Sambangi Kementan, Serikat Petani Indonesia Tuntut Pemerintah Revisi Aturan Lembaga Tani

Sambangi Kementan, Serikat Petani Indonesia Tuntut Pemerintah Revisi Aturan Lembaga Tani
Lihat Foto

WJtoday, Jakarta - Ratusan massa yang tergabung dalam Serikat Petani Indonesia (SPI) melakukan aksi unjuk di Kantor Kementerian Pertanian (Kementan) pada hari Selasa (27/9/2022). Aksi ini merupakan bagian dari rangkaian peringatan ‘Hari Tani Nasional’ ke-62 yang jatuh pada tanggal 24 September 2022 lalu.

Koordinator Lapangan yang sekaligus Ketua Departemen Politik, Hukum dan Keamanan (Polhukam) Dewan Pengurus Pusat SPI, Angga Hermanda mengungkapkan bahwa kondisi pertanian Indonesia saat ini dalam keadaan yang tidak baik.

“Kita dihadapkan pada ancaman lainnya yang mengintai yakni krisis pangan. Ditingkat global, Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO), mencatat Indeks Harga Pangan Dunia mencapai level tertinggi sepanjang sejarah pada Maret 2022 lalu.” tuturnya.

“Hal ini dibuktikan dengan terjadinya peningkatan angka kemiskinan dan kelaparan di dunia. Laporan The State of Food Security and Nutrition in the World – SOFI tahun 2022 yang mencatat kenaikan angka kelaparan penduduk dunia mencapai 828 juta orang di tahun 2021.” sambungnya.

Menurut Angga, gejolak harga sejumlah komoditas pangan telah terjadi di Indonesia dalam satu tahun belakangan ini. Sejumlah komoditas itu mulai dari sawit dan produk turunannya seperti minyak goreng, sampai dengan bahan pangan pokok seperti cabai, bawang merah, dan lainnya.

“Belum lagi kebijakan pemerintah untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM), hal tersebut berpotensi memperparah situasi, karena memicu kenaikan biaya modal yang dikeluarkan petani” ujar Angga.

Dalam kaitannya dengan kemiskinan, lanjut Angga, ancaman krisis pangan penting untuk bisa dilakukan penyelesaian dengan secepat mungkin.

Berdasarkan situasi di atas, SPI menilai pemerintah seharusnya mengantisipasi gejolak tersebut dengan memberikan perlindungan dan insentif lebih kepada petani di Indonesia.

Hanya saja, SPI menilai pemerintah, khususnya Kementerian Pertanian, justru mengambil kebijakan-kebijakan yang merugikan petani di Indonesia.

Kementerian Pertanian masih melakukan diskriminasi terhadap para petani yang tergabung diluar dari bentuk kelompok tani (poktan) dan gabungan kelompok tani (gapoktan).

Padahal, kata dia, sebagaimana putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 87/PUU-XI/2013 tanggal 5 November 2014, upaya perlindungan hak-hak petani yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani (UU Perlintan) harus bersifat utuh, tidak boleh terbatas hanya pada poktan dan gapoktan saja.

Setidaknya sudah delapan tahun situasi tersebut dibiarkan begitu saja oleh Kementan. Bahkan di dalam Permentan Nomor 67 Tahun 2016 tentang Kelembagaan Petani, pemerintah masih membiarkan masalah diskriminasi tersebut berlanjut.

Angga lantas mengungkapkan akibat dari langkah pemerintah yang membiarkan kondisi tidak baik terus menerus. Salah satunya yakni banyaknya petani yang kesulitan mengakses berbagai program, subsidi maupun bantuan hanya karena bentuk kelembagaan bukan bernama poktan dan gapoktan.

Kementerian Pertanian, jelas-jelas mengabaikan eksistensi dari beragam bentuk organisasi petani yang ada di Indonesia, yang selama ini telah berjuang keras sebagai penghasil pangan di Indonesia,” tegasnya.***