Pembatasan Pembelian LPG 3 Kilogram: Menambal Subsidi Jangan Menambah Beban Rakyat

Pembatasan Pembelian LPG 3 Kilogram: Menambal Subsidi Jangan Menambah Beban Rakyat
Lihat Foto

WJtoday, Bandung - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bakal memperluas cakupan uji coba pembatasan pembelian liquefied petroleum gas atau LPG 3 kilogram secara nasional pada tahun depan. 

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Kementerian ESDM Tutuka Ariadji mengatakan saat ini, kebijakan pembatasan itu sebetulnya sudah berlaku di beberapa daerah.

"Sekarang kita sudah mulai (pembatasan), namun tahun depan kita full kan," kata Tutuka saat ditemui selepas rapat dengar pendapat (RDP) tertutup ihwal distribusi LPG 3 Kg di Komisi VII DPR RI, Jakarta, Senin (12/12).

Dia mengatakan, keputusan itu diambil untuk memastikan komoditas subsidi itu lebih tepat sasaran di tengah masyarakat mendatang. 

“Sekarang pembelajaran bagaimana supaya lebih tepat sasaran,” sebutnya.

Tutuka mengatakan input data untuk pembatasan pembelian gas melon bakal menggunakan informasi yang dihimpun dari Data Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE).

Nantinya, data yang dihimpun dari P3KE bakal diintegrasikan pada laman https://subsiditepat.mypertamina.id seperti yang sudah digunakan pada pembelian bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. 

Kendati demikian, dia mengatakan, kementeriannya tidak mematok target registrasi dari masyarakat lewat perluasan program itu tahun depan.

“Kita belajar dari DTKS tapi kita memilih menggunakan P3KE, Pertamina tidak menyampaikan target [registrasi] itu tapi kita justru sudah ke registrasinya berapa banyak,” ujarnya. 

Diberitakan sebelumnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berencana untuk menaikkan harga jual eceran (HJE) LPG 3 kilogram subsidi seiring dengan melebarnya harga keekonomian dari gas melon itu yang sudah terpaut Rp15.359 per kilogram. 

Selisih HJE yang lebar itu berasal dari asumsi minyak mentah Indonesia atau Indonesia crude price (ICP) yang dipatok US$100 per barel dengan nilai kurs sebesar Rp14.450 per US$. 

Adapun, perkiraan harga patokan yang dihitung Kemenkeu sudah mencapai Rp19.609 per kilogram, sedangkan HJE yang berlaku saat ini Rp4.250 per kilogram selama satu dekade terakhir.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu, Febrio Nathan Kacaribu mengatakan kementeriannya bakal melanjutkan agenda reformasi subsidi untuk menambal beban subsidi dan kompensasi energi yang lebar pada tahun ini. 

Rencanannya, Kemenkeu bakal menyesuaikan HJE mendekati harga keekonomian sembari mendorong subsidi tertutup untuk gas melon itu tahun depan. 

“Misalnya secara tepat sasaran terintegrasi dengan program-program perlindungan sosial dan juga penyesuaian HJE LPG ini diselaraskan dengan kondisi perekonomian kalau sudah kondusif,” kata Febrio saat Rapat Panja Banggar DPR RI, Selasa (14/6). 

Kemenkeu mencatat realisasi subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan LPG 3 kilogram naik rata-rata 26,58 persen setiap tahunnya selama kurun waktu 2017 hingga 2021. Kenaikkan nilai subsidi itu dipengaruhi fluktuasi harga ICP dan nilai tukar rupiah.

Adapun, realisasi subsidi BBM 2021 mencapai Rp16,17 triliun, termasuk di dalamnya kewajiban kurang bayar Rp7,15 triliun. Kendati demikian, masih terdapat kewajiban pembayaran kompensasi BBM Rp93,95 triliun untuk periode 2017 hingga 2021. 

Sementara itu, realisasi subsidi LPG 3 kilogram 2021 mencapai Rp67,62 triliun, termasuk di dalamnya kewajiban kurang bayar Rp3,72 triliun. 

Di sisi lain, outlook subsidi BBM dan LPG 3 kilogram 2022 diperkirakan mencapai Rp149,37 triliun atau 192,61 persen dari postur anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2022. 

Kemenkeu mencatat lebih dari 90 persen kenaikkan nilai subsidi itu berasal dari alokasi LPG 3 kilogram yang disebabkan oleh kesenjangan antara HJE dengan harga keekonomian yang berlanjut melebar didorong harga minyak mentah dunia. 

“Harganya yang meningkat tajam di 2022 ini memang membuat HJE dengan harga patokan untuk LPG ini menjadi sangat jauh. Saat ini HJE tetap Rp4.250 per kilogram, sementara harga patokannya di Rp19.609 per kilogram ini menunjukkan betapa besarnya beban dari subsidi terhadap LPG yang kita lakukan ini,” ujarnya.

Selisih harga yang lebar antara LPG 3 kilogram dengan LPG non subsidi menyebabkan terjadi peralihan konsumsi di tengah masyarakat yang cukup signifikan sejak 2010 lalu. 

