Perokok Anak di Indonesia Tembus 3,2 Juta, Keluarga Perokok Jadi Faktor Penyebab

Perokok Anak di Indonesia Tembus 3,2 Juta, Keluarga Perokok Jadi Faktor Penyebab
Lihat Foto

WJtoday, Jakarta - Prevalensi perokok anak terus naik setiap tahunnya. Prevalensi perokok pemula disinyalir akan menghasilkan generasi muda yang tidak unggul. Ketua Yayasan Lentera Anak Lisda Sundari mengatakan, dalam 10 tahun terakhir, prevalensi perokok anak di Indonesia terus meningkat. Pihaknya mengutip dari data Riskesdas 2018 yang menunjukkan perokok anak meningkat menjadi 9,1 persen atau 3,2 juta anak.

"Bappenas juga memprediksi bahwa pada 2030, perokok anak bisa mencapai 15,9 juta orang," kata Lisda, dalam acara "Diseminasi Hasil Pemantauan IPS Rokok Forum Anak di 9 Kabupaten/Kota", yang diikuti di Jakarta.

Pihaknya mengatakan permasalahan rokok ini merupakan masalah serius yang harus ditangani karena berdampak negatif pada kesehatan, kualitas SDM, dan perekonomian negara.

"Ini masalah serius di masa mendatang, mengingat rokok bersifat adiktif dan faktor resiko penyakit tidak menular, juga akan menjadi beban ekonomi sehingga akan mengancam kualitas SDM," kata Lisda.

Ia mengatakan, maraknya iklan, promosi, dan sponsor rokok merupakan penyebab jumlah anak merokok meningkat. "Survei terbaru Lentera Anak pada 2021 kepada 180 responden usia 10-19 tahun yang pernah atau aktif merokok dengan wawancara langsung kepada anak, menunjukkan bahwa lebih dari separuh responden percaya iklan rokok mempengaruhi konsumsi merokok anak," kata Lisda Sundari 

Senada dengan Lisda, Plt. Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak atas Kesehatan dan Pendidikan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Anggin Nuzula Rahma mengatakan, keberadaan rokok menjadi ancaman bagi bonus demografi Indonesia di tahun 2045.

"Rokok menjadi ancaman, tentunya bonus demografi, ya, karena berbicara SDM yang berkualitas, SDM unggul, ini tentunya anak-anak harus sehat, harus dimulai dari fisik maupun mentalnya ini harus sehat terlebih dahulu," kata Anggin Nuzula Rahma.

Selain mengancam kualitas SDM terkait bonus demografi, rokok juga berdampak negatif dalam pembangunan nasional. "Karena memang memperparah kemiskinan, banyak sekali anggaran yang digunakan atau dikeluarkan untuk rokok," kata Anggin Nuzula Rahma.

Ia mengemukakan bila keluarga perokok merupakan salah satu faktor pendorong anak menjadi perokok.

"Yang pertama ini (melihat) dari orang tua. Anak kecil yang dalam tumbuh kembangnya melihat ayahnya merokok, kakeknya, tetangganya merokok, tentu secara tidak langsung melihat merokok ini hal yang biasa," katanya

Anggin Nuzula Rahma mengatakan, untuk itu, kesadaran keluarga harus dibangun untuk menciptakan lingkungan keluarga yang bebas dari rokok. Selain orang tua, lingkungan pergaulan anak juga memiliki andil membuat anak menjadi perokok.

"Teman-teman bermain-nya ini juga mengajari anak-anak untuk merokok. Kan anggapannya kalau merokok itu macho, imagenya ganteng," katanya.***