Legislator Duga Ada Indikasi Persaingan Bisnis dalam Kebijakan Tes PCR untuk Perjalanan

Legislator Duga Ada Indikasi Persaingan Bisnis dalam Kebijakan Tes PCR untuk Perjalanan
Lihat Foto

WJtoday, Jakarta - Anggota Komisi VIII DPR RI Bukhori menduga ada indikasi persaingan bisnis dalam kebijakan syarat wajib tes polymerase chain reaction (PCR) bagi pelaku perjalanan. 

Hal itu terlihat dari menjamurnya penyedia layanan tes PCR di sejumlah tempat dengan menawarkan harga berlapis, tergantung pada kecepatan hasil tes.  

Bahkan, menurut Bukhori, para pebisnis tes PCR telah melanggar ketentuan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan Kementerian Kesehatan, yakni Rp495 ribu (Pulau Jawa dan Bali) dan Rp525 ribu (luar Pulau Jawa dan Bali) dengan dalih ‘PCR ekspres’. 

“Harga yang ditawarkan mulai dari Rp650 ribu, Rp750 ribu, Rp900 ribu, hingga Rp1,5 juta,” jelas Bukhori dalam keterangan tertulis di Jakarta, yang dikutip pada Jumat  (29/10/2021).

Di sisi lain, Anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) DPR RI ini menjelaskan, sejak bulan Maret 2020 pemerintah juga telah memberikan insentif fiskal untuk importasi jenis barang berupa alat kesehatan untuk penanganan pandemi. 

Adapun jenis barang yang terkait dengan mekanisme tes PCR yang memperoleh insentif kepabeanan di antaranya PCR Test Reagent, Swab, Virus Transfer Media, dan In Vitro Diagnostic Equipment.

 Dia mengungkapkan, untuk PCR test reagent sendiri, total fasilitas pembebasan Bea Masuk (BM) dan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) yang telah diberikan untuk periode 1 Januari hingga 14 Agustus 2021 sebesar Rp366,76 miliar, yaitu terdiri atas fasilitas fiskal berupa pembebasan BM sebesar Rp107 miliar, PPN tidak dipungut sebesar Rp193 miliar, dan PPh Pasal 22 dibebaskan dari pungutan sebesar Rp66 miliar. 

Sedangkan, realisasi pemberian fasilitas periode tahun 2021 sampai dengan bulan Juli, total nilai insentif fiskal yang telah diberikan sebesar Rp799 miliar dari nilai impor barang sebesar Rp4 triliun.

“Bisnis tes PCR ini terbukti sangat menggiurkan. Pasarnya selalu ada selama pandemi dan pengadaan impor barangnya didukung oleh insentif pemerintah. Data menunjukan, kelompok korporasi non-pemerintah memegang 77,16 persen aktivitas importasi alat kesehatan untuk penanganan pandemi di Tanah Air." sebut Bukhori.

"Sedangkan, pemerintah hanya memegang 16,67 persen dari keseluruhan aktivitas impor alat kesehatan untuk penanganan Covid-19,” imbuhnya.

Baca juga: Syarat Wajib PCR Jadi Langkah Mundur Pemulihan Ekonomi

Bukhori mencatat, dalam laporan yang disampaikan Indonesia Corruption Watch (ICW) terjadi perputaran uang dari bisnis tes PCR sejak Bulan Oktober 2020 sampai Bulan Agustus 2021 diperkirakan mencapai Rp23,2 triliun. 

Dari nilai tersebut, ICW menyebut pengusaha layanan tes PCR bisa meraih untung hingga Rp10,46 triliun. 

Penghitungan ICW ini didasarkan pada dimulainya pemberlakuan tarif tes PCR tertinggi sebesar Rp900 ribu pada Oktober 2020 sampai diberlakukannya tarif baru Rp495-525 ribu pada Agustus 2021. 

Wakil Ketua DPR: Kaji Ulang Rencana Tes PCR untuk Semua Moda Transportasi

Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad meminta pemerintah untuk mengkaji ulang rencana untuk mewajibkan Tes PCR untuk semua moda transportasi. Sebab, menurutnya, masih banyak masyarakat menilai harga Tes PCR sebesar Rp300 ribu terlalu mahal.

 "Harga maksimal itu sudah ditentukan sebesar Rp300 ribu, tapi karena masih banyak yang keberatan kemudian dikaji lagi. Oleh karena itu mungkin dengan kajian yang lebih matang, itu harus dikeluarkan kebijakan," ujar Dasco di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (27/10).

Meskipun demikian, Dasco menyebut penentuan harga Rp300 ribu tersebut sudah sesuai dengan yang diminta oleh DPR beberapa waktu lalu. 

“Ini supaya masyarakat yang ingin bepergian tidak ragu atau tidak merasa berat dengan Tes PCR yang ada,” sebutnya.

Untuk moda transportasi udara, Dasco menilai masih diperlukan Tes PCR untuk menghindari penularan Covid-19 antarpulau. Dirinya meminta pemerintah memikirkan bagaimana masyarakat yang mengikuti syarat menjalani Tes PCR agar lebih mudah.

"Kemudian mengenai tata cara PCR nya itu yang perlu gimana caranya supaya masyarakat bisa dengan mudah mengikuti persyaratan tersebut dan tidak membuat sesak ketika, melakukan penerbangan," jelas Dasco.

Diketahui, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan telah menetapkan batas tarif tertinggi tes PCR Rp275 ribu untuk Jawa-Bali, serta Rp300 ribu untuk luar Jawa-Bali. Menurut Dirjen Pelayanan Kesehatan, Prof Abdul Kadir, besaran penetapan tes PCR tersebut telah mempertimbangkan beberapa aspek.

Di antaranya adalah biaya pengambilan komponen jasa pelayanan, pelayanan SDM, reagen, bahan habis pakai, hingga komponen-komponen biaya lainnya. Meski demikian, pemerintah berkomitmen akan meninjau besaran Tes PCR tersebut secara berkala  ***