Pengamanan TNI di Gedung MA Jadi Sorotan

Pengamanan TNI di Gedung MA Jadi Sorotan
Lihat Foto

WJtoday, Jakarta - Penjagaan Gedung Mahkamah Agung (MA) yang melibatkan prajurit TNI dari Pengadilan Militer sebagai satuan pengamanan di lingkungan jadi sorotan. Banyak pihak mempertanyakan keputusan tersebut. MA dinilai ingin terlihat gagah hingga merusak profesionalitas militer.

MA Dinilai Cuma Ingin Terlihat Gagah

Peneliti senior Imparsial Al Araf menilai keputusan Mahkamah Agung melibatkan personel TNI sebagai satuan pengamanan mereka hanya sekadar ingin terlihat gagah.

Bahkan menurut Al Araf, penggunaan personel militer sebagai tenaga pengamanan gedung MA dinilai berpotensi disalahgunakan.

"Kami menilai penggunaan prajurit TNI sebagai satuan pengamanan sebenarnya tak lebih dari upaya MA untuk menutupi berbagai kelemahannya selama ini," kata Al Araf dalam keterangan pers dikutip Jumat (11/11/2022).

"Penggunaan TNI sebagai satpam dengan kata lain adalah upaya untuk memberikan kesan gagah terhadap MA yang selama ini lemah dan gagal dalam mereformasi institusinya," lanjut Al Araf.

Al Araf menilai terdapat peluang penyalahgunaan dan benturan dengan institusi lain ketika akan melaksanakan tugas, terkait pelibatan anggota TNI sebagai satuan pengamanan gedung MA.

"Adanya potensi disalahgunakan penggunaan prajurit TNI untuk membentengi diri dari penegakan hukum yang mungkin dilakukan misalnya oleh Polri ataupun lembaga lain seperti KPK," ujar Al Araf.

Apalagi menurut Al Araf, keputusan MA melibatkan anggota TNI sebagai satuan pengamanan dilakukan sekitar 1 bulan berselang dari pengungkapan kasus dugaan suap penanganan perkara yang melibatkan Hakim Agung Sudrajad Dimyati.

"Pada titik ini, butuh ketegasan Panglima TNI agar konsisten menempatkan TNI dalam relnya sebagai prajurit sesuai dengan mandat UU TNI dengan tidak memenuhi permintaan MA," ucap Al Araf.

Adapun informasi tentang pelibatan personel TNI sebagai satuan pengamanan disampaikan Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro.

Andi mengatakan, langkah ini dilakukan setelah MA melakukan evaluasi terkait pengamanan di lingkungan lembaga peradilan tertinggi tersebut.

Menurut Andi, penjagaan di lingkungan MA yang sebelumnya dilakukan oleh satuan pengamanan dari lingkungan MA dan dibantu kepala pengamanan dari militer dinilai belum memadai.

“Maka atas alasan itu diputuskan untuk meningkatkan pengamanan dengan mengambil personel TNI atau militer dari Pengadilan Militer,” kata Andi kepada wartawan, Rabu (9/11/2022).

Andi mengatakan, peningkatan pengamanan ini agar orang dengan kepentingan yang tidak jelas tak sembarangan bisa masuk ke MA.

MA juga ingin memastikan tamu-tamu yang ke dalam area layak masuk, salah satunya mereka yang datang berkepentingan mengecek perkembangan perkaranya melalui pelayanan terpadu satu pintu (PTSP).

Andi mengeklaim, model pengamanan ini sudah dipikirkan dalam waktu yang lama. Ia menyatakan, pengerahan aparat militer di lingkungan MA bukan untuk menakut-nakuti masyarakat.

“Bukan untuk menakut nakuti tetapi keberadaannya di lembaga tertinggi penyelenggaraan kekuasaan kehakiman dan juga tempat tumpuan akhir rakyat Indonesia mencari keadilan dibutuhkan suasana dan keamanan yang layak,” ujar Andi.

Dinilai Berlebihan

Al Araf juga menilai keputusan MA melibatkan prajurit TNI sebagai satuan pengamanan lingkungan adalah kebijakan bermasalah.

"Kami memandang kebijakan MA untuk menempatkan TNI dalam satuan pengamanan di MA adalah kebijakan yang bermasalah, tidak memiliki urgensi, dan berlebihan," kata Al Araf.

Al Araf menyorot tujuan kebijakan pelibatan prajurit TNI sebagai tenaga satuan pengamanan yang disebut untuk memberikan kenyamanan bagi Hakim Agung, dan menghindari hal-hal yang tidak diinginkan seperti masuknya orang-orang yang tidak jelas atau tidak layak masuk di kantor MA.

"Jika tugasnya demikian, adalah hal yang sangat berlebihan menggunakan prajurit TNI untuk melayani hakim MA dan bahkan memilah mana tamu yang layak atau yang tidak layak diperbolehkan masuk gedung MA," ujar Al Araf.

Menuru Al Araf, pengamanan MA bukan tugas pokok dan fungsi TNI sebagaimana tercantum dalam Pasal 6 dan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.

