New Normal, KPAI Usul Agar Kurikulum Menyesuaikan Kondisi Pandemi

New Normal, KPAI Usul Agar Kurikulum Menyesuaikan Kondisi Pandemi
Lihat Foto
WJtoday - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyampaikan masukan dan pertimbangan kepada Presiden Joko Widodo perihal perlindungan anak memasuki kenormalan baru (new normal).  Masukan dan pertimbangan ini dibuat berdasarkan hasil telaah dan pengawasan KPAI terhadap bahaya penyebaran virus korona baru (covid-19) bagi usia anak.

"Sesuai mandat pasal 76 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, salah satu tugas Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) adalah memberikan masukan dan usulan dalam perumusan kebijakan tentang penyelenggaraan Perlindungan Anak," kata Ketua KPAI Susanto dalam keterangan resmi kepada media

Menurut Susanto, data Kementerian Kesehatan RI per 30 Mei 2020 menyebutkan terdapat 1.851 kasus covid-19 pada usia anak. Berdasarkan data tersebut, katanya, diperlukan evaluasi secara menyeluruh baik aspek pencegahan maupun penanganan melalui sinergi Kementerian/Lembaga terkait. Hal tersebut agar perlindungan anak dalam masa covid-19 dapat terlaksana secara optimal.

Selanjutnya, KPAI mendukung arahan Presiden RI bahwa skema pembelajaran tatap muka di satuan pendidikan harus melalui kajian, kehati-hatian, dan keputusan yang cermat.
Susanto menilai pembukaan tahun ajaran baru, baik di sekolah maupun madrasah, dapat dimulai. "Namun, skema pembelajaran tatap muka agar ditunda hingga kondisi benar-benar aman untuk keselamatan anak usia sekolah," imbuhnya.

Untuk memastikan anak tetap belajar secara optimal, Susanto mendorong pemerintah melakukan beberapa langkah strategis. Pertama adalah menyederhanakan kurikulum dengan menyesuaikan kondisi anak dalam situasi covid-19.

Kedua, KPAI meminta pemerintah memberikan subsidi kuota internet, infrastruktur, dan fasilitas untuk belajar berbasis daring."Sebagai contoh, di Provinsi Papua, terdapat 608.000 siswa yang tidak terlayani pembelajaran daring mencapai 54%," ungkap Susanto.

Susanto pun mengingatkan, intensitas anak mengakses internet sangat tinggi di tengah pandemi Covid-19. Imbasnya, potensi anak terpapar konten digital bernuansa negatif juga semakin tinggi. Oleh karena itu, pemerintah diminta memastikan anak tidak terpapar konten pornografi, radikalisme, dan kekerasan.

Di sisi lain, pencegahan dan penanganan kejahatan siber harus ditingkatkan dan mendorong munculnya konten-konten positif bagi anak.

“Mengingat rumah menjadi pusat aktivitas anak, pemerintah melalui kementerian/lembaga terkait agar mengedukasi orang tua agar terus memberikan pengasuhan terbaik, berkoordinasi dan bekerja sama dengan guru dan sekolah untuk pemenuhan hak pendidikan anak, mendampingi anak dalam mengakses internet, serta mengedukasi anak dengan protokol kesehatan dalam menghadapi pandemi Covid-19,” ujar Susanto.

Terakhir adalah mengalokasikan sebagian dana desa untuk optimalisasi layanan pendidikan bagi anak di desa, terutama anak usia sekolah yang terkendala akses layanan pendidikan.

Di sisi lain, Susanto menyebut bahwa tahun ajaran baru di Pesantren dapat dimulai sesuai jadwal tetapi pembelajaran tatap muka juga disarankan untuk ditunda.

"Hal ini karena situasi dan kondisi Pesantren rentan terdampak dan berpotensi menimbulkan klaster baru. 
Apalagi menurut Kementerian Agama RI jumlah pesantren di Indonesia sangat banyak yaitu 28.194 Pesantren dengan jumlah santri 18 juta anak, dan didampingi 1,5 juta guru," jelasnya.***