Rektor Widyatama Nilai Revisi UU ITE Harus Lebih Baik dan Buat Masyarakat Adil

Rektor Widyatama Nilai Revisi UU ITE Harus Lebih Baik dan Buat Masyarakat Adil
Lihat Foto
WJtoday, Bandung - Selama hampir 13 tahun diterapkan Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) baru direvisi dua kali, yakni tahun 2016 dan 2021 saat ini, sesuai perintah Presiden Jokowi awal Februari 2021.

Rektor Universitas Widyatama Prof. Dr. H. Obsatar Sinanga, S.Ip., M.Si., mengatakan bahwa revisi UU ITE dapat dinilai efektif jika dirasa sudah lebih baik dan adil. 

"Ketika ditanya efektif atau engga? Tentu pastinya efektif, karena walau bagaimana pun revisi itu kan tujuannya supaya dia berlaku lebih baik dan lebih adil, maka ukurannya kalau dia adil maka efektif," ujarnya saat ditemui, Selasa (23/2/2021). 
 
Menurut Obsatar, pada dasarnya UU ITE masih menyasar pengguna media sosial. Ia pun menilai  hal tersebut tidak adil. 

"Jadi keliatannya masih tidak adil ya, karena itu perlu dilakukan revisi, sampai hari ini masih terjadi perdebatan, antara pelaksanaan revisi atau tidak direvisi," tuturnya. 

Kemudian, Obsatar menjelaskan UU ITE berada di komisi satu, dengan demikian ia berharap UU ITE luar negeri dapat menjadi tolak ukur bagi UU ITE di Indonesia. 

"Karena keliatannya kita juga harus mulai melihat UU ITE itu berada di komisi satu, dimana komisi satu itu selain menangani komunikasi, dimana dia juga menangani masalah internasional. Maka UU ITE itu seharusnya mencoba untuk membenchmark UU ITE yang lain yang berada diluar negeri," jelasnya.

Obsatar menuturkan, UU ITE berada di kementrian komunikasi informasi dan Kominfo berada di komisi satu. Ia berharap pembahasan revisi UU ITE dapat sinkron untuk kedepannya. 

"Jadi jangan sampe tidak singkron dong hasil sebuah komisi, dimana komisi DPT itu pada saat beralih peraturan itu di badan legislatif harus bisa singkron. Jangan hanya mengambil patokan sendiri, terus kemudian karena waktu itu suasana kebatinannya ketika dibuat UU ITE itu memang sedang mendesak sifatnya ya. Persis seperti adanya UU tentang KPI, Komisi Informasi, itu juga mendesak, sehingga dibuat isinya subtansi tidak bisa mengikuti perkembangan," pungkasnya.***