalisasi vaksinasi pada pelajar yang berusia 12-17 tahun.

"Vaksinasi pada pelajar sampai 2 Oktiber 2021 baru mencapai 14,71 persen untuk dosis pertama dan 9,98 persen untuk dosis kedua," ujar Natasha.

Sementara vaksinasi untuk guru baru mencapai 62,18 persen untuk dosis pertama dan dosis kedua baru 38 persen.

Pelaksanaan PTM juga berisiko untuk pelajar yang berusia di bawah 12 tahun. Mereka belum boleh divaksinasi.

"Meskipun kasus positif mereka cukup rendah daripada kasus orang dewasa. Tapi kasus mereka bisa menimbulkan gejala berat dan berakibat fatal," ujarnya.

Kabid Advokasi Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Iman Zanatul Haeri dalam kesempatan yang sama menambahkan, banyak sekolah yang belum siap melaksanakan PTM terbatas. Ia menyitir data Kemendikbud Riste menyoal sekolah yang siap berjumlah 59,5 persen dan yang belum siap 40,4 persen.

"Tidak ada juga testing reguler sehingga kurang serius dan persiapannya mengandung banyak risiko," ujarnya.

Ia juga meminta agar PTM dievaluasi kembali. Sebab jika alasan pemerintah memberlakukan PTM demi mengatasi kasus anak putus sekolah dan learning loss, yang diperlukan bukan PTM dengan segala konsekuensi kesehatan tersebut.

P2G menyitir data pemerintah soal angka putus sekolah; angka putus sekolah terbesar terjadi pada 2018-2019 yakni 301 ribu anak. Sementara 2020-2021 jumlahnya 4 ribu anak. Data tersebut membantah klaim pemerintah terjadi putus sekolah selama pandemik.

"Learning loss bisa diminimalisir apabila PJJ dilaksanakan secara terstandar. Sementara PJJ masih menjadi beban dan tidak ada inovasi. Saran kami maksimalkan PJJ," tukasnya.***