Polisi Bakal Usut Surat Kematian Palsu Tewasnya Santri Gontor

Polisi Bakal Usut Surat Kematian Palsu Tewasnya Santri Gontor
Lihat Foto

WJtoday, Jakarta - Polisi mengusut dugaan informasi palsu dalam surat keterangan kematian AM (17), seorang Santri Pondok Pesantren Modern Darussalam Gontor, Ponorogo, yang tewas akibat penganiayaan. 

Pihak keluarga AM mengaku kecewa dengan pihak Ponpes Gontor, karena telah menutup-tutupi penyebab kematian anak mereka saat mengantar jenazah.

Saat jenazah diantar utusan Gontor ke pihak keluarga di Palembang, surat keterangan kematian dituliskan AM meninggal karena sakit. Padahal, setelah fakta didalami, ternyata AM meninggal akibat penganiayaan.

Surat keterangan kematian bernomor 007/RSYD-SKM/VIII/2022 yang diberikan pengurus ponpes itu berkop surat RS Yasyfin Darussalam Gontor dan ditandatangani dokter Muckhlas Hamidy pada tanggal 22 Agustus.

"Untuk pengembangan [surat keterangan kematian] akan ditindaklanjuti nanti setelah proses ini," kata Kapolres Ponorogo AKBP Catur Cahyono Wibowo.

Kepolisian saat ini masih berfokus menuntaskan kasus penganiayaan yang menewaskan korban.

"Pasti untuk kegiatan kami, fokus dari Polres Ponorogo menyelesaikan kasus yang ada," ucapnya.


Informasi Terkini soal Kasus Tewasnya Santri Gontor Dianiaya Senior

Kasus tewasnya santri di Ponpes Gontor, Ponorogo, masih bergulir. Hari ini polisi dan keluarga AM sepakat dilakukan proses ekshumasi.
Dua terduga penganiaya santri Ponpes Gontor Ponorogo telah dijemput polisi. Penjemputan itu setelah Polres Ponorogo melakukan olah TKP yang dilakukan Selasa (6/9) sejak pagi hingga sore hari.

"Iya, dua terduga pelaku dijemput," tutur Kapolres Ponorogo AKBP Catur Cahyono Wibowo.

Selain menjemput dua terduga dan juga ke keluarga korban untuk proses autopsi dan pengambilan berita acara di Palembang.

"Tim hari ini berangkat semua, ada yang ke Palembang ke keluarga korban terkait autopsi juga," tambahnya.

Makam Santri Gontor yang Tewas Dibongkar

Kuasa hukum ibu AM, Titis Rachmawati, mengatakan ibu dari korban sudah bersedia jika dilakukan pembongkaran makam anaknya. Dijelaskan Titis, polisi dan keluarga AM sudah sepakat bahwa proses ekshumasi itu dilaksanakan pukul 09.00 WIB.

"Keluarga insyaallah bersedia (proses ekshumasi) karena sudah di diskusikan tadi," kata Titis ketika dimintai konfirmasi detikSumut, Rabu (7/9/2022) malam.

Keputusan untuk dilakukan ekshumasi ini tidak langsung disetujui pihak keluarga. Titis mengatakan pihak keluarga yang tengah melakukan salat Asar mengaku meminta petunjuk dahulu ke Tuhan dan mencoba berdialog kebatinan dengan anaknya, AM.

"Sempat kita hentikan (BAP), fokus autopsi yang berat untuk keluarga. Tadi (keluarga) salat Asar dulu minta petunjuk dan berdialog secara kebatinan dengan anaknya, akhirnya diputuskan bersedia untuk diautopsi," katanya.

Santri Gontor Dipukul Tongkat Pramuka dan Ditendang

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mengungkap awal mula dugaan peristiwa penganiayaan yang menyebabkan santri di Pondok Pesantren Gontor, berinisial AM meninggal dunia. Peristiwa penganiayaan bermula saat korban mengikuti kegiatan Perkemahan Kamis Jumat (Perkaju) Pondok Pesantren Gontor pada 18-19 Agustus 2022.

Berdasarkan keterangan tertulis yang diterima pada Kamis (8/9/2022), kronologi dugaan penganiayaan itu didapatkan Kemen PPPA setelah berkoordinasi melalui Tim Layanan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 dengan DP3AK Provinsi Jawa Timur dan Dinsos P3A Kabupaten Ponorogo.

AM bersama dua korban lainnya merupakan panitia kegiatan Perkaju. Setelah kegiatan tersebut, ketiga korban mengembalikan semua peralatan perkemahan kepada terlapor yang merupakan koordinator bagian perlengkapan. Namun, setelah diperiksa kembali oleh terlapor, terdapat pasak tenda yang hilang.

Korban kemudian diberi tugas untuk mencari pasak tersebut hingga ditemukan dan dikembalikan ke bagian perlengkapan pada 22 Agustus 2022. Namun pasak yang hilang itu tak kunjung ditemukan pada pukul 06.00 WIB di tanggal yang telah ditentukan. Ketiga korban kemudian menghadap dan melaporkan hal tersebut.