"Sudah jauh lebih tepat apabila MA mengandalkan Satpam atau jika ada ancaman yang dihadapi oleh Hakim Agung, MA dapat meminta Polri untuk memperkuat keamanan di lingkungan MA," ucap Al Araf.

Di sisi lain, Al Araf menilai seharusnya MA fokus kepada tuntutan masyarakat yaitu menyelesaikan agenda reformasi peradilan yang selama ini dinilai mandek ketimbang melibatkan TNI untuk mengamankan kantor mereka.

"MA seharusnya segera menjalankan tuntutan Reformasi Peradilan yang selama ini tidak berjalan seperti pengentasan korupsi dan pembenahan internal lainnya untuk menguatkan access to justice bagi masyarakat," ucap Al Araf.

Bukan Tugas Pokok TNI

Al Araf menilai penjagaan Gedung Mahkamah Agung (MA) bukan tugas pokok dan fungsi TNI dan dinilai bisa merusak profesionalitas militer.

"Penting untuk dicatat, pengamanan hakim MA tidaklah termasuk tugas pokok dan fungsi TNI sebagaimana telah diatur secara jelas dalam pasal 6 dan 7 UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI," kata Al Araf.

Menurut Al Araf, pelibatan prajurit TNI dalam rangka tugas pokok terkait operasi militer selain perang, seperti pengamanan lingkungan MA, maka seharusnya didasarkan pada keputusan politik negara.

Hal itu, kata Al Araf, tercantum dalam Pasal 7 ayat 3 UU TNI. Maka dari itu MA tidak bisa sepihak memutuskan untuk menggunakan personel militer sebagai tenaga pengamanan.

"Yang dimaksud dengan keputusan politik negara adalah kebijakan politik pemerintah bersama-sama dengan DPR yang dirumuskan melalui mekanisme hubungan kerja antara pemerintah dan DPR (Penjelasan Pasal 5 UU TNI)," ujar Al Araf.

Al Araf menilai, keputusan MA melibatkan prajurit TNI sebagai satuan pengamanan bertentangan dengan undang-undang.

"Dengan demikian, kebijakan MA untuk melibatkan prajurit TNI sebagai satuan pengamanan di lingkungan MA mengganggu profesionalitas TNI karena menarik jauh TNI ke dalam tugas-tugas sipil di luar tugas pokok dan fungsinya," ucap Al Araf.

MA Didesak Batalkan Penjaga dari Militer

MA didesak untuk  membatalkan penempatan prajurit TNI dari Pengadilan Militer sebagai satuan pengamanan di lingkungan mereka.

"Mendesak MA membatalkan rencana menempatkan prajurit TNI sebagai satuan pengamanan di lingkungan MA," kata peneliti senior Imparsial, Al Araf.

Selain itu, Al Araf juga mendesak Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa menolak penempatan prajuritnya sebagai satuan pengamanan di lingkungan MA.

Al Araf juga mendorong MA melakukan langkah efektif guna perbaikan internal di lingkungan.

Menurut Al Araf, pengamanan hakim MA tidak termasuk tugas pokok dan fungsi TNI sebagaimana telah diatur secara jelas dalam pasal 6 dan 7 UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI.

Maka dari itu, kata Al Araf, keputusan MA melibatkan prajurit TNI sebagai satuan pengamanan bertentangan dengan UU TNI dan harus dihentikan.

"Kebijakan MA untuk melibatkan prajurit TNI sebagai satuan pengamanan di lingkungan MA bertentangan dengan UU TNI dan mengganggu profesionalitas TNI karena menarik jauh TNI ke dalam tugas-tugas sipil di luar tugas pokok dan fungsinya," ujar Al Araf.


Adapun informasi tentang pelibatan personel TNI sebagai satuan pengamanan disampaikan Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro.

Andi mengatakan, langkah ini dilakukan setelah MA melakukan evaluasi terkait pengamanan di lingkungan lembaga peradilan tertinggi tersebut.

Menurut Andi, penjagaan di lingkungan MA yang sebelumnya dilakukan oleh satuan pengamanan dari lingkungan MA dan dibantu kepala pengamanan dari militer dinilai belum memadai.

“Maka atas alasan itu diputuskan untuk meningkatkan pengamanan dengan mengambil personel TNI atau militer dari Pengadilan Militer,” kata Andi kepada wartawan, Rabu (9/11/2022).

Andi mengatakan, peningkatan pengamanan ini agar orang dengan kepentingan yang tidak jelas tak sembarangan bisa masuk ke MA.

MA juga ingin memastikan tamu-tamu yang ke dalam area layak masuk, salah satunya mereka yang datang berkepentingan mengecek perkembangan perkaranya melalui pelayanan terpadu satu pintu (PTSP).

Andi mengeklaim, model pengamanan ini sudah dipikirkan dalam waktu yang lama. Ia menyatakan, pengerahan aparat militer di lingkungan MA bukan untuk menakut-nakuti masyarakat.

“Bukan untuk menakut nakuti tetapi keberadaannya di lembaga tertinggi penyelenggaraan kekuasaan kehakiman dan juga tempat tumpuan akhir rakyat Indonesia mencari keadilan dibutuhkan suasana dan keamanan yang layak,” ujar Andi.***