Makna dari "ASEAN Matters: Epicentrum of Growth" Selama Indonesia Jadi Ketua

Makna dari "ASEAN Matters: Epicentrum of Growth" Selama Indonesia Jadi Ketua
Lihat Foto

WJtoday, Jakarta - Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi menjelaskan makna tema “ASEAN Matters: Epicentrum of Growth” yang diciptakan Indonesia selama dalam rangka menjalankan perannya sebagai ketua Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) pada 2023.

“Kalau dilihat dari temanya itu ada dua elemen besar. Elemen pertama adalah ASEAN Matters, yaitu bagaimana Indonesia dan keketuaannya tetap menjadikan ASEAN relevan dan penting tidak hanya bagi rakyat Indonesia, tetapi juga rakyat ASEAN dan beyond,” kata Retno, Minggu.

Ia berbicara ​​​​​di sela-sela peluncuran pelaksanaan peran Indonesia sebagai ketua ASEAN melalui acara “Kick Off Keketuaan ASEAN Indonesia 2023” di Bundaran HI, Jakarta.

Melalui tema tersebut, Indonesia menginginkan ASEAN tetap memainkan peran sentral dan menjadi penggerak bagi stabilitas dan perdamaian kawasan.

Peran itu disebut Retno sangat penting, mengingat Indo-Pasifik adalah kawasan yang sangat strategis dan saat ini diwarnai dengan tingginya rivalitas di antara pengaruh-pengaruh besar.

“Kita ingin ASEAN memegang peranan yang sangat penting dengan menjadi lokomotif untuk menggerakkan agar Indo-Pasifik itu tetap menjadi kawasan yang damai dan stabil,” tutur Retno.

Sementara terkait elemen kedua yakni Epicentrum of Growth, Indonesia ingin lebih mengkapitalisasi pertumbuhan ekonomi ASEAN yang selalu lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan dunia.

Ekonomi ASEAN diproyeksikan tumbuh 4,7 persen pada 2023 menurut ADB, sementara pertumbuhan ekonomi dunia diperkirakan berada di angka 1,7 persen menurut Bank Dunia.

“Nah, Bapak Presiden (Joko Widodo) menginginkan agar hal ini dapat menjadi aset yang terus kita tingkatkan sehingga ASEAN tetap dapat menjadi epicentrum of growth atau pusat pertumbuhan ekonomi,” kata Retno.

Beberapa bidang kerja sama yang akan dimajukan Indonesia untuk memperkuat kerja sama ASEAN antara lain adalah kesehatan, energi, pangan, serta keuangan.

Selain itu, Menlu Retno menjelaskan bahwa Indonesia juga ingin memajukan pendekatan ekonomi dan kerja sama pembangunan di kawasan Indo-Pasifik.

Untuk itu, selama keketuaannya di ASEAN, Indonesia akan menyelenggarakan ASEAN Indo-Pacific Forum yang berisi empat kegiatan utama yaitu terkait ekonomi kreatif, ekonomi digital untuk Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, bisnis dan investasi, serta infrastruktur.

“Jadi secara keseluruhan (tema keketuaan Indonesia untuk ASEAN 2023) akan menyatu menjadi upaya untuk memperkuat Asia Tenggara sebagai pusat pertumbuhan ekonomi,” tutur Retno.

ASEAN, yang didirikan pada 8 Agustus 1967 di Bangkok, Thailand, saat ini beranggotakan 10 negara, yakni Indonesia, Thailand, Malaysia, Singapura, Filipina, Brunei Darussalam, Kamboja, Laos, Vietnam, dan Myanmar. 

Berfokus pada penguatan kerja sama

Indonesia akan berfokus pada penguatan kerja sama di kawasan dalam menjalankan perannya sebagai Ketua Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) tahun 2023.

“Prioritas kita sesuai dengan tema ASEAN Matters: Epicentrum of Growth, adalah memperkuat mekanisme dan kerja sama ASEAN,” kata Direktur Jenderal Kerja Sama ASEAN Kementerian Luar Negeri RI Sidharto R Suryodipuro, di sela-sela acara “Kick Off Keketuaan ASEAN Indonesia 2023” di Bundaran HI, Jakarta, Minggu.

Sejumlah kerja sama yang akan diperkuat ASEAN di bawah kepemimpinan Indonesia yaitu penanggulangan tindak pidana perdagangan orang, antisipasi krisis pangan yang mungkin meluas sebagai dampak perang di Ukraina, penguatan kerja sama kesehatan untuk memastikan kawasan Asia Tenggara benar-benar keluar dari pandemi.

Selain itu, ASEAN akan melanjutkan pembahasan untuk implementasi local currency settlement yang bisa digunakan oleh seluruh masyarakat di kawasan.

“Ini seperti penggunaan QRIS yang sama se-ASEAN,” kata Sidharto, merujuk pada sistem pembayaran berupa QR Code yang bisa digunakan di aplikasi dompet elektronik maupun bank berbasis digital.

Kemudian, ASEAN juga akan memperkuat kerja sama bidang perlindungan HAM, khususnya untuk merespons krisis di Myanmar yang dipicu kudeta oleh militer sejak Februari 2021.

Sidharto mengatakan bahwa selama keketuaannya di ASEAN, Indonesia menargetkan hasil konkret berupa Leaders’ Declaration dan Concord, seperti yang selalu dihasilkan di masa-masa keketuaan sebelumnya.

Indonesia telah empat kali menjabat ketua ASEAN yaitu pada 1976, 1996, 2003, dan 2011.

Sepanjang perjalanannya, ASEAN sebelumnya telah menghasilkan tiga deklarasi yang dikenal dengan Bali Concord I pada 1976, Bali Condord II pada 2003, dan Bali Concord III pada 2011.

Bali Concord I adalahTreaty of Amity and Cooperation (TAC) yang mengatur pola perilaku antarnegara anggota untuk mengedepankan cara-cara damai selesaikan sengketa di antara mereka, bukan menggunakan aksi kekerasan.

Sementara Bali Concord II merupakan kesepakatan ASEAN untuk membangun komunitas berdasarkan pilar politik dan keamanan, pilar ekonomi, dan pilar sosial budaya.

Bali Concord III pada 2011 adalah panduan dari Declaration of Conduct dalam penanganan isu Laut China Selatan yang sedang dihadapi sebagian negara anggota ASEAN dan negara di luar ASEAN.

Tahun ini, kata Sidharto, ketika ASEAN kembali berada di persimpangan jalan dengan meningkatnya persaingan geopolitik di antara negara-negara besar, ASEAN akan kembali menghasilkan Concord untuk menyikapi dinamika itu.

“Persoalan ini kan sumbernya dari persaingan antara negara-negara besar… mengingat ASEAN adalah satu-satunya forum di kawasan yang bisa menyatukan negara-negara ini untuk duduk bersama, dan sifatnya inklusif, kita hendak memanfaatkan (keketuaan Indonesia) untuk keperluan itu,” ujar dia.***