Respons BRIN Soal Awal Ramadan, Muhammadiyah Tetap Puasa Dimulai 2 April

Respons BRIN Soal Awal Ramadan, Muhammadiyah Tetap  Puasa Dimulai 2 April
Lihat Foto

WJtoday, Jakarta - Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Dadang Kahmad mengatakan pihaknya tetap memulai pelaksanaan ibadah puasa 1 Ramadan 1443 H pada 2 April 2022.

Hal itu disampaikan merespons prediksi dari Badan Riset Nasional (BRIN) yang mengatakan 1 Ramadan 1443 H dari pemerintah akan berbeda dengan Muhammadiyah.

"Muhammadiyah akan mulai puasa pada hari Sabtu 2 April 2022," kata Dadang, Jumat (25/3/2022).

Dadang mengatakan Muhammadiyah menggunakan metode hisab wujudul hilal saat menetapkan awal bulan Ramadan. Wujudul Hilal merupakan kriteria penentuan awal bulan Hijriyah dengan menggunakan prinsip ijtimak atau konjungsi telah terjadi sebelum matahari terbenam dan bulan terbenam setelah matahari terbenam.

Ia mengatakan pada 1 April saat waktu terbenam matahari bulan/hilal sudah wujud 2 derajat lebih.

Lebih lanjut, Dadang berharap masyarakat bisa menyikapi potensi perbedaan awal Ramadan tahun ini dengan bijaksana.

"Karena metode penentuan awal bulan Hijrah khususnya Ramadan ada berbagai cara. Sepertiwujudul hilal, imkanurukyat, urfi dan rukyat," kata dia.

Baca Juga : Muhammadiyah Tetapkan 1 Ramadan 1443 Hijriah Jatuh pada 2 April 2022

Sebagai informasi, Profesor riset bidang Astronomi dan Astrofisika, Pusat Riset Antariksa BRIN Thomas Djamaluddin memprediksi ada kemungkinan 1 Ramadan tahun ini mengalami perbedaan antara pemerintah dan Muhammadiyah.

Ia mengatakan ketinggian hilal pada 1 April hanya sedikit di atas 2 derajat. Dengan demikian Thomas mengungkap hilal tidak mungkin terlihat pada hari itu. Jika demikian, maka jumlah hari pada bulan Sya'ban tahun ini akan digenapkan menjadi 30 hari.

"Wilayah Indonesia umumnya menetapkan tinggi hilal kurang dari dua derajat," ujar Thomas seperti dikutip situs resmi Lapan.

Berdasarkan sejumlah kalender Islam, awal Ramadan diperkirakan jatuh pada 2 April. Namun demikian, penentuan awal puasa versi Pemerintah masih harus didahului oleh pemantauan hilal.

Awal Ramadan NU-Muhammadiyah Berpotensi Tak Serentak

Sebelumnya, Webinar Penentuan 1 Ramadan 1443 H/2022 Masehi yang digelar Lembaga Pentashih Buku dan Konten Keislaman (LPBKI) MUI dan Majelis Pemuda Islam Indonesia (MPII) di Jakarta Kamis (24/3) mengupas potensi perbedaan awal Ramadan tahun ini (1443 H). Wakil Ketua Umum MUI Marsyudi Syuhud menegaskan perbedaan awal Ramadan, Idul Fitri, maupun Idul Adha di Indonesia sudah biasa.

Sebagaimana diketahui Muhammadiyah sudah mengumumkan awal Ramadan jatuh pada 2 April. Sementara itu, NU yang menggunakan metode rukyat atau memantau hilal menyampaikan kemungkinan puasa Ramadan dimulai 3 April.

Baca Juga : Kemenag Gelar Sidang Isbat Awal Ramadan pada 1 April 2022

Pemerintah dalam hal ini Kemenag baru akan memutuskan awal Ramadan pada sidang isbat yang digelar 1 April mendatang. Lebih lanjut Marsyudi menekankan umat Islam di Indonesia perlu menyikapi perbedaan tersebut secara dewasa.

Tidak perlu dijadikan sebuah polemik. Sebab masing-masing metode yang digunakan memiliki landasan masing-masing.

“Ilmu penentuan kalender ini sangat penting, karena sangat berpengaruh untuk menentukan kapan dimulainya ibadah Ramadan,” katanya.

Dia menegaskan mengenai perbedaan penetapan awal Ramadan itu sudah biasa. “Kita sudah diajarkan bagaimana cara menyikapinya,” katanya.

Bahkan Kemenag sampai hari ini selalu menyatukan perbedaan-perbedaan dalam penentuan Ramadan dengan diadakannya sidang isbat. Dalam kesempatan yang sama Sekjen MUI Amirsyah Tambunan menyampaikan perbedaan dalam pendekatan hisab dan rukyat itu sebuah keniscayaan.

“Di satu sisi untuk memahami dan sebagai bentuk toleransi,” jelasnya.

Amirsyah menegaskan 1 Ramadannya sama. Namun yang berbeda adalah tanggal penetapannya. Kajian ini sering dilakukan dan diharapkan untuk melengkapi kajian kajian sebelumnya.

Ketua LPBKI-MUI Prof. Endang Soetari menyampaikan bahwa mereka mendukung kegiatan-kegiatan yang membahas permasalahan metode hisab dan rukyat. Endang mengucapkan apresiasi pihak-pihak yang mendukung terselenggaranya kegiatan ini.

Guru besar astronomi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Prof. Thomas Djamaluddin membahas potensi terjadinya perbedaan penentuan awal bulan Ramadan. Menurut Thomas hal ini bisa terjadi karena kriteria penentuan awal bulan Ramadhan berbeda-beda.

Dia menginformasikan bahwa alat bantu rukyat dianggap tidak terlalu membantu dalam menentukan hisab.

“Hisab sendiri mengalami perkembangan. Semakin besar elonasi bulan akan terlihat, faktor pengganggu terlihatnya hilal adalah sinar senja matahari,” jelasnya.***