Makna dan Hikmah Idul Fitri

Makna dan Hikmah Idul Fitri
Lihat Foto

Wjtoday, Bandung - Perayaan Hari Raya Idul Fitri jatuh pada tanggal 13 Mei 2021 dan menjadi hari besar bagi umat Islam.Hari Raya Idul Fitri adalah puncak dari pelaksanaan ibadah puasa.

Sudah tentu seluruh umat Islam senantiasa menyambut dan merayakannya dengan rasa penuh kegembiraan, keceriaan, kebahagiaan, dan suka cita.

Kata “id” berasal dari akar kata “aada --yaudu” yang memiliki arti “kembali”. Sedangkan “Fitri” memiliki arti bersih, kembali suci dari segala dosa dan keburukan. Sehingga idul fitri memiliki arti kembali lagi ke kondisi di mana kita dilahirkan.

Makna Hari Raya Idul Fitri hendaknya memiliki sifat positif seperti menjalin silahturahmi sebagai sarana membebaskan diri dari dosa.

Hari Raya Idul Fitri juga menjadi momentum untuk menyempurnakan hubungan vertikal dengan Allah dan secara horizontal membangun hubungan sosial yang baik dengan sesama.

Sebagai salah satu syi’ar Allah yang istimewa, tentu saja idul fitri memiliki muatan makna dan kandungan hikmah yang banyak dan istimewa pula, dan yang sangat kita butuhkan sebagai bekal utama dalam perjalanan hidup kita selanjutnya pasca Ramadan.

Hari Kemenangan dari Hawa Nafsu

Saat puasa berakhir, Allah memerintahkan kepada umat muslim untuk merayakannya. Merayakan bahwa muslim yang berpuasa, telah berhasil mengendalikan dirinya dari hawa nafsu berlebihan dan perbuatan yang buruk.

Diri sendiri adalah lawan terberat untuk dilawan. Kadang, ada saja beberapa hal yang kurang baik, yang kita betah untuk melakukannya. Kemudian sulit untuk lepas dari kenyamanan berbuat tidak baik. Puasa menjadi alternatif yang diberikan oleh Allah untuk kita mengendalikan diri. Merayakan keberhasilan menahan hawa nafsu menjadi makna dan hikmah idul fitri.

Mengembalikan Kita Kepada Fitrah

Hari Raya Idul Fitri mengembalikan kita kepada fitrah. Kepada kondisi, seolah-olah seperti bayi yang suci dan baru dilahirkan. Dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang berpuasa karena iman dan mengharap pahala (dan ridha Allah), maka niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu”. (HR. Muttafaq ‘alaih).

Idul Fitri memberikan Kegembiraan dan Kesyukuran

Saat menyambut Idul Fitri semua umat Islam bergembira dan bersuka cita seperti yang banyak dilakukan. Hal ini memang dibenarkan bahkan disunnahkan untuk meyambutnya dengan bergembira, berbahagia, dan bersuka cita pada saat hari raya Idul Fitri tiba.

Karena makna dari kata ied ini sendiri adalah hari raya, hari perayaan, hari yang dirayakan. Dan perayaan tentunya identik dengan kegembiraan dan kebahagiaan. Rasulullah SAW pun telah menegaskan itu di dalam hadis shahihnya,

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Setiap amal anak Adam dilipatgandakan pahalanya. Satu macam kebaikan diberi pahala sepuluh hingga tujuh ratus kali. Allah ‘azza wajalla berfirman; ‘Selain puasa, karena puasa itu adalah untuk-Ku dan Aku-lah yang langsung akan memberinya pahala. Sebab, ia telah meninggalkan nafsu syahwat dan nafsu makannya karena-Ku.’ Dan bagi orang yang berpuasa ada dua momen kegembiraan: kebahagiaan ketika ia berbuka (baca: berhari raya fitri), dan kegembiraan lain ketika ia bertemu dengan Rabb-Nya. Sesungguhnya bau mulut orang yang berpuasa itu lebih wangi di sisi Allah daripada aroma kesturi.” (HR. Muttafaq ’alaih).

Kegembiraan yang harus umat Islam miliki dan rasakan haruslah merupakan kegembiraan syukur kepada Allah yang telah mengkaruniakan taufiq kepada umat Islam untuk bisa mengoptimalkan pengistimewaan Ramadan dengan amal-amal yang serba istimewa, dalam rangka menggapai taqwa yang istimewa

Hikmah Ketauhidan, Keimanan, dan Ketaqwaan

Saat menyambut Idul Fitri, disunahkan bagi umat Islam untuk banyak mengumandangkan takbir, tahlil, tasbih, dan tahmid sebagai bentuk penegasan dan pembaharuan deklarasi iman dan tauhid. Hal ini menandakan bahwa identitas iman dan tauhid harus selalu diperbaharui dan ditunjukkan, termasuk dalam momen-momen kegembiraan dan perayaan, dimana biasanya justru kebanyakan lalai dari berdzikir dan mengingat Allah.

“… dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya (puasa Ramadhan), dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas hidayah-Nya yang diberikan kepadamu, dan supaya kamu (lebih) bersyukur” (QS. Al-Baqarah: 185).

Jika kita tetap banyak bertakbir, bertasbih, bertahmid dan bertahlil serta berdzikir mengagungkan Allah, pada momen kemenangan, keberhasilan, kegembiraan dan perayaan – yang biasanya melalaikan – maka harapannya, pada momen-momen dan kesempatan-kesempatan lain, insyaa-allah akan lebih mudah lagi bagi kita untuk bisa menjaga dan melakukan itu semua.***