Kemenkeu memproyeksikan konsumsi masyarakat untuk LPG 3 kilogram itu mencapai 7,82 juta ton, sedangkan konsumsi LPG nonsubsidi hanya 0,58 juta ton.

Pertamina Bantah Bakal Ada Pembatasan
Menanggapi isu tersebut, Corporate Secretary PT Pertamina Parta Niaga, Irto Ginting mengatakan, belum ada rencana pembatasan terkait pembelian gas elpiji 3 kg alias gas melon.

"Belum ada pembatasan, kita masih sinkronisasi data," kata Irto seperti dilansir MNC Portal, Selasa (13/12).

Pemerintah saat ini sedang berupaya melalui PT Pertamina (Persero) untuk melakukan pendataan melalui registrasi pengguna LPG 3 kg yang berhak. Hal Tersebut juga didukung dengan data P3KE.

Sebelumnya, nama pembeli LPG 3 Kg harus terdaftar di aplikasi digital milik PT Pertamina (Persero) yakni MyPertamina. 

Namun ternyata, terdapat aplikasi berbeda yang digunakan untuk sinkronisasi data masyarakat miskin agar LPG subsidi bisa tepat sasaran.

Irto mengungkapkan saat ini masih dilakukan sinkronisasi data dengan data P3KE. Dia menyebut, sampai saat ini LPG 3 kg belum dibatasi.

Dia menyebutkan aplikasi yang digunakan adalah aplikasi "subsiditepat". Namun hal tersebut tidak perlu dikhawatirkan oleh masyarakat. 

Pasalnya, Irto mengungkapkan masyarakat tidak perlu mengunduh aplikasi "subsiditepat". Selain itu juga belum ada perubahan dalam membeli LPG "Melon".

"Tidak ada perubahan dalam cara pembelian, konsumen juga tidak perlu download aplikasi. Masyarakat tidak perlu khawatir," ujarnya seperti dikutip CNBC Indonesia, Rabu (14/12).

Selain itu, Irto juga mengungkapkan masyarakat tidak perlu khawatir bila belum terdaftar pada data P3KE. Dia menyebutkan, akan ada pembaruan data untuk subsidi LPG 3 kg tepat sasaran. 

"Bagi yang belum terdaftar dalam data P3KE pun, nanti akan kita lakukan updating data," pungkasnya.

Jangan Menambah Kesulitan Rakyat
Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto mengusulkan kepada pemerintah sebaiknya mempertimbangkan dengan matang persoalan teknis rencana pembatasan pendistribusian gas LPG 3 kg kepada masyarakat mulai tahun 2023 mendatang. 

Dia mengatakan, jangan sampai pemberlakuan kebijakan tersebut malah akan menyulitkan masyarakat.

Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menyebut Pemerintah harus memastikan lebih dulu akurasi basis data yang akan digunakan untuk pembatasan distribusi LPG 3 kg itu.  Jangan sampai ada masyarakat miskin yang malah tidak terdata.

“Pemerintah harus dapat memastikan bahwa penggunaan data Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE) sebagai dasar pembatasan pendistribusian LPG 3 kg memang benar-benar efektif dan akurat sehingga tidak menyulitkan masyarakat,” kata Mulyanto dalam keterangan pers, dikutip Selasa  (20/12/2022).

Mulyanto menambahkan di satu sisi memang rencana pembatasan distribusi ini harus dilaksanakan. Mengingat beban APBN saat ini cukup berat. 

Apalagi ketika harga LPG internasional dan nilai tukar dollar AS kian melambung. Selain itu pembatasan ini juga perlu dilakukan agar penyaluran LPG 3 kg tepat sasaran. 

“Persoalannya adalah pada pendataan. Ini masalah serius karena data Pemerintah berbeda-beda,” tegasnya.

Apalagi, saat ini, pemerintah akan menggunakan data baru, yakni data P3KE. 

Mulyanto menyarankan sebaiknya Pemerintah melakukan sinkronisasi data dengan data-data yang telah ada yang selama ini dipakai secara akurat, baru melaksanakan uji coba terbatas lebih dahulu. 

Kemudian dievaluasi sebelum memberlakukan kebijakan ini secara luas. Jangan serta-merta diterapkan. 

“Ini bisa kacau di masyarakat,” ujar Legislator Dapil Banten III tersebut.

Mulyanto minta Pemerintah bertahap dan konsisten dalam menerapkan kebijakan ini. 

Jangan seperti pembatasan BBM yang menggunakan MyPertamina yang akhirnya maju-mundur, dan malah tak terdengar lagi beritanya hari ini. 

“Bagusnya dimulai dahulu dengan pembatasan BBM, agar tepat sasaran. Kalau sukses baru dilanjutkan untuk distribusi LPG. Ini perlu sinkronisasi dan persiapan yang matang. Apalagi kita tengah memasuki tahun politik. Jangan sampai menimbulkan kebisingan baru yang tidak perlu,” katanya.  ***