Pengamat Nilai Jika Jokowi Terbitkan Dekrit Penundaan Pemilu Bakal Memicu Perlawanan Rakyat

Pengamat Nilai Jika Jokowi Terbitkan Dekrit Penundaan Pemilu Bakal Memicu Perlawanan Rakyat
Lihat Foto

WJtoday, Jakarta - Wacana penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden Joko Widodo kembali santer diperbincangkan publik. Bahkan muncul tudingan bakal ada dekrit penundaan pemilu pada 2024.

Isu dekrit penundaan pemilu itu dilontarkan anggota DPR RI Fraksi Partai Demokrat Benny K Harman. Pernyataan Benny yang terekam dalam sebuah video viral setelah diunggah akun TikTok @fpd_dpr.

Pada video tersebut tampak Benny yang tengah mengikuti rapat dalam pembahasan UU KUHP dengan pemerintah. Benny menyebutkan UU KUHP disahkan tahun 2022 agar bisa mengeluarkan dekrit penundaan pemilu tahun 2023.

"Ada yang mengatakan ini KUHP cepat-cepat disahkan sebab tahun depan ini akan ada dekrit perpanjangan (penundaan) pemilu," tutur Benny.

Lebih lanjut, Benny menyebutkan orang-orang yang protes mengenai penundaan pemilu bakal ditangkap.

"Dan yang protes-protes itu akan ditangkap semuanya. Tidak usah tunggu tahun depan lah, kalau mau tangkap kita siap ditangkap," ucapnya.

Pengamat politik dari Universitas Al Azhar, Ujang Komarudin berpendapat jika Jokowi mengeluarkan dekrit itu bakal memicu perlawanan rakyat.

"Pemicu perlawanan rakyat adalah kebijakan-kebijakan yang dianggap anti demokrasi dan merugikan masyarakat. Saya melihat dan mengamati bahwa bukan saatnya melakukan dekrit, tidak pas dan berbahaya kalau itu dilakukan," ungkap Ujang, dikutip dari  Suara.com, Selasa (27/12/2022).

Menurutnya, bila dekrit penundaan pemilu itu dikeluarkan, menunjukkan rezim Jokowi semi otoriter. Sebab masa jabatan presiden dibatasi oleh undang-undang, hanya dua periode.

"Oleh karena itu mari kita menjaga demokrasi secara bersama-sama, baik pak Jokowi, partai koalisi pemerintah, ormas, akademisi termasuk rakyat untuk bersama-sama menjaga demokrasi yang berkesinambungan," ujarnya.

Ujang pun menyarankan Presiden Jokowi untuk tetap mengikuti konstitusi yang ada dengan tidak menambah masa jabatannya.

"Kalau pak Jokowi ingin husnulkhatimah, ingin landing yang bagus dengan kekuasaannya, saya sih menyarankan pak Jokowi bekerja dengan baik. Menjaga kinerjanya, membuat masyarakat puas dengan kinerjanya, lalu akhirnya jabatannya di Oktober 2024 sesuai dengan konstitusi," sebut Ujang.

Wacana penundaan pemilu atau perpanjangan masa jabatan presiden itu bermula dari pernyataan Ketua MPR RI Bambang Soesatyo atau Bamsoet.

Bamsoet menyebutkan penyelenggaraan Pemilu 2024 yang perlu dihitung kembali. Sebab kata dia, akan ada banyak potensi masalah di balik penyelenggaraan Pemilu 2024.  ***