Meski Harga Telur Meroket, Peternak di Purwakarta Keluhkan Soal Tingginya Harga Pakan

Meski Harga Telur Meroket, Peternak di Purwakarta Keluhkan Soal Tingginya Harga Pakan
Lihat Foto

WJtoday, Bandung -  Naiknya harga telur ayam ras membuat para peternak ayam petelur di Kabupaten Purwakarta mulai bergairah. Bahkan para peternak mengaku mulai kewalahan untuk memenuhi tingginya permintaan pasar. Harga telur sendiri disebut-sebut mencapai Rp 30 ribu per kg.

Lili Abdullah, salah seorang peternak ayam petelur di kampung ciasem, Desa Cicadas, Kecamatan Babakancikao, Kabupaten Purwakarta menyebut bahwa selama ini, harga telur ayam sempat anjlok.

“Untuk sekarang Alhamdulillah untuk telur harganya udah melambung tinggi. Dulu harganya Rp. 25 ribu perkilogram, berangsur naik hingga sekarang harganya lebih dari Rp.30 ribu rupiah. Jadi bersemangat lagi,” jelas Lili mengutip dari Jabarnews.

Meskipun harga telur ayam alami kenaikan namun, para peternak juga mengeluarkan biaya operasional cukup tinggi untuk harga pakan dan obat-obatan.

"Namun tetap aja sih kalau pakannya tetap mahal paling juga kebagian ada kebagian sedikit, tidak sedikit kemarin yang anjlok,"

"Mungkin ini imbas dari kemarin yang sangat anjlok harga telur Alhamdulillah sekarang bangkit lagi,”

Meski begitu kata Lili, saat ini produksinya berkurang karena harga pakan yang terus naik dan tak pernah turun sejak dulu.

“Kami juga berharap pakan turun, soalnya dari imbas kemarin telur anjlok pakan naik, sampai sekarang belum turun lagi harga pakan,” jelas Lili.

Harga telur ayam tengah meroket. Harga telur sendiri disebut-sebut mencapai Rp 33 ribu per kg.

Sementara itu Direktu Utama PT RNI (Persero) Frans Marganda Tambunan mengatakan, persoalan harga telur ini dilematis. Dia mengatakan, kenaikan harga ini disinyalir karena permintaan yang tinggi dipicu oleh bantuan sosial (bansos).

Di sisi lain, harga telur yang tinggi dijadikan peternak untuk menutup kerugian di musim-musim sebelumnya.

"Untuk telur sendiri, ini memang dilema, karena kadang-kadang seperti saat ini isunya adanya bansos meningkat, sehingga permintaan telur naik, permintaan naik, harga naik sampai sekarang Rp 33 ribu, yang seringkali mereka lakukan cover HPP di saat rugi di musim-musim sebelumnya," katanya dalam acara Ngopi BUMN di Kementerian BUMN Jakarta, Senin (22/8/22).

"Jadi saya kira ini nggak bisa dipecahkan RNI sendiri, dengan juga Kementan, Badan Pangan nanti kita membuat satu ekosistem untuk bisa ada kestabilan produktivitas dan harga sepanjang tahun," tambahnya.

Dia menjelaskan, untuk beberapa komoditas seperti ayam dan telur belum ada kestabilan produksi dan harga. Hal itu menjadi pekerjaan rumah.

Ayam dan telur itu sudah surplus tapi selalu ada 3-4 kali setahun, itu ada gejolak naik turun harganya. Kalau sekarang Rp 33 ribu mungkin peternak happy, tapi kalau kita lihat 5-6 bulan lalu mereka menangis, di saat harga jagung tinggi, harga gandum, harga pakan tinggi harga telur drop Rp 18 ribu," jelasnya.

Maka itu, pihaknya tengah berdiskusi dengan Badan Pangan Nasional agar ke depan membentuk cadangan pangan. Sehingga siklus kenaikan harga yang tidak menentu itu bisa diperkecil.

"Jadi ini PR yang sekarang lagi kita diskusikan dengan Badan Pangan, bagaimana kita nanti ke depan bisa membentuk yang namanya cadangan pangan. Kemudian bisa sinergi dengan peternak agar siklus-siklus tahunan 3-4 kali naik turun seperti roller coaster bisa kita perkecil dan ini memang sumbernya adalah karena tidak adanya integrasi menyeluruh dari hulu ke hilir," jelasnya.***