Lima Kementerian Berkinerja Baik-Buruk dan Elektabilitas Capres Jelang Pemilu 2024 Versi LSIN

Lima Kementerian Berkinerja Baik-Buruk dan Elektabilitas Capres Jelang Pemilu 2024 Versi LSIN
Lihat Foto

WJtoday, Jakarta - Lembaga Survei Independen Nasional (LSIN) merilis hasil survei terkait presepsi publik terhadap kepuasan publik atas kinerja para menteri Kabinet Indonesia Maju.

Hasilnya, sebanyak 54% responden menilai kinerja menteri kabinet Indonesia Maju baik, sedangkan terdapat 13% publik menilai kinerja mereka buruk.

"Kinerja Menteri Kabinet Indonesia Maju dinilai publik baik dengan presentase 54 %. Namun angka buruknya cukup tinggi yaitu 13% dan ini menjadi catatan tersendiri seharusnya bagi para menteri," kata Direktur Eksekutif LSIN, Yasin Mohammad, dikutip Minggu (31/10/2021).

Dalam survei ini pula, ditemuakan lima kementerian yang dinilai public berkinerja baik.

Saat survei dilakukan, para responden diajukan pertanyaan menteri siapa dan kementerian apa yang kinerjanya paling baik dan paling buruk?

“Temuan survei LSIN menunjukkan bahwa terdapat 5 menteri terbaik kinerjanya menurut publik yaitu di urutan pertama diduduki Kemendikbud, kedua Kemen PUPR, ketiga, Kemenparekraf, keempat Kemenhan, dan kelima Kemenpora,” ujar Yasin Mohammad.

Sementara itu, lima menteri terburuk saat ini paling atas ditempati Kemensos, kedua, Kemenkes, ketiga Kemenkumham, keempat Kementerian Kelautan dan Perikanan, dan Kemenag.

Yasin menjelaskan, Kemendikbud menempati urutan pertama sebagai kementerian terbaik menurut responden dengan 9,0% disusul Kementerian PUPR dengan 8,4%. Selanjutnya ada Kemenparekraf dengan 7,5%, Kemenhan 6,0% dan Kemenpora 4,8% persen.

Menurut Yasin, Kemendikbud mendapat prespesi positif dari public karena banyak memberikan bantuan kepada siswa.

"Kemendikbud banyak diberikan bantuan kepada masyarakat stimulus kepada siswa. Sedangkan Kemenpora diberikan hasil terbaik lantaran mencetak banyak prestasi dari para atlet," ungkapnya.

Sedangkan lima menteri terburuk yaitu Kemensos 20%, Kemenkes 17%, Kemenkum HAM 7% dan Kementerian Kelautan dan Perikanan 6%, serta Kemenag 5%.

Yusuf menjelaskan Kemensos dan Kemenkes diberikan rangking buruk oleh publik lantaran kasus korupsi yang pernah terjadi di kementerian tersebut.

"Tampaknya masih melekat oleh publik. Sementara Kemenkum HAM dinilai kinerja buruk oleh publik," bebernya.

Survei ini dilakukan dalam rentang waktu 8-15 Oktober 2021. Survei ini melibatkan 1.200 responden dari 34 Provinsi di Indonesia dengan metode pengambilan data melalui telepolling. Adapun margin of error sekitar 2,8 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen.

Hadir sebagai narasumber saat survey ini dirilis antara lain, Prof. Dr. Lili Romli, M.A (Peneliti Pusat Riset Politik, BRIN), Abdul Aziz, M.A ( Direktur Riset Dialektika Institute).

Dalam kesempatan itu, Direktur eksekutif LSIN Yasin Mohammad membeberkan, 51% responden menilai kinerja Jokowi-Ma’ruf Amin sudah baik.

Sementara, 4,5% responden menilai sangat baik, 6,9 cukup, 6,5% menilai buruk dan 2,9 menilai sangat buruk.

Hal ini menunjukkan ada tren penurunan kepuasan publik pada kinerja pemerintahan Presiden Jokowi di periode kedua masa kepemimpinannya.

Peneliti Pusat Riset Politik Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) Prof. Lili Romli pun menyebut, temuan survei LSIN ini dapat menjadi peringatan bagi pemerintah.

“Angka 51% ini cukup rendah, dan ini menjadi warning bagi pemerintahan Jokowi. Bisa saja ini dipengaruhi kinerja pemerintah juga kinerja masing masing menterinya,” ujar Prof. Lili.

Elektabilitas Capres

Survei LSIN juga mengukur elektabilitas Capres jelang Pemilu 2024.

Ada 3 nama dominan yang dinilai masyarakat layak menjadi capres, yaitu Ganjar Pranowo dengan elektabilitas 25%, Anies Baswedan 20% dan Prabowo Subianto 12%

Untuk Ketum parpol, ada 3 nama yang populer di mata masyarakat, yakni Prabowo Subainto dengan elektabilitas 12%, AHY 4,8% dan Airlangga Hartato 1,9%.

Direktur Eksekutif LSIN Yasin Mohammad menilai Ganjar Pranowo, Anies Baswedan, dan Prabowo Subianto berpotensi menjadi capres di Pilpres 2024 karena memiliki elektabitas yang menjanjikan sebagai modal elektoral.

Ia juga menilai nama-nama capres dari simulasi Ketum Parpol juga patut dipertimbangkan sebagai kuda hitam, seperti AHY dan Airlangga Hartarto.

Di sisi lain, Prof Lili menyoroti munculnya tokoh-tokoh dari kalangan non parpol yang dominan dari sisi elektabilitas.

“Saat ini justru muncul tokoh dari pemerintah daerah bukan parpol. Ini menarik. Karena regulasi Pemilu di Indonesia masih terdapat aturan PT, bisa saja mereka malah tidak diusung oleh parpol,” kata Lili.***