Menanggapi laporan tersebut, salah satu terlapor memberikan hukuman berupa pukulan menggunakan tongkat pramuka kepada dua orang korban di bagian paha. Kemudian, datang terlapor lainnya menendang dada korban AM hingga jatuh terjungkal kemudian kejang.

Korban AM segera dilarikan ke Rumah Sakit Yasyfin Gontor dan dinyatakan sudah meninggal pada pukul 06.30 WIB. Pihak rumah sakit memberikan keterangan antara lain korban AM mengalami kelelahan seusai kegiatan perkaju.

"Setelah mendapatkan laporan, Dinsos P3A Kabupaten Ponorogo langsung berkoordinasi dengan Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Ponorogo beserta pihak Pondok Pesantren Gontor terkait penanganan kasus dimaksud. DP3AK Provinsi Jawa Timur pun hari ini juga melakukan penjangkauan ke Pondok Pesantren Gontor. Terkait proses hukum pun tengah ditangani oleh Polres Ponorogo," jelas Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian PPPA, Nahar, dalam keterangan tertulis.

Menag Turunkan Tim ke Gontor

Menag Yaqut Cholil Qoumas mengerahkan aparat dari Kementerian Agama (Kemenag) ke sejumlah cabang Pondok Pesantren Gontor. Kemenag menelusuri ada atau tidaknya potensi perundungan yang dilakukan secara sistematis.

"Kita lihat aparatur Kementerian Agama di lapangan, di Pesantren Gontor seperti apa. Tentu bukan hanya di Gontor satu itu, tapi kan punya berbagai cabang. Ini untuk melihat apakah ini sistematis atau memang personal," kata Yaqut seperti dikutip dari Antara, Kamis (8/9/2022).

Menag mengatakan pelaku perundungan dan penganiayaan di Gontor yang menyebabkan salah seorang santri meninggal dunia wajib dikenai sanksi. Selain itu, lembaga pendidikan itu juga akan dikenakan sanksi jika terbukti perundungan dilakukan secara sistematis.

"Kalau memang sistematis, disengaja sehingga anak-anak bisa diperlakukan dengan bebas seperti itu, tentu kami akan berikan sanksi, di mana pun itu lembaga pendidikan selama di bawah Kementerian Agama," tegas Menag.

Hasil Autopsi Santri Ponpes Gontor

Polres Ponorogo terus memantau hasil autopsi AM (17), santri Pondok Modern Darussalam Gontor, Jawa Timur, yang tewas diduga karena penganiayaan. Hasilnya, ada temuan memar di bagian dada korban.

"Untuk hasil sementara, salah satunya adanya ditemukan memar, bekas benda tumpul di sekitar dada dan organ dalam," tutur Kapolres Ponorogo AKBP Catur Cahyono Wibowo kepada wartawan, seperti dilansir detikJatim, Kamis (8/9/2022).

Catur menambahkan proses autopsi yang dilakukan oleh 14 orang tersebut berjalan lancar. Selama 6 jam tim melakukan autopsi.

"Hasil sementara, ada memar di dada akibat benda tumpul," terang Catur.

Saat ini, lanjut Catur, hasil pemeriksaan dari autopsi masih dibawa oleh Biddokes Polda Sumsel. Hasil akhir untuk penyebab kematian korban akan disampaikan oleh saksi ahli.

"Nanti untuk penyebab atau cerita pendarahan, saksi ahli yang menjelaskan karena itu masuk materi penyelidikan," papar Catur.


Polisi sendiri telah memeriksa 20 orang yang terlibat dalam kasus ini, di antaranya adalah dokter dan beberapa staf RS Yasyfin Darussalam Gontor.

"Untuk materi pemeriksaan [dokter RS Yasyfin] belum bisa sampaikan disini. Saksi 20, ada dari staf rumah sakit, staf pengasuh," ucapnya.

Kasus kematian santri Pondok Pesantren Gontor ini terkuak ketika orang tua korban mengadu ke advokat Hotman Paris Hutapea.

Soimah, selaku orang tua santri yang wafat mengaku kecewa dengan pihak pesantren sehingga memutuskan untuk meminta bantuan pengacara kondang itu.

Mulanya, Soimah mendapat informasi dari pesantren bahwa kematian anaknya karena jatuh kelelahan saat mengikuti Perkemahan Kamis-Jumat.

Namun saat keluarga meminta kain kafan yang menutup AM dibuka, tampak beberapa luka lebam akibat kekerasan terlihat di sekujur tubuh korban.

"Amarah tak terbendung, kenapa laporan yang disampaikan berbeda dengan kenyataan yang diterima," kata Soimah.

Kasus tersebut tengah didalami oleh Polres Ponorogo. Sejauh ini polisi sudah melakukan olah TKP, pra rekonstruksi, menyita barang bukti, serta memeriksa sejumlah saksi.***