Satu dari Lima Warga Indonesia Berpotensi Alami Gangguan Jiwa

Satu dari Lima Warga Indonesia Berpotensi Alami Gangguan Jiwa
Lihat Foto

WJtoday, Jakarta - Masalah kesehatan jiwa di Indonesia masih jauh dari selesai. Dari angka-angka yang ada, kondisinya masih berat. Ditambah deraan pada masa pandemi Covid-19, permasalahan kesehatan jiwa akan semakin berat untuk diselesaikan.

Pandemi Covid-19 tidak hanya berpengaruh pada kesehatan fisik, tapi juga berdampak pada kesehatan jiwa jutaan orang. Baik yang terpapar langsung oleh virus maupun yang tidak terpapar.

Pelaksana tugas Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Kementerian Kesehatan Maxi Rein Rondonuwu mengatakan, saat ini masyarakat masih berjuang mengendalikan penyebaran virus Covid-19. 

Pada saat yang sama menyebar perasaan cemas, ketakutan, tekanan mental akibat dari isolasi, pembatasan jarak fisik dan hubungan sosial, serta ketidakpastian.

"Hal-hal tersebut tentu berdampak terhadap terjadinya peningkatan masalah dan gangguan kesehatan jiwa di masyarakat," kata Maxi, dikutip dari portal Kemenkes, Jumat (8/10/2021).

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan lebih dari 19 juta penduduk berusia lebih dari 15 tahun mengalami gangguan mental emosional, dan lebih dari 12 juta penduduk berusia lebih dari 15 tahun mengalami depresi.

Selain itu, berdasarkan Sistem Registrasi Sampel yang dilakukan Badan Litbangkes tahun 2016 diperoleh data bunuh diri per tahun sebanyak 1.800 orang atau setiap hari ada 5 orang melakukan bunuh diri. Sebanyak 47,7% korban bunuh diri terjadi pada usia 10-39 tahun, yang merupakan usia anak remaja dan usia produktif.

Maxi menambahkan, pemerintah memastikan kesehatan mental agar dapat lebih diprioritaskan dari sebelumnya. Pemerintah daerah harus menjadikan program dan pelayanan kesehatan jiwa menjadi fokus perhatian. Caranya, dengan menyediakan berbagai sarana dan prasarana terkait kesehatan jiwa yang memadai.

"Kepada masyarakat, agar menjaga kesehatan diri dan tetap patuh dan disiplin dengan protokol kesehatan agar tidak tertular Covid-19, selalu menjaga kesehatan jiwa dengan mengelola stres dengan baik, menciptakan suasana yang aman, nyaman bagi seluruh anggota keluarga," imbau Maxi.

Tema global peringatan hari kesehatan jiwa Sedunia tahun 2021 ini adalah “Mental Health in an Unequal World: Kesetaraan dalam Kesehatan Jiwa untuk Semua”. 

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza Kemenkes  Celestinus Eigya Munthe, mengamini data-data itu. Ia menjelaskan, masalah kesehatan jiwa di Indonesia terkait masalah tingginya prevalensi orang dengan gangguan jiwa. 

Saat ini Indonesia memiliki prevalensi orang dengan gangguan jiwa sekitar 1 dari 5 penduduk. Artinya sekitar 20% populasi di Indonesia mempunyai potensi-potensi masalah gangguan jiwa.

"Ini sangat tinggi karena 20% dari 270 juta jiwa secara keseluruhan potensial mengalami masalah kesehatan jiwa," kata Celestinus.

Masalah makin rumit, kata dia, karena belum semua provinsi mempunyai rumah sakit jiwa. Akibatnya, tidak semua orang dengan masalah gangguan jiwa mendapatkan pengobatan yang seharusnya.

Permasalahan lain, lanjut Celestinus, adalah terbatasnya sarana prasarana dan tingginya beban akibat masalah gangguan jiwa.

"Masalah sumber daya manusia profesional untuk tenaga kesehatan jiwa juga masih sangat kurang. Sampai hari ini jumlah psikiater sebagai tenaga profesional untuk pelayanan kesehatan jiwa kita hanya mempunyai 1.053 orang," sebut Celestinus.

Itu berarti satu psikiater melayani sekitar 250 ribu penduduk. Menurut dia, ini suatu beban yang sangat besar dalam upaya meningkatkan layanan kesehatan jiwa di Indonesia. 

Masalah kesehatan jiwa di Indonesia juga terkendala stigma dan diskriminasi. 

"Kita sadari sampai hari ini kita mengupayakan edukasi kepada masyarakat dan tenaga profesional lainnya agar dapat menghilangkan stigma dan diskriminasi terhadap orang dengan gangguan jiwa, serta pemenuhan hak asasi manusia kepada orang dengan gangguan jiwa," tutur Celestinus.  ***